Di era kepemimpinan Soekarno, seniman yang tergabung di Sanggar Bumi Tarung dimudahkan berkarya. Hasil buah pikir dan rasa mereka banyak menghiasi kota kala menyambut tetamu negara.
Namun, huru-hara politik 1965 mengubah segala manis yang dikecap para seniman itu. Kepemimpinan berganti. Rezim orde baru menangkapi dan, membunuh seniman bumi tarung yang menjadi jaringan Lekra--organisasi kesenian afiliasi PKI.
Puluhan tahun dalam cengkraman Orba nyatanya tak mematikan jiwa seni para seniman Sanggar Bumi Tarung. Yang berbeda, ideologi harus ditanggalkan. Demi menyambung hidup, beberapa di antaranya terpaksa menjadi seniman jalanan dengan imbalan murah. Pada 2012, KBR menyusun cerita mereka.
Bukan hanya Sanggar Bumi Tarung, 2007 silam, cerita tentang organisasi
tani yang dibubarkan lantaran berafiliasi dengan PKI juga turut disusun.
Organisasi itu bernama, Barisan Tani Indonesia (BTI).
Reporter KBR menemui Samsir Mohamad, satu-satunya anggota BTI yang
terisa. Pada 1970, ia dibuang ke tanah pengasingan, Pulau Buru sembilan
tahun lamanya. Begitu dibebaskan, stigma komunis terus melekat. Tak
satupun keluarga yang mau menampungnya.
Namun Samsir, tak menyimpan dendam. Ia mengisahkan kepada KBR, bagaimana melanjutkan hidup pasca tragedi Oktober 1965.
Pada 2009, kami menerima kabar, Samsir Mohamad berpulang.
Putra keempat petinggi Partai Komunis Indonesia PKI, Irina menyebut nasib bapaknya itu serba gelap. Kuburannya, jika ia telah meninggal, pun tak diketahui.
Setelah subuh 01 Oktober 1965, keluarga Njoto harus berpindah-pindah. Tak hanya itu, istri dan tujuh anaknya pun akhirnya harus merasakan pengapnya ruang tahanan. Svetlana Dayani, putri sulung Njoto, bahkan menjadi saksi hidup penyiksaan kala itu.
Sudjinah berpulang, pada September 2007.
Pada 2014, Reporter KBR menemuinya. Tahun ini, kami kembali mendengarkan puisi itu dibacakan di Simposium Nasional Tragedi 1965.
Pembasmian anggota PKI dan orang-orang yang dituding berafiliasi dengan partai politik tersebut dijadikan latar karya sastra Martin Aleida. Ia melakukan itu, meski paham, karyanya akan sepi penghargaan.
Salah satu karyanya bertajuk "Mangku Mencari Doa di Daratan Jauh".
"Mangku,
tak sudi mati di tanah tumpah darahnya, Bali. Tidak! Hidup terlalu
menyesakkan hingga dia bersumpah lebih baik mati di daratan yang jauh.
Tak pernah ia bayangkan jasadnya akan diantar ke kayangan bersama api
ngaben yang meliuk."
Begitu, nukilan yang diambil dari salah
satu cerpennya. Martin, Veteran cerpenis Indonesia itu turut dipenjara
pasca tragedi 1965/1966. Reporter KBR menemuinya pada 2014.