BERITA

Pro-Kontra Ucapan Hari Raya Baha'i dari Menteri Agama

""Hasil penelitian Balitbang Kementerian Agama menyebutkan, Baha'i bukan merupakan sempalan atau bagian dari suatu agama tertentu. Ini agama tersendiri.""

Pro-Kontra Ucapan Hari Raya Baha'i dari Menteri Agama
Rumah Peribadatan Bahai di Delhi India. (Foto: Creative Commons/Wikimedia/CC BY-SA 2.5)

KBR, Jakarta - Ucapan selamat Hari Raya Naw Ruz 178 EB yang dilontarkan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas pada Maret lalu, menuai pro dan kontra. Banyak ulama menilai sikap Menteri Agama tidak tepat, lantaran di Indonesia hanya mengakui enam agama.

Namun di lain pihak ada pula yang beranggapan bahwa hal itu sah dilakukan untuk menjaga toleransi.

"Pada saudaraku masyarakat Baha'i di manapun berada. Saya mengucapkan selamat merayakan Hari Raya Naw Ruz 178 EB, suatu hari pembaruan yang menandakan musim semi spiritual dan jasmani setelah umat bahaya menjalankan puasa selama 19 hari," begitu ucap Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam video yang belakangan beredar di media sosial.

Agama Baha'i berasal dari Iran, yang kemudian dibawa masuk ke Indonesia sekitar tahun 1878 oleh saudagar asal Persia, Jamal Effendy.

Agama Baha'i telah tersebar hampir di seluruh negara, dan hari rayanya selalu diperingati pada 21 Maret, setelah umatnya melaksanakan puasa selama 19 hari.

Di Indonesia, agama Baha'i belum atau tidak diakui sebagai agama resmi. Saat ini hanya ada enam agama yang berkedudukan sah menurut negara.

Ini kemudian menjadi polemik saat Menteri Agama memberi ucapan hari raya secara resmi.

Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad mengatakan hal tersebut seharusnya tidak dilakukan, lantaran terkesan aneh dan mengakui agama tersebut.

"Pejabat negara, orang yang punya keterikatan pada undang-undang. Saya kira tidak perlu. Aneh, sebab Baha'i itu sampai hari ini belum masuk pada agama yang diakui negara menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1965, maupun Undang-undang nomor 5 tahun 1969. Kita lihat baru enam atau sudah cukup 6 agama ada di Indonesia; Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu," kata Dadang,dalam keterangannya, Jumat (30/7/2021).

Selain masalah pengakuan, tata cara pelaksanaan ibadah yang jauh berbeda dengan syariat islam, juga menjadi sorotan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia, Amirsyah Tambunan.

"Secara internum berarti dalam kehidupan masing-masing beragama ya. Dalam konteks ini adalah Islam, tentu peribadatan misalnya. Itu ditemukan beberapa literatur bahwa salat berjamaah tidak wajib, kecuali salat berjamaah jenazah. Salat hanya dilakukan 9 rokaat saja satu hari dengan tiga kali salat, masing-masing tiga rakaat, ibadah puasa yang mereka lakukan juga aneh rasanya berbeda. Jadi ini menurut saya adalah salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh mereka-mereka yang ada notabene beragama Islam masuk ke Baha'i. Seperti saya katakan tadi ini ada indikasi kuat terjadi sinkretisme," Ujar Amirsyah.

Sorotan MUI ini ditanggapi Staf Khusus Menteri Agama, Abidal Aziz. Ia mengatakan Baha'i merupakan agama tersendiri atau agama berbeda dan bukan merupakan bagian dari agama lain, terutama Islam. Karena itu, kata Abidal, agama Baha'i tidak bisa disandingkan dengan agama manapun.

"Kementerian Agama beberapa tahun lalu sudah merilis hasil penelitian di Balitbang, terkait dengan Baha'i ini. Hasil penelitian Balitbang Kementerian Agama menyebutkan, Baha'i ini bukan merupakan sempalan atau bagian dari suatu agama tertentu," kata Abidal.

"Yang perlu kita harus dorong lebih maju, kalau menurut saya adalah terkait dengan fakta sosial hari ini. Pertama, konstitusi kita mengamanatkan kebebasan, untuk memeluk agama dan melindungi praktik keagamaan, ini yang penting. Kedua penyebutan enam agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu ini adalah penyebutan atau pengakuan sosiologis," lanjutnya.

Selain pandangan kontra terhadap sikap yang dilakukan Menteri Agama, terhadap umat Baha'i, pandangan pro juga datang dari berbagai kalangan termasuk anggota DPR. Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan sikap yang dilakukan Menteri Agama adalah sikap untuk menjaga persatuan.

"Agama itu dalam konteks, karena itu kan komunitas-komunitas, saya rasa mungkin menatap hanya sekadar menjaga supaya rasa persatuan dan kesatuan. Saya nggak tahu lagi ada apa, mungkin soal budaya dan lain-lain. Tapi saya pikir kalau agama kita sudah sama-sama tahu bahwa ada lima agama yang di aturan kita," kata Dasco.

Dukungan terhadap sikap Menteri Agama juga datang dari Koordinator Jaringan Gusdurian, Allisa Wahid, menurutnya memberi ucapan selamat merupakan salah satu upaya perlindungan dan untuk menghentikan diskriminasi serta menjaga keberagaman. Sehingga hal tersebut penting dilakukan pada semua kepercayaan sekalipun.

Editor: Agus Luqman

  • Baha'i
  • Kementerian Agama
  • Yaqut Cholil Qoumas
  • Toleransi

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Rizal3 years ago

    UAH MENGUPAS TENTANG BAHA'I USTADZ - ADI HIDAYAT https://youtu.be/4BFtBNZH5jo