Article Image

SAGA

Kopi Qertoev, Secangkir Kisah Perjuangan dan Nasionalisme dari Gayo (Bagian 2)

Diagram yang menggambarkan citarasa kopi spesial tergantung di lab pribadi Win. (Dok: KBR/ Valda)

KBR, Jakarta- Win Daulat Hasnawi bercerita betapa kayanya cita rasa kopi spesial Indonesia. Anak asli Gayo, Aceh ini sudah 15 tahun lebih memperkenalkan kopi di tanah air.

Bergerilya dari warung ke warung bahkan sampai majelis taklim untuk mengajak orang mencicipi kopi.

Kala itu kopi spesial masih dikonsumsi kalangan terbatas dan didatangkan dari luar negeri. Padahal, kopi lokal lebih variatif tetapi belum diproses optimal, sehingga kualitasnya rendah.

“Harusnya kita punya kopi Indonesia dengan cita rasa Indonesia. Kenapa kita ga buat rumusan sendiri? Harusnya kita bisa riset, ini rasa buahnya kayak buah tekokak atau buah bui, ya buah-buah daerahlah,” ujar Win.

Win sejak dulu menggagas lembaga riset yang fokus pada pengembangan kopi spesial khas Indonesia.

Pria 48 tahun ini mengoleksi berbagai jenis kopi spesial dari Aceh hingga Papua di laboratorium miliknya. Kemudian berdirilah Specialty Coffee Association of Indonesia (SCAI).

“Kita pun tahun 2007 mendirikan asosiasi sekelas SCA dan saya pernah menjadi wakil ketua SCA of Indonesia. Tapi semua kiblatnya mengacu ke Amerika punya, karena Amerika terus riset soal kopi ini,” katanya.

Baca juga: Kopi Qertoev, Secangkir Kisah Perjuangan dan Nasionalisme dari Gayo (Bagian 1)

Win menjadikan rumahnya sebagai etalase kopi nusantara. (Dok: KBR/ Valda).

Lambat laun kopi spesial mendapat tempat di pasar lokal. Permintaan kopi Gayo otomatis meningkat. Situasi ini dimanfaatkan Win untuk meningkatkan kapasitas petani di tanah kelahirannya. Kopi asli Gayo berkembang jadi komoditas berkualitas jempolan.

“Aku membeli kopi di kampung, dengan saudara-saudaraku di sana dengan harga yang mahal. Tapi syaratnya harus dipetik yang merah semua, harus segera dikupas supaya tidak terjadi fermentasi. Dengan sendirinya mereka akan mengubah pola bertani tradisionalnya karena ada kebutuhan yang diminta oleh pembeli,” jelas Win.

Win sempat menjajal pasar ekspor, tetapi berhenti sejak 2010. Rantai dagang yang terlalu panjang merugikan petani. Ia menjelaskan petani lokal akan kesulitan memasarkan secara internasional.

“Kata saya kalau kopi terus diekspor petani kopi tidak pernah kaya. Nenek-nenek itu kamu suruh ekspor, mengerti tidak shipping internasional? Ujung-ujungnya yang dia cari siapa? middle man, middle man akan menentukan harga, menekan harga dari kita,” katanya.

Baca juga: Sulam Arguci: Jaga Budaya, Berdayakan Warga

Di labnya, Win memiliki peralatan lengkap mulai dari penyangrai sampai untuk menyeduh kopi. (Dok: KBR/ Valda)

Pria kelahiran Takengon ini memilih fokus menggarap pasar lokal.

“Saya ingin konsumsi lokal tumbuh sehingga petani bisa direct langsung ke user, dengan menumbuhkan konsumsi lokal. Petani dengan end user bisa berdekatan, sehingga dua-duanya happy,” ujar Win.

Win lebih banyak berperan sebagai penyuplai kopi spesial ke berbagai kafe di Jakarta.

“Aku sekarang mengatakan sebagai petani karena hampir 90% Jakarta supply kopi Gayo dari aku untuk bahan baku,” tambahnya.

Kini Win bisa berbangga karena sudah menunaikan wasiat sang kakek. Gayo semakin dikenal berkat kopi spesialnya yang khas.

“Secara pribadi aku sudah cukup puas aku sudah bisa memperkenalkan Gayo secara nasional bahkan mungkin teman-teman lain sudah memperkenalkan secara internasional,” tutur dia. 

Baca juga: Jernang, Emas Rimba yang Terancam Punah

Win Hasnawi selama 15 tahun berjuang mengenalkan kopi lokal di Jakarta. (Dok: KBR/ Valda)

Meski demikian, Win masih menyimpan asa pribadi, menjadikan Indonesia sebagai rumah kopi dunia.

“Ada mimpi besar yang belum tereksekusi. Indonesia sebagai salah satu rumah kopi dunia, ingin punya event internasional dengan konsep pameran,” kata Win bersemangat.

Win berkukuh perlu dibangun lembaga khusus yang mengurusi kopi khas Indonesia. Lembaga ini juga berwenang memproteksi petani lokal dari praktik bisnis yang curang.

“Bule yang datang ke rumah kopi udah pasti mau cari kopi, kita yang kawal dia untuk ngapain. Sehingga daerah-daerah penghasil kopi tidak dieksploitasi kembali dalam konsep bisnis,” tambah Win.

Terakhir, Win ingin mendirikan sekolah kopi. Ini adalah investasi penting agar kopi Indonesia bisa bersaing di pasar internasional.

“Punya sekolah berbasis kopi karena kita penghasil kopi salah satu penghasil kopi terbesar dunia,” pungkasnya.

Penulis: Valda Kustarini

Editor: Ninik Yuniati