SAGA

Pudarnya Pesona Jatinegara (II)

"Pada abad ke-19, wilayah Meester Cornelis imbuh Rizal menjadi kota satelit terkemuka di Batavia."

Pudarnya Pesona Jatinegara (II)
jatinegara, meester cornelis, bangunan, situs, sejarah

Sejarah Jatinegara


Penulis buku “Asal Usul Nama Tempat Di Jakarta”, Rahmat Ruchiat  mengatakan momentum perkembangan kota Jatinegara menjadi kota perdagangan dimulai pada  1661.  “Yang membuka daerah itu adalah Cornelis Senen, dia berasal dari Banda tapi jadi tenaga kerja di gereja, membantu menyebarkan Injil. Nah dia berwacana untuk membuka kawasan waktu itu masih hutan lebat itu masih abad ke 18 yah,” jelasnya.


Kata Rahmat, tanah yang dimiliki oleh Cornelis van Senen lambat laun berkembang menjadi pemukiman dan pusat perdagangan yang ramai. Akhirnya namanya diabadikan untuk wilayah ini.Kawasan ini menjadi sangat penting bagi Pemerintahan Hindia Belanda. Mengingat posisinya yang  vital dan strategis.


“Segala sesuatu yang berhubungan dengan daerah selatan selalu lewar Meester Cornelis atau yang disebut Jatinegara sekarang ini.Misalnya pasukan perintis VOC yang ditugaskan untuk meneliti mengetahui daerah keselatan itu yang pertama namanya Silvernagel. Kemudian beberapa pasukan berganti-ganti sampai akhirnya bisa menembus ke Bogor itu lewat Jatinegara yang sekarang ini,” paparnya. 6 April 1875, jalur kereta yang menghubungkan Jatinegara dengan Jakarta Kota diresmikan. Selanjutnya, pada 1881, trem uap penghubung wilayah ini dengan Kota Intan atau Batavia mulai beroperasi.

Menurut  Sejarawan JJ Rizal Jatinegara juga menjadi salah satu kota yang dilewati saat jalan bersejarah mulai dibuka,  jalur Anyer di Banten sampai Panarukan di Situbondo, Jawa Timur. Jalur yang dibangun Gubernur Hindia Belanda, Daendels untuk pengembangan perekonomian Pulau Jawa. “Meester Cornelis adalah penghubung sekaligus daerah pensuplay dari pasokan kebutuhan bahan-bahan pokok makanan maupun tenaga kerja kedalam Kota Benteng Batavia pada abad ke 17 sampai abad ke 18. Ketika ibukota kemaharajaan kolonial di bawah VOC itu pindah pada abad ke 19 tahun 1800 kedaerah Weltevreden, posisi dari Meester Cornelis karena bersebelahan dengan Weltevreden itu menjadi jauh lebih istimewa lagi. Bisa kita bayangkan yang kemudian Jalan Raya Post berdiri, sebelum Jalan Raya Post berdiri pun, dia menjadi daerah jembatan penyambung antara Intramuros Batavia dengan daerah Omlanden Batavia,” terangnya.

Pada abad ke-19, wilayah Meester Cornelis imbuh Rizal menjadi kota satelit terkemuka di Batavia. Di daerah ini pula lembaga pendidikan peratama bagi pribumi Indonesia  didirikan. “Seorang guru dari Indonesia Timur, seorang penginjil yang kemudian mendirikan sekolah pertama di Hindia Timur pada abad ke 17. Kita bisa anggap Meester Cornelis ini menjadi orang pribumi pertama yang mendirikan sekolah untuk orang pribumi juga dan itu didirikan pada abad ke 17. Ini menurut saya hal yang sangat istimewa dan menunjukan posisi penting sejak awal dari kota yang kemudian mengambil nama dari Messter Cornelis itu”

Sejumlah tokoh besar  lahir dari kawasan ini. Misalnya Retna Mohini dan Eduardo Peron. Kembali Sejarawan JJ Rizal menjelaskan, “Retna Mohini adalah seorang penari. Menjadi penari kelas dunia di Eropa terutam di Paris dan kemudian menjadi istri dari pendiri agen foto paling terkemuka di dunia yang didirikan oleh Cartier De Bresong. Ini photografer kaliber dunia dan mereka menjadi pasangan yang menurut saya simbolisasi dari wajah Indonesia di Eropa pada abad ke 20 terutama setelah Indonesia merdeka. Retna Mohini melalui tarian-tariannya dan Cartier De Bresong melalui foto-fotonya dan dalam diri Retna Mohini kita bisa melihat Jatinegara.”

Dia menambahkan, “Eduardo De Peron penulis buku hetlan van hercom, tanah asal begitu ya, yang menjadi klasik di kelas dunia. Eduardo de Peron ini adalah sahabat berdebat dari kelompok sosialis terutama kelompok Sutan Sjahrir dan orang yang memiliki pengaruh kuat dalam bidang perkembangan kebudayaan dan wacana kebudayaan di Indonesia. Nah Eduardo de Peron ini lahir di Jatinegara dan dia secara silsilah terkait dengan super kaya di Batavia yang namanya Major Yance, penguasa atau tuan tanah dari Istana Citreup atau Citereup yang menjadi orang paling kaya di Batavia abad ke 18, mendapat gelar Major dan dia adalah tempat atau arsitek yang melahirkan musik Tanjidor”


Meester Cornelis merupakan ibu kota dari Kawedanan Jatinegara yang melingkupi Bekasi, Cikarang, Matraman, dan Kebayoran. Pemerintah kolonial lantas menggabungkan wilayah Meester ke dalam bagian Kota Batavia.  “Sekitar tahun 1927an itu ketika Muhammad Husni Thamri menjadi salah satu wakil walikota Batavia dan merangkap juga jadi anggota Volksraad, disarankan kenapa untuk efisiensi akan lebih baik kalau Gemente Meester Cornelis itu digabungkan dengan Gemente Batavia dan di setujui karena perlu penghematan maka dibubarkanlah Gemente Meester Cornelis dan bergabunglah dengan Gemente Batavia.  Pelaksanaan penggabungannya itu mulai 1 Januari 1936,” tambahnya.

Nama Jatinegara baru muncul pada 1942 ketika penguasa Jepang memerintah. Saat itu hal yang berbau Belanda dihilangkan  Jepang. Termasuk nama Meester Cornelis. Seiring perkembangan zaman bangunan bersejarah di Jatinegara hilang ditelan pembangunan atau dibiarkan tak terawat. Kata Rizal, bangsa yang merugi adalah bangsa yang membiarkan situs sejarahnya terbengkalai.“Kita kehilangan ruko-ruko tempo dulu dari kelompok masyarakat Thiong Hwa yang memainkan peranan ekonomi Meester Cornelis menjadi penting yang terkait dengan keberadaan pasar mester misalnya, itu kan sekarang habis di papas. Belum lagi ketidak terurusan kaki lima dan keberadaan Bus Way misalnya begitu. Menurut saya tata guna lahan dan tata guna lahan dari meester cornelis itu akhirnya tidak mencerminkan sebagai satu situs sejarah yang sangat penting dalam masa lalu. Dan kita sebenarnya dalam konteks itu merugi,” jelasnya.

Lalu adakah upaya pemerintah daerah merawat bangunan bersejarah di sana? 

  • jatinegara
  • meester cornelis
  • bangunan
  • situs
  • sejarah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!