Article Image

SAGA

Kapal Arka Kinari, Keliling Dunia Wanti-Wanti Krisis Iklim

Kapal Arka Kinari saat berlabuh di Malang, Jawa Timur, Juni 2022. Kapal ini berlayar dari Rotterdam, Belanda sejak 2019, keliling dunia berkampanye tentang kri

KBR Malang - Nova Ruth mengenang saat kapal Arka Kinari, pertama kali masuk perairan Indonesia pada 2020.

“Pulau pertama yang menyambut adalah pulau plastik. Mau masuk ke Papua itu. Pulau plastik, yo wes plastik ngambang tapi dadi siji, tapi dowo. Karena terseret arus lalu berkumpul menjadi satu,” kisah Nova.

Kapal Arka Kinari butuh waktu setahun untuk sampai ke wilayah Nusantara, sejak berlayar dari Rotterdam, Belanda pada 2019. Dua samudera, Pasifik dan Atlantik, diarungi. Perjalanan keliling dunia ini merupakan misi Nova dan suaminya, Grey Filastine, untuk menggugah kesadaran tentang krisis iklim.

“Kalau misal ga diseimbangkan dulu paling tidak kita berusaha untuk beradaptasi bagaimana caranya. Apakah dibutuhkan intervensi manusia, dicari metode-metode supaya kita ga terlalu kaget. Sekarang kita ada di dalam krisis iklim aja kan kayak ga ada apa-apa. Nanti pas sudah kena dampaknya, baru bingung,” tutur musisi asli Malang, Jawa Timur ini.

Baca juga: Seruan Transpuan Kampung Duri tentang Perubahan Iklim

Kapal Arka Kinari sampai di Banda Neira disambut kora-kora. Kapal dioperasikan dengan energi terbarukan, sebagai kampanye cegah krisis iklim (Foto: Twan Im/arkakinari.org)

Pilihan berkampanye tentang krisis iklim dengan moda kapal, dilandasi semangat untuk menghidupkan kembali budaya maritim. Nova ingin mengingatkan bahwa laut dan kearifan lokal bisa jadi solusi saat krisis lingkungan melanda daratan.

“Budaya maritim kita dengan kenyataan hari ini itu juga menjauh. Jadi, ngomong nenek moyangku seorang pelaut itu kebanyakan cuma cerita belaka. Penasaran pun tidak dituntaskan oleh cucu-cucunya ini. Penginku mendekatkan lagi, bahwa kita punya kok semangat itu, bahwa aku wong gunung, tapi mudun (turun) laut, yo nyatanya bisa,” ujar Nova.

Selain itu, Nova sadar punya kontribusi atas krisis iklim. Sudah banyak jejak karbon yang dibuatnya karena, misalnya, kerap menggunakan pesawat terbang.

Dulu Nova dan Grey sering diundang ke berbagai belahan dunia karena musik mereka yang sarat aktivisme lingkungan.

“Makanya ini salah satu usaha kita, penebusan dosa. Meskipun paling ga nyampe waktunya, kakean (kebanyakan) dosa. Paling tidak kita melakukan langkah awal,” kata Nova yang selama ini bermukim di Barcelona, Spanyol bersama sang suami.

Baca juga: Berkah Karbon Komunitas Penjaga Hutan Bujang Raba

Pertunjukan perdana pasangan Filastine di atas kapal Arka Kinari di Rotterdam, Belanda. Musik dan seni visual sebagai penyampai pesan bahwa krisis iklim itu nyata. (Foto: Nick Gaffney/arkakinari.org).

Kapal Arka Kinari dijalankan dengan energi fosil yang minim, sebagai bentuk komitmen mencegah krisis iklim. Kapal dengan panjang 18 meter ini dilengkapi panel surya yang bisa memproduksi listrik hingga 3.500 Watt. Energi dari angin juga dimanfaatkan sebagai penggerak.

“Ini ditambahi solar panel, terus sistem pembuatan air, dari air laut berubah menjadi air minum, dikasih wind generator, supaya bisa untuk pertunjukan, paling tidak satu jam. Jadi memang kita cari yang nyaman ditinggali, untuk berkomunitas, tapi bisa dijadikan panggung dan percontohan hidup berkelanjutan, kalau di laut itu bagaimana?” ujar Nova.

Kata Arka berarti bahtera atau kapal, sedangkan Kinari adalah musisi penjaga kehidupan. Kapal Arka Kinari dibuat pada 1947, pasca-Perang Dunia II. Nova dan Grey membelinya dari pasangan Belanda-Norwegia setelah beberapa kali berganti pemilik.

“Kalau nilainya terus terang susah. Sepanjang berkolaborasi, aku sama suamiku selama bertahun-tahun dari 2012 itu, yo habis tabungannya. Untungnya dibantu sama teman-teman. Tapi kapal kita masih lebih miring daripada membeli sebuah pinisi untuk pariwisata. Kalau itu kan kisarannya Rp 4-6 M. Kalau kita masih di bawahnya itu,” tutur Nova.

Baca juga: Kontribusi Berkelanjutan Selamatkan Terumbu Karang

Nova Ruth dan Grey Filastine saat tampil di Malang, Jawa Timur. Mereka mengajak musisi lokal bersuara tentang krisis iklim lewat karya masing-masing. (Foto: KBR/Eko W).

Ada tujuh kru di kapal Arka Kinari, termasuk Nova dan Grey. Saban bersandar, mereka menggelar pertunjukan musik di atas kapal.

Musisi setempat diajak berkolaborasi untuk ikut menyuarakan kesadaran tentang krisis iklim dunia. Salah satunya di kampung halaman Nova di Malang, pada Juni 2022 lalu.

Nova dan Grey menghibur ratusan warga yang datang ke dermaga Pondok Dadap, Sendangbiru.

Di antara tembang dan alunan musik, penonton bisa melihat video-video perjalanan Arka Kinari mengarungi dunia, dalam rangka menggugah kesadaran tentang perubahan iklim.

Pameran dan pertunjukan seni juga digelar di gedung DPRD Kota Malang, dengan tajuk Segoro Gunung. Segoro dalam bahasa Jawa bermakna Lautan.

“Karena logikaku logika Jawa, bahwa segoro itu diurusi, yo gunung harus juga. Jadi memang nyegoro gunung,” ucap Nova.

Selama menjelajah Nusantara, kapal Arka Kinari bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dalam program Jalur Rempah.

“Jadi kita menjadi duta budaya Jalur Rempah. Kita dipercaya untuk menjelajah lima titik, dari Sorong ke Raja Ampat, terus ke Banda Neira, Selayar, Makassar, Bali. Nah, di setiap titik ada eksplorasi kebudayaan dan pertukaran,” ujar dia.

Baca juga: Masyarakat Adat Anggai di Tengah Konsesi Sawit

Kru kapal Arka Kinari disambut di Bali. Mereka berkolaborasi dengan KemendikudRistek dalam program Jalur Rempah. (Foto: dok BNPB Bali).

Seiring perjalanan, gagasan baru terus bermunculan untuk menyebarkan virus positif tentang kesadaran krisis iklim.

“Tahun ini kita ada program namanya Panggilan Melaut, untuk pekerja seni perempuan di Indonesia. Ada 11 orang yang terpilih. Mereka akan ikut bersama kita di beberapa rute perjalanan dan dipilih dua-dua. Itu supaya teman-teman bisa merasakan melaut dan pentingnya melaut, lalu bisa diekspresikan lewat seninya mereka masing-masing,” jelas Nova.

Tiga tahun baru fase awal yang ditempuh kapal Arka Kinari. Nova sadar butuh nafas dan komitmen jangka panjang untuk mengawal isu perubahan iklim.

“Targetnya 7-10 tahun. Kita tahu project ini sangat baru, penerimaan pasti tidak cukup 1-2 tahun, paling tidak 3-5 tahun. Kalau regenerasi kita belum nyampe situ, kita awalnya masih pribadi. Tapi regenerasi dalam aspek-aspek yang lain, kayak ada yayasan, seniman-seniman yang akan mengapresiasi perjalanan kami, itu buat saya termasuk regenerasi spirit-nya,” ujar Nova.

Penulis: Eko Widianto

Editor: Ninik Yuniati