KBR, Jakarta - Di sebuah rumah petak di Kampung Buaran, Jakarta Timur, belasan ibu-ibu berkumpul. Di dalam bangunan seluas 4x5 meter itu, tak banyak perabot. Hanya tikar yang digelar sebagai alas duduk. Serta, sebuah kipas angin untuk menghalau gerah.
Rumah itu sudah belasan tahun jadi markas Koperasi Sejahtera yang anggotanya mayoritas ibu-ibu prasejahtera dan tengah memulai bisnis rumahan.
"Yuk buk kita mulai aja yuk. Kita mulai saja pertemuan Koperasi Sejahteranya. Sebelumnya kita baca doa sebelum janji koperasi ya," ucap Max kala memulai pertemuan.
Max Andrew Ohandi adalah pendiri koperasi. Ketika ditemui KBR, ia sedang menunggu kehadiran anggota koperasi yang rutin dilakukan.
Ia bercerita, Koperasi Sejahtera dimulai pada 2011 silam. Ide tersebut lahir dari gagasan Graamen Bank milik Muhammad Yunus, ekonom asal Bangladeh.
"Awal penggerak seorang mahasiswa ekonomi UI, Joni Tehrua. Diskusi-diskusinya mulai tahun 2010 dan baru berjalan 2011. Ia kumpulkan dana dari alumni ekonomi untuk bangun koperasi yang terinspirasi dari Graamen Bank Muhammad Yunus untuk menanam modal bagi ibu-ibu rumah tangga yang tidak mampu atau prasejahtera," ungkap Max.
Konsep Graamen Bank sebetulnya sederhana, bagaimana memberdayakan perempuan-perempuan prasejahtera untuk menggeliatkan ekonomi keluarga mereka.
Perempuan disasar karena dinilai lebih ulet dalam menjalankan usaha dan memprioritaskan keluarga juga pendidikan anak-anak mereka.
Ide ini pun meraih The Nobel Peace Prize pada 2006 dan telah ditiru di lebih dari seratus negara.
Berkaca pada gagasan itulah, Max dan teman-temannya lantas mengadopsi konsep serupa. ”Kenapa kita pilih ibu-ibu rumah tangga? Kita pilih, karena mereka lebih fokus dan lebih ulet dalam usaha mikro. Dan mereka juga lebih peduli dengan pendidikan anaknya, ketimbang suami kalau kita kasih modal."
Kini total ada 220 perempuan yang bergabung menjadi nasabah. Mereka berasal dari daerah Kampung Sumur Duren Sawit, Malaka Asri Pondok Kopi, Kampung Jembatan Penggilingan Cakung, dan Teluk Naga Tanggerang.
Daerah-daerah itu menurut Max, secara demografi tergolong miskin, dimana pekerjaan warga setempat kebanyakan PRT, pedagang kelontong, hingga pemulung.
Tapi tak sembarang orang bisa menjadi nasabah. Kata Max, akan ada survey terlebih dahulu.
Koperasi Sejahtera juga tak sembarang meminjamkan uang. Ada syarat-syaratnya; semisal statusnya orangtua tunggal, sudah punya usaha yang siap dikembangkan, dan bersedia datang pertemuan rutin dengan sistem tanggung renteng.
Tapi tenang, di sini tak ada denda bagi mereka yang terlambat mengembalikan pinjaman.
"Jadi kita beda dengan bank keliling. Kalau bank keliling kan hanya memberi pinjaman pada ibu-ibu dan masa bodoh mau dipakai apa, kosmetik atau apa yang menjadi beban utang yang harus dibayar. Nah kalau kita dianjurkan dan diwajibkan nasabahnya ketika kita kasih uang untuk usaha."
Hanya saja, jika pinjaman itu digunakan tak sesuai syarat yang ditetapkan, maka ada konsekuensi harus ditanggung; uang ditarik kembali.
Pinjaman yang diajukan mulai dari 1 juga hingga 15 juta. "Kalau mereka ketahuan tidak dipakai untuk usaha, jika ada salah satu anggota yang melaporkan, modalnya langsung kita tarik dan untung dibagi sesuai yang disepakati. Begitu juga yang melaporkan kita kasih hadiah karena kita selalu bilang sama mereka kalian ke depannya ada sistem tanggung renteng. Itu kalau ada satu yang tidak bayar, maka tiga orangnya lagi nalangi. Jadi harus solid."
Lalu bagaimana hasilnya? Salah seorang nasabah, Kartini, sedang menjalani usaha jamu gendong. Meski baru tiga bulan bergabung dengan Koperasi Sejahtera, ia berharap setahun ke depan, anaknya bisa membuka kios jamu.
Pasalnya, usaha tersebut sudah turun temurun di keluarganya. "Saya Kartini, menjual jamu. Bergabung koperasi, uangnya ya untuk muter," imbuhnya.
Maryani juga demikan. Kini, ia menjual sayur dengan menggunakan pesan singkat (SMS). Dengan begitu pesanan akan langsung diantar ke rumah pelanggan. Cara ini menurutnya lebih menguntungkan.
Max Andrew pun punya harapan; tahun ini nasabah Koperasi Sejahtera mencapai 500. “Kita rencana naikkan nasabah tahun ini kita targetkan 260 nasabah untuk naik jadi ada sekitar 13 kelompok jadi kalau dari kemarin dengan penggabungan ini ada 500 orang memberdayakan ibu-ibu.”
Ia yakin, konsep semacam ini cocok untuk Indonesia. Sebab bantuan yang diberikan kepada perempuan akan langsung terasa manfaatnya.
"Karena di Indonesia menurut saya membangun base keluarga. Jadi ketika membangun keluarga pelayanannya bisa holistik. Ibunya yang kita layani, tapi secara otomatis anak dan suami terlayani," tutup Max.
Editor: Quinawaty Pasaribu
Koperasi Sejahtera ala Max Andrew Ohandi
”Kenapa kita pilih ibu-ibu rumah tangga? Kita pilih, karena mereka lebih fokus dan lebih ulet dalam usaha mikro. Dan mereka juga lebih peduli dengan pendidikan anaknya, ketimbang suami."

Sabtu, 14 Mei 2016 16:44 WIB


Max Andrew Ohandi, pendiri Koperasi Sejahtera (kanan) bersama ibu-ibu di Kampung Becek Jakarta Timur. Foto: Facebook Max Andrew Ohandi.
BERITA LAINNYA - SAGA
Kampung Liu Mulang Teladan Hidup Selaras dengan Alam
Tradisi menjaga lingkungan dilakoni dan diwariskan antargenerasi
Sampah Makanan Penyumbang Emisi
Badan Pangan Dunia FAO bahkan menyebut sistem pangan global sebagai pendorong terbesar kerusakan lingkungan
Menangkal Asap Rokok dan Covid-19 dengan Kampung Bebas Asap Rokok
Momentum pandemi jadi sarana efektif untuk edukasi bahaya asap rokok
Kesehatan Bumi dan Mental
Organisasi psikiater di Amerika Serikat, the American Psychiatric Association, menjelaskan bagaimana krisis iklim ini mengganggu kesehatan mental
Bendrong Menuju Dusun Mandiri Energi dan Pangan
Program rintisan biogas dikembangkan menjadi sistem pertanian terpadu. Ekonomi meningkat dan lingkungan terjaga.
Make Up Baik Untuk Iklim
Tren pemakaian make-up alias dandanan tak pernah mati. Tengok saja YouTube dan media sosial, di sana bertabur aneka konten tutorial berdandan.
Kulon Progo Terus Melawan Asap Rokok
Kebijakan antirokok tetap berlanjut meski ganti pemimpin
Bahaya E-Waste untuk Iklim
Sampah elektronik atau e-waste juga menjadi sumber emisi, sehingga bumi makin panas
Jernang Emas Rimba yang Terancam Punah
Jernang bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari tradisi Orang Rimba menjaga lingkungan
Berhitung Plastik Pada Kopi Senja
Indonesia adalah salah satu negara dengan konsumsi kopi terbesar di dunia. Secara perekonomian, ini tentu baik. Tapi seperti pedang bermata dua, sisi lain industri kopi kekinian mulai mengintai.
Ketika Burgermu Memanaskan Bumi
Tahukah kamu kalau daging lezat yang kamu makan itu berkontribusi pada perubahan iklim?
Adaptasi Petani Kendal Atasi Kekeringan
Kekeringan menjadi langganan petani selama puluhan tahun. Krisis air makin parah akibat perubahan iklim. Strategi adaptasi mulai dirintis kelompok pemuda.
Membangun Rumah Ramah Lingkungan
Ada banyak jalan menuju Roma. Ada banyak cara pula orang menunjukkan kepeduliannya pada lingkungan. Kali ini, Podcast Climate Tales mengajak kita ‘bedah rumah’ Minisponsible House yuk.
Menjaga Mangrove Pantai Bengkak
Konservasi mangrove untuk cegah abrasi akibat perubahan iklim. Perpaduan dengan wisata edukasi memberi nilai tambah ekonomi bagi warga
Nasib Petani Tembakau di Pulau Lombok
Petani mitra maupun swadaya sulit mendapat penghidupan layak karena ketidakpastian harga tembakau. Pandemi Covid-19 makin membuat nasib mereka terpuruk.
Melambat Bersama Slow Fashion
Industri Fashion adalah polutan terbesar kedua di dunia, setelah minyak dan gas. Tak heran karena dalam prosesnya prosesnya Industri ini banyak mengesampingkan kelestarian lingkungan.
Most Popular / Trending
Recent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Pandemi dan Kesejahteraan Jurnalis dalam Krisis
Kabar Baru Jam 8
Seperti Apa Tren Wisata 2021?
Kabar Baru Jam 10