SAGA

Akhir Kisah Dolly, Lokalisasi Terbesar Asia Tenggara

"KBR - Pemerintah Kota Surabaya tampaknya masih harus bekerja keras menutup lokalisasi prostitusi Dolly. Meski deklarasi penutupan telah dialkukan, namun ribuan pekerja seks enggan angkat kaki dari lokalisasi terbesar se Asia Tenggara itu."

Gun Gun Gunawan & Eko Widodo

Sejumlah Pekerja Seks Komersil (PSK) mengurus administrasi pengambilan dana kompensasi penutupan lok
Sejumlah Pekerja Seks Komersil (PSK) mengurus administrasi pengambilan dana kompensasi penutupan lokalisasi Dolly-Jarak di Markas Koramil Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (19/6). (Foto:

KBR - Pemerintah Kota Surabaya tampaknya masih harus bekerja keras menutup lokalisasi prostitusi Dolly. Meski deklarasi penutupan telah dialkukan, namun ribuan pekerja seks enggan angkat kaki dari lokalisasi terbesar se Asia Tenggara itu. Bahkan ada rencana para pekerja seks akan kembali beroperasi pasca bulan Ramadan.

Ratusan wanita berjejer di halaman kantor Koramil Sawahan, Surabaya, Jawa Timur. Beberapa diantara mereka berkerudung, dan sebagian lainnya memakai masker. Ada juga yang mengenakan kacamata hitam. Mereka semua pekerja seks dan mucikari yang biasa mangkal di pusat lokalisasi  Dolly. Mereka antri mengambil uang kompensasi dari pemkot pasca tempat mencari nafkahnya ditutup. Selain mereka, masih ada seribuan pekerja seks lainnya yang akan menerima duit kompensasi itu. Maklum, lokalisasi Dolly tercatat salah satu yang terbesar di Asia Tenggara. Jumlah pekerja seks di sana mencapai hampir 1.500 orang. Supaya rencana penutupan lokalisasi berjalan mulus, Pemerintah harus mengucurkan dana hingga hampir Rp 9 miliar.

Deklarasi penutupan Dolly dihadiri oleh sekitar seratusan pekerja seks. Mereka dijanjikan menerima uang bantuan untuk usaha. Totalnya Rp 7,3 miliar dari kementerian sosial dan Rp 1,5 miliar dari pemerintah provinsi Jatim. Sementara bagi 311 mucikari bantuan uang didiberikan  dalam bentuk rekening tabungan.

Namun, menurut  Koordinator Front Pekerja Lokalisasi (FPL) Saputra peserta  yang hadir saat acara deklarasi bukan pekerja seks yang biasa mangkal di Dolly. “Hanya satu wisma yang setuju ditutup (Barbara) sisanya itu PSK yang tiga bulan lalu keluar dari Dolly. Mereka dipanggil lagi sama Pemkot. Hal semacam ini bukan kali ini saja. Sudah dua kali ada seperti ini. Dulu juga ada aksi mendukung penutupan tapi ternyata yang aksi para pemulung yang dibayar untuk pura-pura jadi PSK,” ujarnya.

Saputra menegaskan, pihaknya tidak akan menutup lokasi bisnis esek-esek tersebut. Selain tidak mendapat undangan dari Pemkot Surabaya, mereka juga tidak mau kehilangan penghasilan dari bisnis basah tersebut. Menanggapi penolakan itu, Walikota Surabaya Tri Rismaharini tetap berkukuh pada rencananya. Menutup tempat prostitusi legendaris itu. Dia mengimbau agar para pekerja seks dan mucikari segera mengambil uang kompensasi itu. “Ya, bantuan disalurkan selama 5 hari”, ujarnya dalam jumpa pers di ruang kerjanya waktu itu.

Risma menambahkan, bagi para pekerja seks uang kompensasi diberikan sebesar lebih dari Rp 5 juta. Sedangkan untuk mucikari uang kompensasi sebesar 5 juta rupiah. Para PSK dan mucikari yang berhak mendapatkan uang kompensasi sebanyak hampir 1500 orang. Tapi selain memberikan uang kompensasi, Pemkot Surabaya juga rencananya akan membeli seluruh wisma di Dolly untuk diubah menjadi tempat bisnis. Namun, hal itu juga ditolak oleh FPL. “Tidak pernah ada penawaran seperti itu. Kalaupun ada, kami tidak akan mau. Siapa coba yang rela menjual tempat usahanya? Seluruh warga Surabaya tahu Risma itu pembohong.”

Menanggapi polemik itu, Komnas HAM menilai langkah Wali Kota Tri Rismaharini menutup Dolly sudah tepat. Anggota Komnas HAM, Nurholis. Tapi dia menilai pemberian uang kompensasi dari Pemkot tidak tepat jika dimaksudkan untuk mengeluarkan para pekerja seks dari dunia prostitusi. “Kami setuju itu kalau tujuannya menghapus perdagangan manusia. Tapi Pemkot harus memikirkan ke depannya juga. Jangan sampai hak para PSK mendapatkan penghasilan hilang begitu saja.”

(Bersambung ke bagian 2)

Editor: Irvan Imamsyah

  • dolly
  • jarak
  • lokalisasi
  • surabaya
  • Toleransi
  • petatoleransi_10Jawa Timur_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!