BERITA

Dibalik Layar Redaksi Hidayatullah.com

Dibalik Layar Redaksi Hidayatullah.com

KBR, Jakarta - Di Jalan Cipinang Cempedak 1 Jakarta Timur, berdiri gedung situs Hidayatullah.com. Gedung berlantai dua itu terletak di kompleks Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hidayatullah. Sebuah organisasi Islam yang bergerak di bidang dakwah dan pendidikan.  

Pemimpin Redaksi Hidayatullah.com, Mahladi, menerima kedatangan KBR siang itu. “Ini kan satu komplek dengan DPP, bawahnya sekolah gratis, tapi untuk anak-anak bermasalah, yang tak pernah dididik di pinggir2 pantai. Ada yang daftar, ada yang mengusulkan. Ada yang berhasil ada yang engga. Pada nginep sini. Ada tempatnya. Ini majalah dan situsnya disini. Sebagian di Surabaya. Koordinasinya kebetulan banyak di Jakarta jadi isunya disini,” tambahnya.


Situs ini lahir 19 tahun lalu di bawah naungan Kelompok Hidayatullah Media. Hidayatullah.com menyajikan berbagai berita dari sudut pandang Islam. Semisal berita berjudul "Definisi Radikal Sudah Tercemar" di rubrik nasional edisi Minggu, 19 April lalu. Tulisan tersebut berisi komentar tokoh agama tentang definisi radikal.


Hidayatullah punya 10 reporter di Jakarta dan para koresponden di daerah dan luar negeri, yang ditugaskan meliput berita sesuai arahan redaktur. Proses berita dilimpahkan kepada redaktur, sebagai proses editing. Redaktur pelaksana dan redaktur kajian Hidayatullah.com berada di Surabaya Jawa Timur, sedangkan redaktur luar negeri berada di Ibu Kota. “Fitrah kami adalah sesuai organisasi bahwa Hidayatullah tidak mendukung ISIS," ungkap Mahladi.


Saat KBR berkunjung ke ruang redaksi Hidayatullah.com, tampak sepi. Hanya ada beberapa orang bagian marketing dan redaktur majalah.


Menurut Mahladi, awak medianya sedang bertugas di beberapa tempat sesuai arahan redaktur. Namun, ada juga wartawan yang ditugaskan pada satu tempat. Semisal gedung Majelis Ulama Indonesia (MUI).


“Redaksi ada 10 orang. Reporter menggarap semua. Kita ini kan karena kelompok, jadi semua menggarap semua. Redaktur di online ada empat orang. Reporternya cukup banyak, di daerah juga," kata dia.


Untuk menentukan pengejaran berita di lapangan, Hidayatullah.com mengambil beberapa tema yang sesuai dengan visi misi organisasi Islamya. Kembali Mahladi.


“Semua berita bisa diberitakan tetapi tergantung sudut pandang. Seperti bom di Tanah Abang. Itu kan sudah ada tuduhan-tuduhan, ke teroris misalnya. Kalau tidak ada  yang mengcounter, kasian mereka yang dituduh. Kita buatkan dalam sudut pandang Islam. Bagaimana ulama mendamaikan, kita tidak saling tuduh dan bagaimana masalahnya. Itu berita. Dalam kondisi ini siapa yang menyejukan. Aa Gym misalnya, bagaimana pendapat Aa Gym,” ucapnya.



Pemblokiran Hidayatullah.com


Tapi, pada awal April lalu, Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir situs Hidayatullah.com dan 21 situs Islam lain. Sebabnya, puluhan situs itu dianggap berisi ajakan dan ajaran paham radikal.


Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahkan mencatat ada dua konten yang dinilai berbau radikal. Namun, BNPT enggan menyebutkan judul tulisan tersebut. Kepala BNPT, Saud Usman Nasution.


“Ada dua berita di situ. (Judulnya apa pa?) ya ngga perlulah, beliau sudah tahu. Kami tidak menyuruh domain itu. Hanya dua berita itu, tolong di ralat. Menurut kami itu negatif,” ucap Saud kepada wartawan.


Mahladi pun langsung melayangkan protes. Kata dia, pemblokiran terhadap situsnya tak tepat. “Saya sempat minta sama pak Saud, tapi ini untuk Anda. Saya paham, karena pak Saud tidak mau berdebat di depan umum. Konten yang diblokir adalah berita. Contohnya ada? Saya ngga bisa karena pak Saud bilang begitu. Berita yang diwawancara oleh reporter hasil komentar seseorang. Tokohnya siapa? Saya tidak bisa menyebutkan. Menurut BNPT membawa keradikal? Ya komentar tokoh itu. Andai pak Saud meminta itu dicabut, saya cabut. Kalau diblokir itu hak pembaca kami,” katanya.


Ketidakterbukaan itulah yang kemudian diprotes belasan situs Islam, hingga berlanjut ke DPR.



Hidayatullah.com Bukan Produk Jurnalistik


Disisi lain, Dewan Pers menyatakan ke-22 situs Islam itu bukanlah produk jurnalistik. Sebuah lembaga dikatakan pers, jika memenuhi kriteria konten atau isi dan legal administratif. Dari sisi konten, sebuah lembaga pers harus memiliki badan hukum serta dianjurkan disahkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ketua Dewan Pers Bagir Manan.


“Saya tegaskan kepada Anda, bahwa dalam pemeriksaan kami, situs-situs tersebut belum memenuhi syarat sebagai pers. Walapun demikian kita tetap konsen, terhadap kebebasan ekspresi, dan kita menerima pembatasan-pembatasannya,” ucapnya.


Namun, Bagir menilai Hidayatullah.com dan puluhan situs lainnya punya hak dalam kebebasan berekspresi.


Pemerintah pun perlu memberikan kebijakan pandangan soal radikalisme, yang saat ini menjadi hal yang menakutkan di masyarakat.


“Pengertian itu memang perlu didefinisikan, tidak bisa begitu saja kita punya ukuran sendiri soal radikal. Kami sudah minta untuk menyepakati soal radikal itu. Bahkan yang menjadi persoalan bukan radikalnya tetapi radikalisme, paham yang ingin menjatuhkan sampai ke akar-akarnya,” tutupnya.



Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • situs radikal
  • Hidayatullah
  • toleransi
  • Toleransi
  • petatoleransi_06DKI Jakarta_biru

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!