Article Image

SAGA

Aksi Bela Rasa ala Milenial

Influencer Suhendra Fu menggalang dana untuk membangun kembali PAUD Madani Akbar di Tangerang, Banten. (Dok: KBR/ Valda)

KBR, Jakarta - Media sosial berperan besar menyebarkan informasi. Kekuatan inilah yang dimanfaatkan Influencer Suhendra Fu. 

Konten bagi-bagi rezeki milik pria 34 tahun ini viral karena dianggap unik oleh warganet tak biasa. Salah satunya saat ia membeli es kopi di pedagang kopi keliling. Bukannya membayar Rp4 ribu, Suhendra justru membayar 100 kali lipat atau Rp500 ribu.

Aksi yang dinamai Senang Lihat Orang Lain Senang ini, dimulai Suhendra sejak September 2021 lalu. Berbagai video aksi sosialnya diunggah ke beragam platform media sosial dan telah ditonton ratusan ribu kali.

Aksi lain yang kerap dilakukan Suhendra adalah mentraktir makan. Ia memasang papan bertuliskan “Silakan Makan, Saya Traktir,” untuk menarik orang datang.

“Saya sih lebih ke memborong (makanan) warung ya. Jadi bisa membantu ibu warung, juga membantu orang-orang yang lewat,” kata Suhendra saat ditemui di Tangerang, Banten beberapa waktu lalu.

Baca juga: Sepeda Adaptif untuk Permudah Akses Difabel

Tangkapan layar konten-konten berbagi di kanal Youtube Suhendra Fu. (Dok: Youtube Suhendra Fu Show)

Gerakan Senang Lihat Orang Lain Senang dipicu momen saat Suhendra membantu rekannya mengikuti sebuah seminar.

“Saya membayar seminar tersebut dan dia sangat senang sekali. Ketika dia senang, saya ikut senang. Saya mendapat pencerahan bagaimana kalau saya bisa membantu banyak orang lagi,” kenang Suhendra.

Mulanya Suhendra mendanai sendiri aksi-aksinya. Lambat laun, donasi pun mengalir dari followers di media sosial.

“Mereka ikut membantu, ada yang memberikan goodie bag, ada yang memberikan produk dari mereka, pas saya ada di jalanan,” ujarnya.

Pria asal Medan, Sumatera Utara ini makin bersemangat melakukan aksi lebih besar. Pada Desember 2021, ia menggalang dana untuk membangun kembali PAUD Madani Akbar di Kabupaten Tangerang, Banten.

“Saya dapat informasi dari teman-teman, lalu mengecek keadaan. Tadinya sekolah ini cuma berbentuk tembok tikar dan atapnya juga bocor. Jadi pas musim hujan anak-anak tidak bisa belajar,” kata Suhendra.

Baca juga:

Ada Asa di Balik Tumpukan Sampah (Bagian 1)

Ada Asa di Balik Tumpukan Sampah (Bagian 2)

Suhendra Fu didampingi Kepala Sekolah PAUD Madani Akbar, Jaelani meresmikan bangunan baru sekolah. (Dok: KBR/ Valda)

Dalam dua pekan, dana yang terkumpul mencapai puluhan juta rupiah. Sekolah itu kemudian dibangun kembali pada awal 2022 dan rampung dalam tempo sebulan.

Pada 22 Februari 2022 bangunan baru PAUD Madani Akbar diresmikan. Acara dihadiri Suhendra dan Kepala Sekolah Madani Akbar Jaelani.

Selain perbaikan gedung, sekolah juga menerima bantuan sarana penunjang seperti meja, kursi dan loker.

“Anak-anak harus diajarkan dari kecil belajar dan edukasi supaya bisa mempunyai pondasi untuk ke depannya. Jika tidak, takutnya ke depannya akan malas belajar,” ucapnya

Kepala Sekolah PAUD Madani Akbar, Jaelani berterima kasih atas bantuan para donatur.

“Kita cuma dapat BOP (Bantuan Operasional Pendidikan). Itu pun tidak boleh untuk pembangunan, hanya untuk proses pembelajaran saja, karena ada juknisnya. Ini tidak bisa diutarakan, senang banget pokoknya. Soalnya ini doa saya lama sekali karena saya prihatin melihat kondisi (gedung) anak-anak bocor,” tutur Jaelani.

Baca juga: Bookhive, Pustaka Mini Ramah Pandemi

Suhendra Fu mendirikan gerakan Saya Senang Lihat Orang Senang dipicu pengalaman pribadi. (Dok: KBR/ Valda)

Bagi Suhendra, kedermawanan bukan hal baru.

“Sebelumnya saya tergabung di Charity Group Indonesia. Tetapi saya pengin bergerak sendiri supaya bisa membantu langsung terjun ke lapangan,” ujarnya.

Namun, tak mudah menggelar aksi filantropi di tengah pandemi.

“Saya pernah mau bagi goodie bag tapi jadi pada berebut, tidak taat antrean. Jadinya kalau mau bagi-bagi pas ada keramaian agak was-was,” jelasnya.

Alumni Universitas Tarumanegara, Jakarta ini bakal terus menggalang aksi bela rasa untuk sesama.

“Saya pengin membuat yayasan untuk masyarakat yang terpencil. Karena akses mereka susah, secara tidak langsung untuk mendapat pendidikan, kadang menjadi lebih sulit sehingga desa tersebut tidak akan maju,” pungkas Suhendra.

Penulis: Valda Kustarini

Editor: Ninik Yuniati