CERITA

Begal Hantui Warga Depok

Margonda, Depok

Depok menjadi salah satu wilayah dengan kasus perampokan disertai kekerasan atau begal terbanyak. Kasus pertama terjadi pada 9 Januari lalu. Ketika itu, korban bernama Bambang Syarif Hidayatullah melajukan sepeda motornya di Jalan Juanda sekitar pukul 2 dini hari. Di perjalanan, korban dirampok hingga tewas dengan tiga luka tusukan.


Insiden serupa kemudian merembet ke kota-kota sekitar, mulai dari Bekasi, Tangerang, Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan. Polisi bahkan mencatat, 80 kasus tindak kejahatan begal motor sepanjang Januari hingga Februari 2015.


Tapi sial, dari 80 kasus yang terjadi, hanya 45 yang berhasil diungkap. Hal itu tak pelak membuat salah satu warga Depok, Yanti was-was. Sebab, ia harus merelakan suaminya yang bekerja di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Barat tak pulang ke rumah selepas bekerja. 


“Kalau malam enggak pulang, ke rumah ibunya di Mampang. Mendingan enggak pulang, di atas jam 11 lewat udah jangan pulang,” kata Yanti. 


Kecemasan serupa juga dialami Bintang Ramadhan. Mahasiswa Universitas Indonesia ini mengaku khawatir kalau harus pulang sendirian setelah kuliah malam.


“Was-was, gue kalau sendiri was-was, makanya kadang gue cari barengan. Jadi enggak pernah selalu sendiri banget, pasti ada yang gue tebengin gitu,” papar Ramadhan. 


Rasa tak aman itulah yang kemudian diprotes mayoritas warga Depok. Pemerintah Kota dan Polisi setempat dianggap gagal memberikan kenyamanan mereka. 


Menanggapi kritikan itu, Juru Bicara Pemkot Depok, Nasrudin mengaku bakal memasang kamera tersembunyi atau CCTV dan lampu penerangan di lokasi-lokasi rawan. Hanya saja, ia belum bisa memastikan kapan puluhan CCTV itu terpasang. Pasalnya, rencana itu masih terkendala anggaran.


“Seperti yang Pak Wali sampaikan, bahwa untuk Pemkot Depok itu akan memasang CCTV di tempat-tempat, di titik-titik yang indikasi yang rawan kejahatan. Kedua, akan menambah jumlah penerangan jalan umum di titik yang diindikasikan rawan kejahatan. Ketiga, akan menggiatkan lagi siskamling. Terus ada komunitas, kita merangkul komunitas namanya BIDAK (Bikers Depok Anti Kekerasan),” ungkap Nasrudin. 


Setali tiga uang dengan Pemkot, Juru Bicara Polresta Depok, Bagus Suwardi mengatakan, pihaknya saat ini rutin menggelar patrol di beberapa wilayah rawan semisal Jalan Juanda, Boulevard Kota Kembang dan Tapos.


“Polres Kota Depok untuk menyikapi ini semua kita mengintensifkan operasi kepolisian yang ditingkatkan. Setiap malam kita melaksanakan operasi, razia, patroli berskala besar dan sedang. Bahkan kita di-back up, dibantu pasukan dari Polda Metro Jaya dalam setiap malam hingga hari ini. Kita dibantu satu kompi atau satu SK satuan setingkat kompi. Tiap malam.” 


Hasil patrol itu menurut Juru Bicara Pemkot Depok, Nasrudin sudah terlihat hasilnya. Ia mengklaim, berhasil menangkap lima pelaku begal.


“Jadi berdasarkan keterangan dari Polda Metro Jaya bahwa Depok itu salah satu yang terkecil dari tingkat kriminalitasnya. Selama ini kan yang dibesar-besarkan oleh  sosmed bahwa Depok seram. Padahal kalo di data, ini yang ngomong Polda Metro Jaya nih, bahwa Depok itu terkecil. Yang pertama Tangerang, Bekasi, Jakarta Utara. Kemarin ada yang di mana? Di Tangerang dibakar kan? Jadi ya sebenarnya Depok sih cukup relatif aman,” klaim Nasrudin. 


Tapi itu saja tidak cukup. Kriminolog Hamidah Abdurrahman menilai, Depok akan tetap menjadi sasaran empuk aksi begal jika pengamanan dari Kepolisian masih setengah hati. Sehingga para pelaku bebas beraksi. 


“Jadi ini kejahatan yang serius menurut saya, makanya polisi tidak boleh menganggap enteng. Harus melakukan betul-betul upaya untuk menjaga ketertiban masyarakat dan memberikan rasa aman pada seluruh masyarakat. Bukan menerapkan jam malam, polisi harus memberikan rasa aman itu,” tegasnya 


Editor: Antonius Eko  

  • Begal
  • Depok
  • kriminalitas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!