SAGA

Amir Sjarifuddin Pahlawan yang Terlupakan (2)

"Puncaknya, Amir menjadi garda depan kabinet sebagai perdana menteri pada Juli 47 hingga Januari 48. Ia ditunjuk karena dianggap bersih dari fasisme Jepang. Tugasnya ketika itu adalah berunding; agar republik mendapat pengakuan dunia dan sah menjadi negara"

Guruh Riyanto

Amir Sjarifuddin Pahlawan yang Terlupakan (2)
Amir Sjarifuddin, Pahlawan, PKI, Soekarno, Kemerdekaan

Gerakan pendukung kemerdekaan lantas kocar-kacir. Ketika itulah Amir Sjarifuddin berperan penting menyatukan kembali gerakan di bawah Gabungan Politik Indonesia (GAPI). Dalam periode itu, ia juga aktif merapatkan kelompok Kristen dalam gerakan kemerdekaan.

Sejarawan Gereja Jan Aritonang mengatakan,”Amir justru melalui partai yang bersifat nasional, Gerindo (Gerakan Indonesia). Di situ ia mengatakan, “Saya ini seorang Kristen tetapi perjuangan saya tidak terutama dimotifasi oleh kekristenan saya, tetapi oleh nasionalisme saya, tetapi saya mau mengajak kawan-kawan saya Kristen untuk juga ikut dalam gerakan kebangsaan menuju Indonesia merdeka. Pernyataan-pernyataan seperti itu yang berulangkali dicanangkan oleh Amir Sjarifuddin membuat ada perubahaan citra. Orang Kristen itu bukan pendukung Belanda yang notabene penjajah, tapi juga turut berjuang.”

Setelah Indonesia merdeka, Amir Sjarifuddin berduet dengan Sutan Sjahrir memegang peranan penting selama agresi militer Belanda. Ia ditunjuk sebagai sebagai menteri penerangan pada Kabinet Sjahrir, September 45 hingga Maret 46. Setelahnya, ia menjabat menteri pertahanan sejak November 45- Januari 48. 

Kembali sejarawan Bonnie Triyana menuturkan,“Salah satu orang pertama yang mendorong kebebasan pers sebagai Menteri penerangan. Sebagai menteri pertahanan, ia orang yang berhasil membangun fondasi angkatan perang kita. Ciri yang diinginkan Soedirman dan Tan Malaka adalah tentara rakyat seperti yang terjadi di Vietnam. Tidak ada jarak dengan ideologi. Penting bagi orang kiri waktu itu, tentara punya kesadaran berada di kaum buruh dan tani, bukan berpihak pada pemilik modal. Itu keinginan ke depannya kan.”

Tidak mudah menjadi menteri pertahanan pasca perang dunia II. Terlebih lagi, Belanda melancarkan agresi militer ketika Indonesia baru mulai membentuk tentara. Pemerintah yang baru seumur jagung saat itu, belum bisa menyatukan berbagai macam laskar dan belum memiliki cukup persenjataan. Sebagai Menteri Pertahanan, Amir juga mesti mengurus pemulangan tentara Eropa tawanan Jepang di Indonesia. 

Puncaknya, Amir menjadi garda depan kabinet sebagai perdana menteri pada Juli 47 hingga Januari 48. Ia ditunjuk karena dianggap bersih dari fasisme Jepang. Tugasnya ketika itu adalah berunding; agar republik mendapat pengakuan dunia dan sah menjadi negara.

Sejarawan, Wilson Obrigados berkomentar,”Antara 45-48, kita tahu Sekutu sebagai pemenang perang tidak ingin Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang dianggap punya rekam jejak kerjasama dengan Jepang. Hatta dan Soekarno punya rekam jejak itu. Kenapa kemudian Sjahrir yang menjadi perdana menteri dan digantikan dengan Amir? Karena itu memberi keyakinan negara barat untuk mengakui Indonesia. Untuk berunding dengan pemerintah Indoensia yang baru saja merdeka.  Karena itulah terjadi perundingan Linggarjati dan Renville di zaman Amir dan juga Sjahrir. Mereka adalah pemimpin yang bisa meyakinkan negara pemenang perang dunia II bahwa Indonesia bukanlah kelanjutan negara yang dimpimpin oleh orang-orang yang pro Jepang.”  

Persaingan  berbagai partai politik  dipenghujung tahun 1940-an  menumbangkan karir politik Amir . Partai Masyumi dan PNI yang semula mendukung Perjanjian Renville  antara Indonesia dan Belanda pada 17 Januari 1948 berbalik arah. Merasa tidak lagi dipercaya, Amir menyerahkan mandat sebagai perdana menteri kepada Presiden Soekarno.

Wakil Presiden Muhammad Hatta diangkat menggantikan Amir Sjarifuddin. Ia berencana mengurangi jumlah tentara. Rencana itu menuai penolakan yang berujung pada peristiwa Madiun, Jawa Timur 1948. Pemerintahan Hatta menuduh PKI berupaya membentuk negara komunis  dan menyatakan perang terhadap mereka.

Amir Sjarifuddin merupakan salah seorang tokoh PKI. Namun, ia berada di Yogyakarta dalam rangka kongres Serikat Buruh Kereta Api (SBKA) saat peristiwa Madiun meletus. Ia turut ditangkap beserta beberapa kawannya.

Sekitar tengah malam di kompleks makam Desa Ngalihan, kepala Amir Sjarifuddin ditembak oleh seorang letnan polisi militer.

Sejarawan Wilson Obrigadus mengatakan, kematian Amir Sjarifuddin mencerminkan semangat perjuangannya  “Amir itu tokoh yang unik ya. Mungkin peristiwa kematiannya yang dramatis 19 Desember 1948 di Ngalihan, Solo menggambarkan sosok Amir Sjarifuddin. Ketika ia dieksekusi sekitar jam 11 malam, ia memegang Injil. Namun, sebelum dieksekusi ia menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Internasionale, lagu kaum sosialis dan lagu Indonesia raya sebagai lambang ia seorang nasionalis. Inilah jiwa Amir, ia seorang Kristen, nasionalis dan sosialis. Inilah tiga keyakinan yang membuat ia berjuang untuk republik ini.”

Layakah Amir Sjarifuddin menyandang gelar pahlawan nasional?

  • Amir Sjarifuddin
  • Pahlawan
  • PKI
  • Soekarno
  • Kemerdekaan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!