Dulu, tepatnya kala Orde Baru berkuasa, sulit bahkan hampir mustahil bisa melihat karya mereka. Sebabnya satu; mereka terkait dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) –organisasi seni underbouw PKI.
“Dinamika di balik setiap pelukis luar biasa. Kita semua harus menghargai lewat pameran ini. Bahwa kita pun yang dulu di penjara, namanya harus tetap harum. Karena itu hanya perbedaan ideologi,” ujar Mikke Susanto.
Kurator lukisan, Mikke Susanto tak memungkiri peristiwa G30S yang menuding PKI sebagai dalangnya, telah menghancurkan kehidupan para seniman Lekra, salah satunya Sindudarsono Sudjojono.
Tapi lewat gelaran ini, ia berharap, stigma yang melekat pada seniman Lekra, bisa terhapuskan. “Saya melihat pameran ini untuk memperbaiki banyak borok yang ada disini. Sejarah itu penuh luka, seni menyembuhkannya.”
Tedjabayu, anak sulung Sudjojono mengenal sang ayah sebagai seorang komunis. “Soedjojono adalah seorang komunis. Komunis sosialis,” akunya. Tedja ingat, selama hidup, ayahnya berusaha melepaskan seni dari sudut pandang kolonial. Dia tidak mau terseret pada keindahan. Bagi Sudjojono, lukisan harus bicara kebenaran.
“Rakyat Indonesia ngapain di balik keindahan itu? Ada penderitaan, ada perbudakan, eksploitasi terhadap perempuan, Soedjojono tidak melihat itu. Makanya dia bilang realisme yang ada itu ya realisme sosialis. Realisme yang kepentingannya pada kepentingan rakyat.”
Idealisme itu muncul sejak ia masih ikut berperang. Kala Indonesia mempertahankan kemerdekaan melawan NICA –tentara Belanda, Sudjojono ikut maju bersama kawan-kawan di Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia).
Tedja ingat ayahnya bercerita di sela-sela perang, para seniman ketoprak kerap menghibur mereka untuk menguatkan mental.
“Bapak ikut dalam revolusi. Sampai-sampai ibu itu ngungsi, bapak ngungsi dan langsung bertempur bersama yang lain-lain di sekitar Prambanan. Mereka lawan Belanda. Banyak sekali seniman diajak ke sana. Teman-teman ketoprak, wayang, dan mereka itu selau bergerak. Mereka itu menghibur pejuang di daerah front.”
Pengalaman ikut pertempuran itu melahirkan lukisan Kawan-Kawan Revolusi. Di mana delapan belas wajah pejuang muda dan Tedja kecil diabadikan Sudjojono dalam sebuah kanvas berukuran 95cm x 149cm.
Lukisan itu, kata Tedja, dilatari aksi heroik Dullah –seorang pejuang yang mengebom empat tank Belanda dengan sejumlah bom yang diikatkan di pinggangnya. Lukisan berjudul Kawan-Kawan Revolusi dibeli Sukarno ketika Seniman Indonesia Muda (SIM) menggelar pameran di Yogyakarta pada 1947.
Kecintaan Sudjojono pada Indonesia begitu besar. Tedja ingat jelas ayahnya mewanti-wanti untuk memperlakukan bendera Indonesia dengan penuh rasa hormat.
“Ibu Bapak itu mendidik kami untuk apa ya, sangat menghormati bendera. Mereka cerita. Ini merah putih. Dibayar dengan darah dan air mata. Kalau kamu sampai memegang bendera terkena tanah, itu kamu tidak menghormati.”
Pun ketika ia akhirnya mengundurkan diri dari PKI karena menikahi Rose Pandanwangi, seorang penyanyi seriosa, ideologi dan kecintaannya tidak luntur. Meski saat itu PKI menghapus jejaknya dari sejarah pendirian Lekra. Di media massa, PKI mengumumkan Sudjojono dipecat PKI karena masalah moral.
“Di situ tidak jujurnya PKI. PKI membuat pernyataan bahwa PKI memecat Soedjojono karena moralnya. That’s fine for me. Tapi sebenarnya Bapak cerita sendiri bersama ibu, bahwa sebelum surat itu keluar dia sudah mengundurkan diri. Sangat-sangat salah kalau itu menyelamatkan diri. Sampai mati, Soedjojono tetap Marxist.”
Lukisan tak sekadar goresan cat dan warna, bagi Sudjojono. Di kanvasnya, dia menitipkan dirinya, ideologinya, harapannya untuk Indonesia.
“Sangat tidak menyetujui feodalisme. Mereka semua berpikir tentang bagaimana proletar menjadi lebih baik. Ada namanya konsepsi Bung Karno. Saya cari naskahnya itu enggak ada. Itu yang rumuskan Sudjojono dan Wikana.”
Editor: Quinawaty
[SAGA] Sudjojono: Ini Merah Putih, Dibayar dengan Darah dan Air Mata...
“Ibu Bapak itu mendidik kami untuk apa ya, sangat menghormati bendera. Mereka cerita. Ini merah putih. Dibayar dengan darah dan air mata."

Kamis, 25 Agus 2016 14:30 WIB

![[SAGA] Sudjojono: Ini Merah Putih, Dibayar dengan Darah dan Air Mata... [SAGA] Sudjojono: Ini Merah Putih, Dibayar dengan Darah dan Air Mata...](https://kbr.id/media/?size=730x406&filename=lukisan-sudjojono-di-galeri-nasional-jakarta-foto-antara.jpg)
Koleksi lukisan Sukarno dipamerkan di Galeri Nasional Jakarta. Foto: ANTARA
BERITA LAINNYA - SAGA
Kampung Liu Mulang Teladan Hidup Selaras dengan Alam
Tradisi menjaga lingkungan dilakoni dan diwariskan antargenerasi
Sampah Makanan Penyumbang Emisi
Badan Pangan Dunia FAO bahkan menyebut sistem pangan global sebagai pendorong terbesar kerusakan lingkungan
Menangkal Asap Rokok dan Covid-19 dengan Kampung Bebas Asap Rokok
Momentum pandemi jadi sarana efektif untuk edukasi bahaya asap rokok
Kesehatan Bumi dan Mental
Organisasi psikiater di Amerika Serikat, the American Psychiatric Association, menjelaskan bagaimana krisis iklim ini mengganggu kesehatan mental
Bendrong Menuju Dusun Mandiri Energi dan Pangan
Program rintisan biogas dikembangkan menjadi sistem pertanian terpadu. Ekonomi meningkat dan lingkungan terjaga.
Make Up Baik Untuk Iklim
Tren pemakaian make-up alias dandanan tak pernah mati. Tengok saja YouTube dan media sosial, di sana bertabur aneka konten tutorial berdandan.
Kulon Progo Terus Melawan Asap Rokok
Kebijakan antirokok tetap berlanjut meski ganti pemimpin
Bahaya E-Waste untuk Iklim
Sampah elektronik atau e-waste juga menjadi sumber emisi, sehingga bumi makin panas
Jernang Emas Rimba yang Terancam Punah
Jernang bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari tradisi Orang Rimba menjaga lingkungan
Berhitung Plastik Pada Kopi Senja
Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia. Secara perekonomian, ini tentu baik. Tapi seperti pedang bermata dua, sisi lain industri kopi kekinian mulai mengintai.
Ketika Burgermu Memanaskan Bumi
Tahukah kamu kalau daging lezat yang kamu makan itu berkontribusi pada perubahan iklim?
Adaptasi Petani Kendal Atasi Kekeringan
Kekeringan menjadi langganan petani selama puluhan tahun. Krisis air makin parah akibat perubahan iklim. Strategi adaptasi mulai dirintis kelompok pemuda.
Membangun Rumah Ramah Lingkungan
Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara pula orang menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan. Kali ini, Podcast Climate Tales mengajak kita ‘bedah rumah’ Minisponsible House yuk.
Menjaga Mangrove Pantai Bengkak
Konservasi mangrove untuk cegah abrasi akibat perubahan iklim. Perpaduan dengan wisata edukasi memberi nilai tambah ekonomi bagi warga
Nasib Petani Tembakau di Pulau Lombok
Petani mitra maupun swadaya sulit mendapat penghidupan layak karena ketidakpastian harga tembakau. Pandemi Covid-19 makin membuat nasib mereka terpuruk.
Melambat Bersama Slow Fashion
Industri Fashion adalah polutan terbesar kedua di dunia, setelah minyak dan gas. Tak heran karena dalam prosesnya prosesnya Industri ini banyak mengesampingkan kelestarian lingkungan.
Most Popular / Trending
Recent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Pesan untuk Kapolri Baru terkait Catatan Pelanggaran HAM
Sudah Negatif Covid, Perlu Swab Ulang?
Kabar Baru Jam 8
Strategi Pengusaha Hotel dan Resto Merespons PPKM