SAGA

Menuntut Keadilan di Tanah Serambi Mekkah (1)

Menuntut Keadilan di Tanah Serambi Mekkah (1)

KBR - Menjadi perempuan di Tanah Serambi Mekkah tidaklah mudah. Perilaku dan cara bagaimana berpakaian telah dipasung atas nama hukum Syariat Islam. Dan atas nama Syariat Islam pula, beberapa perempuan justru jadi korban pemerkosaan. Perempuan ini misalnya, kini tengah menanti sidang di Mahkamah Syariah setelah dituding berzinah dengan kekasihnya hanya karena mereka berduaan di dalam rumah. Ia lantas diperkosa oleh delapan laki-laki. Meski di bawah ancaman, perempuan ini berani lantang bicara kalau ia diperkosa. Quinawaty Pasaribu mengurai kisah ini dari Langsa, Aceh. 

“Iya marah. Kemudian saat bercerita tentang pelaku dan menyebut pelaku. Terlihat dari perilakunya, genggaman tangannya, hentakan kakinya. Kemudian setelah dia bisa mengungkapkan semua kejadiannya, dia menangis. Dia merenung, apa yang menjadi kesalahan dia. Dia menganggap mereka sebagai saudara sendiri di desa, di mana dia dibesarkan. Kok tega melakukan ini kepada dia.”

Coco Mahardika, menjelaskan kisah korban dampingannya yang dituduh berzinah, kemudian diperkosa oleh delapan laki-laki. Dua bulan setelah kejadian itu, si perempuan masih trauma, takut ditolak lingkungan desanya.

Demi menjaga kehormatan korban, Coco yang lebih banyak bercerita soal kejadian malam itu. Saat itu korban berada di rumah, di Desa Lhok Bani, Langsa, bersama kekasihnya. “Kan laki-laki yang masuk lewat pintu belakang. Lalu korban lewat pintu depan dengan sepeda motornya. Setelah masuk, ada orang seperti mengetuk jendela. Saat dilihat, buka pintu tidak ada orang. Selang beberapa menit, ada yang mengetuk pintu,dilihat tidak ada siapa-siapa. Dia pun was-was. Makanya teman laki-lakinya disuruh masuk ke dalam lemari. Setelah itu ada ketukan pintu yang ketiga. Itu yang datang tersangka yang saat ini dipenjara. Datang secara baik-baik, sendiri dulu datang. Baru beberapa menit, banyak yang datang,” tutur Coco kepada KBR.


Delapan orang yang ada di depan pintu rumah ini rupanya curiga si korban memasukkan laki-laki ke dalam rumah. Mereka lantas memaksa masuk ke dalam rumah. “Diperiksa, dilihat di bawah tempat tidur. Tidak ada. Lalu kecurigaan muncul, kok ada sepeda motor. Dibuka lemari, terlihat si laki-laki.”


Saat itu si laki-laki hanya memakai sarung, sementara si perempuan memakai daster. Si laki-laki kemudian disuruh keluar dari lemari, setelahnya dipukuli. Kemudian si laki-laki diikat dan dipindah ke ruang sebelah. “Jadi pada saat kejadian, korban perempuan mengalami kekerasan seksual, teman laki-lakinya hanya bisa mendengar apa yang terjadi.”


Korban berkali-kali mengatakan kalau dia dan pacarnya tidak berhubungan seksual. Tapi kedelapan laki-laki itu tak menggubrisnya. “Korban bilang tolong jangan dipukuli teman laki-lakinya. Kemudian, ada beberapa tersangka bilang, kalau mau berhubungan seksual kenapa dengan orang luar kenapa tidak dengan kami? Kemudian korban diam. Lalu korban bilang, kalau kalian mau uang atau apa, saya kasih. Anggapan pelaku, saat mereka minta sesuatu akan dipenuhi. Mereka tidak minta uang, mereka minta menganggap korban melakukan hubungan seksual dengan si laki-laki. Mereka minta yang sama.”


Dari jam 2 sampai 5 pagi, delapan laki-laki secara bergantian memperkosa korban. Dua pelaku memegang erat kedua tangan korban, yang mulutnya disumpal sehingga tak mampu berteriak.


Siksaan tak berhenti di sini. Si perempuan dan laki lantas digiring ke kantor kelurahan. Supaya aksi pemerkosaan mereka tak bocor, korban diancam. “Korban juga mendapat ancaman, jangan kamu ungkapnya apa yang terjadi. Karena kan pihak desa tidak tahu kejadian yang berbeda. Dalam bahasa Aceh, kah jaga kamu, kamu jaga kah, artinya “saya lindungi kamu, kami lindungi kamu”.”


Korban dan pacarnya lantas dibawa ke kantor kelurahan. “Jam 05.00 kemudian, delapan pelaku membawa korban dan si laki-laki ke kantor lurah dan masjid dengan alasan korban dan si laki-laki berbuat khalwat. Di bawa ke masjid untuk disiram air. Termasuk dimandikan ke air comberan baru air bersih. Dari masjid baru ke kantor lurah dan kepala desa berbicara dengan dinas syariah Islam, lalu dibawa ke kantor dinas syariah.”


Sesampainya di Dinas Syariat Islam Langsa, korban menangis sejadi-jadinya. Di situ dia beranikan diri untuk mengatakan,”Saya diperkosa.”


Bagaimana nasib korban selanjutnya?


Baca juga: Menuntut Keadilan di Tanah Serambi Mekkah (2)


Editor: Irvan Imamsyah



  • perkosaan
  • syariah
  • aceh
  • perempuan
  • Toleransi
  • petatoleransi_01Nanggroe Aceh Darussalam_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!