Reporter | : | Ninik Yuniati |
Editor | : | Friska Kalia |
“Semakin banyak suara perempuan di Parlemen bisa mendorong mendorong kebijakan yang lebih ramah perempuan.”
Lusty Ro Manna saat melihat bahan diskusi di laptop (Foto: KBR/Budi)
Kamis, 25 Juli 2019
Hasil Pemilu 2019 menunjukkan, perempuan hanya menduduki 13 persen kursi DPRD Sumatera Utara. Padahal, semakin banyak suara perempuan di Parlemen bisa mendorong mendorong kebijakan yang lebih ramah perempuan. Lusty Ro Manna Malau melihat, kondisi bisa dibalik jika perempuan lebih melek politik. Jurnalis KBR Ninik Yuniati menemui Lusty yang tengah menggelar diskusi di Medan.
KBR, Medan- Jelang pukul 07.00 WIB, Literacy Coffee mulai ramai. Kafe kecil di sudut Jalan Jati II, Kota Medan, Sumatera Utara ini dipenuhi puluhan anak muda.Itu hari, “Komunitas Perempuan Hari Ini” menggelar diskusi.
Seorang perempuan muda terlihat bersemangat menyambut peserta diskusi. Ia adalah Lusty Ro Manna pendiri Komunitas Perempuan Hari Ini. Ketertarikan Lusty pada isu seputar perempuan dan kelompok minoritas membuatnya tergugah membentuk komunitas ini pada Mei 2017 silam.
“Jadi nama ini kan pasti diyakini sebagai optimisme kita bahwa perempuan dari masa ke masa, kebutuhannya pasti akan berbeda. Maka kebutuhan belajarnya juga harus semakin upgrade dan semakin update. Maka dari itu, kita memilih bagaimana nama ini, bisa menjadi nama yang besar, nama yang memiliki harapan, bahwa setiap hari itu, perempuan akan menjadi perempuan hari ini,” kata Lusty.
Malam itu, Komunitas Perempuan Hari ini menggelar sebuah diskusi bertema diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS. Kata Lusty, diskusi semacam ini kerap digelar komunitasnya untuk mengedukasi pemuda tentang berbagai isu.
Tapi jalan masih panjang, suara perempuan masih belum lantang
- Lusty Ro Manna - Pendiri Komunitas Perempuan Hari IniLusty menilai saat ini ada banyak kebijakan yang tidak ramah pada perempuan. Salah satu penyebabnya adalah minimnya suara perempuan di Parlemen. Hasil Pemilu 2019 menunjukkan, perempuan hanya menduduki 13 persen kursi DPRD Sumatera Utara. Padahal, semakin banyak suara perempuan di Parlemen bisa mendorong mendorong kebijakan yang lebih ramah perempuan.
Tapi jalan masih panjang, suara perempuan masih belum lantang. Lusty bertekad membalikkan kondisi itu agar perempuan lebih melek politik.
“Kayak pelecehan seksual, ataupun psikologi soal perempuan, ataupun kebutuhan ibu menyusui ataupun kebutuhan ibu hamil di rumah transportasi umum. Itu kan harus ada perempuan yang berbicara di kursi legislatif. Maka dari itu kan, ini kita akan coba dorong,” katanya.
Di Komunitas Perempuan Hari Ini, Lusty juga menginisiasi ruang diskusi politik.
Jelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019 lalu, sejumlah politikus perempuan lintas parpol diundang berdiskusi. Dari diskusi dengan beberapa calon anggota legislatif perempuan kala itu, ia jadi mengetahui bahwa partai politik kerap skeptis pada caleg perempuan.
“Jadi itu Ade Sandra Purba, dia mantan calon gubernur Sumut. Dia cerita itu tantangannya bagaimana sulitnya dilirik sama partai untuk maju di pemilihan gubernur Sumut. Karena partai sudah pesimis. Jadi beliau katakan, partai itu sering pesimis kalau calonnya perempuan. Ini bisa jadi bahan refleksi kita ke depannya, apa sih yang harus diperbaiki dari politik di Sumut,” cerita Lusty.
Dari diskusi ke diskusi inilah, Lusty berharap minat perempuan untuk terjun langsung ke dunia politik makin besar. Karenanya, ia memastikan, ruang diskusi tetap nonpartisan.
“Dari awal kita sudah jelaskan kita sudah briefing bahwasanya ini ruangnya adalah ruang pembelajaran, bukan ruang untuk kampanye atau bagaimana. Kita berkomitmen supaya nggak ada pihak tertentu politisir ruang ini,” ujarnya.
Diskusi ini menarik banyak minat pemuda di Medan. Sekar Nasli adalah salah satunya. Mahasiswi studi jurnalisme di kampus ini mengaku, berbagai diskusi yang digelar Komunitas Perempuan Hari Ini membantu ia melek soal politik dan kebijakan.
“Saya baru tahu, di kursi DPR wanita itu cuma dikasih 30 persen kesempatan untuk mengisi. Di situ kami dibukakan bahwa wanita itu masih kurang diikutkan dalam kontribusi politik. Ada semacam motivasi sebagai perempuan harus benar-benar melek politik dan bukan menabukan politik. Bahwa politik itu untuk semua gender bukan hanya didominasi laki-laki. Kita perempuan juga harus punya suara untuk Negara,” kata Sekar.
Gerak Lusty tak berhenti di Medan. Ia ingin menggandeng kerjasama antara komunitas Perempuan Hari Ini dengan gerakan perempuan lainnya di tanah Sumatera Utara.
“Kan banyak aktivits-aktivis perempuan tapi tidak semuanya menyatu. Itu persoalan di Sumut juga. Kalau bisa dikatakan ide orang Sumatera itu luar biasa, tapi kalau misalkan dibilang, bisa nggak kumpul semua? Belum tentu. Makanya ini kan jadi tantangan juga. Dengan adanya diskusi ini, semoga ini bisa mempererat hubungan antarperempuan dulu, sebelum kita melawan patriarki," tegasnya.