SAGA

Catatan Sejarah Sang Demonstran

"Mereka menyerukan tuntutan reformasi. Mulai dari desakan turunkan harga yang melambung akibat krisis moneter sampai pergantian Presiden Soeharto yang sudah berkuasa lebih dari 30 tahun."

Nur Azizah

Catatan Sejarah Sang Demonstran
Rizky Rahmawati Pasaribu, Trisakti, Tragedi Mei, Reformasi, Jakarta

KBR68H - Mulai hari ini hingga 21 Mei mendatang, SAGA KBR68H menyiapkan laporan lima belas tahun gerakan reformasi. Upaya kecil untuk melawan lupa. Kali ini kami mengajak Anda menyimak kesaksian salah satu mahasiswi yang menjadi korban Tragedi Trisakti 12 Mei 1998. Dalam peristiwa kelabu tersebut empat mahasiswa Trisakti meregang nyawa ditembak aparat. Jakarta lantas di amok massa, yang berujung terjungkalnya Presiden Soeharto dari singgasana kekuasaanya.

Malam di Jalan Kyai Tapa Grogol, Jakarta Barat. Waktu menunjukan pukul 23 WIB. Rizky Rahmawati Pasaribu, akrab disapa Kiky mengajak saya ke depan kampus Trisakti. Menapak tilasi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah republik, 15 tahun silam.  Perempuan 33 tahun tersebut, ikut menjadi saksi sejarah sekaligus menjadi korban. Saat itu ia terkapar di aspal, akibat diterjang peluru karet aparat. Kejadian ini bermula saat ribuan mahasiswa dan civitas akademika Trisakti, 12 Mei 1998 akan berunjuk rasa ke luar kampus menuju Gedung DPR/MPR.  

Sebelum bergerak mereka menggelar aksi damai di pelataran parkir kampus. Massa yang memadati aksi siang itu terdiri dari mahasiswa, dosen, dan karyawan kampus Trisakti. Mereka menyerukan tuntutan reformasi. Mulai dari desakan turunkan harga yang melambung akibat krisis moneter sampai pergantian Presiden Soeharto yang sudah berkuasa lebih dari 30 tahun.   

Orasi yang disampaikan mahasiswa mulai memanaskan massa. Ribuan mahasiswa pun tak sabar ke luar gerbang kampus. Mereka berniat menyuarakan aspirasi kepada DPR. Kiky, ikut dalam aksi demonstrasi petang itu. Tapi baru sekitar 200 meter dari gerbang kampus, barisan mahasiswa mulai dihadang aparat. Pihak kampus lantas meminta mahasiswa kembali ke dalam kampus, kenang Kiky.

"Jam 5 sore dari kampus datang. Kita lagi duduk duduk. Orangnya bilang, mbak, mas, balik deh balik, pulang, pulang. Ini, kan, sudah sore. Terus teman aku bilang. Iya, jam 5 udah mesti ‘clear’,” ucap Kiky. 

Dia menambahkan,"Akhirnya sudah aku bawa spanduk. Digulung, kan, spanduknya saat itu basah. Aku jalan, berdiri. Trus si temenku jalan jalan jalan. enggak jauh kok aku inget, ini aku sudah melihat jembatan penyeberangan. Tapi trus dari belakang dia (teman-red) jalan makin cepet, kan. Trus dari belakang sudah mulai pada lari. Terus temanku bilang, Ki lari, Ki, lari buruan. Iya, iya. Kubilang. Habis dia ngomong kayak gitu, dia lari. Cepet banget larinya."

Kiky melanjutkan ceritanya, "Dari belakang aku denger tembakan. Mulai ada tembakan. Jadi begitu ada denger tembakan di belakang sudah mulai berdesak-desakan mahasiswa. Pada lari semua. Nggak lama kemudian aku ngerasa itu  seluruh tubuh dari atas sampai bawah itu kesemutan. Mulai lemas, terus aku melihat ke bawah, dan akhirnya terjatuh."

Kiky pingsan. Massa kocar-kacir akibat tembakan membabi-buta aparat. Aparat keamanan lantas membawa Kiky menuju gedung bekas kantor Walikota Jakarta Barat, tak jauh dari Kampus Trisakti dan Tarumanegara. “Habis itu dari sini, fotonya mas Bea itu, aku lagi dipapah, dibawa ke sini. Ini seharusnya di sini ada pintu kecil. Trus di sini, ini kan ada kayak bekas bangunan ini,” jelas Kiky menjelaskan bangunan yang ada di sekitar lokasi.

Beawiharta yang disebut Kiky tadi adalah pewarta foto yang ikut meliput aksi unjuk rasa.   “Waktu pas sebelum aku benar benar sadar banget, aku memang sempat inget, saat  badan diseret sepatuku copot. Minta tolong. Pak sepatu saya copot, pak, tolong. Trus begitu aku sadar ada yang masuk ke dalam, mbak ini sepatunya cepetan pakai. Ayo sini cepetan ikut saya. Pas lihat ada satu cewek mahasiswa juga. Saya lupa namanya siapa. Itu begitu lihat saya langsung peluk saya nangis. Langsung nangis. Merinding. Trus dia bilang kamu nggak papa.”

Bagaimana nasib Kiky selanjutnya?

  • Rizky Rahmawati Pasaribu
  • Trisakti
  • Tragedi Mei
  • Reformasi
  • Jakarta

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!