Article Image

SAGA

Lewat Kopi Merekatkan Toleransi

Petrus Saragih atau akrab disapa Siol. (Foto: KBR/ Budhi S)

NINIK YUNIARTI, NARATOR:

Harum semerbak kopi Sidikalang seketika menyebar di ruang ibadah Vihara Sakyamuni, Kota Medan.

[AUDIO SUARA PENGGILING MANUAL BIJI KOPI]

Siol, nama lengkapnya Petrus Saragih, duduk lesehan sambil menggiling biji-biji kopi…. tak terusik dengan patung dewa-dewi Budha, buah-buah persembahan dan banyak dupa.

Di sampingnya duduk seorang pria berkepala plontos, pakai jubah warna kuning kunyit. Dia adalah Bhante Dhirapunno, seorang biksu.

[AUDIO SIOL DAN BHANTE DHIRA BERBINCANG]

Mereka berdua sahabat karib meski berbeda keyakinan. Siol yang beragama Katolik, tak canggung keluar masuk vihara 

SIOL: Kalau di vihara ini memang ada tempat tidur khusus saya di perpustakaan. Karena mereka (VIhara) termasuk yang terbuka juga. Ikut ibadah juga, jam setengah 7 itu kan pindah. Bante keluar mengambil persembahan umat-umatnya, kita ikut dari belakang. Sampai ke paginya ada doa di depan, doa bersama bante dan umatnya. kita ikut juga.

Begitu juga Bhante Dhira. 

Hidup di tengah keberagaman sudah dijalaninya sedari kecil. Ia rajin blusukan ke forum lintas agama sejak 5 tahun lalu.

DHIRA: Makanya pertemanan di lintas itu banyak. Bahkan saya bisa hidup bukan di kalangan Buddhis pun bisa, di kalangan pesantren saya bisa, di kalangan misionaris Kristen, kependetaan bisa juga. Beberapa kali tinggal di pesantren, itu memang untuk menjalin kebersamaan di sana. Dari agama-agama lain juga tidak jarang ke sini juga dan di sini terbuka untuk siapa saja.

	<td class="current">:&nbsp;</td>

	<td>Ninik Yuniarti</td>
</tr>

<tr>
	<td>&nbsp;Editor</td>

	<td class="">:</td>

	<td>Citra Dyah Prastuti&nbsp;</td>
</tr>
 Reporter