KBR, Jakarta - Puluhan pencari suaka dari negara Timur Tengah, berdemo di depan kantor UNHCR, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Di sana, mereka membentangkan kertas bertuliskan bahasa Inggris yang intinya minta perwakilan UNHCR di Jakarta segera menempatkan mereka di negara ketiga.
Ini sudah hari ketiga, mereka berdemo. Dan dari wajah-wajah itu, yang nampak adalah kefrustrasian. Pasalnya, sudah tiga hingga sepuluh tahun, mereka tak diberi kepastian kapan dan dimana mereka akan menghabiskan hidup setelah terusir dari tanah kelahirannya akibat konflik/perang.
Seperti yang diutarakan Ali Khan –pengungsi asal Afghanistan yang sudah berada di Indonesia selama empat tahun lamanya.
“Unjuk rasa ini kami lakukan agar media mengetahui dan bisa memberitakannya secara luas. Kami menuntut UNHCR agar mempercepat proses resettlement, terutama bagi kami yang berstatus lajang. Sebab, kami yang lajang menunggu lebih lama ketimbang mereka yang sudah berkeluarga. Kami tidak tahu alasannya,” kata Ali.
Sama halnya dengan Ibrahim Adam –pengungsi asal Yaman yang sudah 10 tahun berada di Indonesia.
“Saya takkan meminta bantuan kepada pemerintah negara saya, itu sebab saya meminta bantuan kepada UNHR. Saya meninggalkan negara saya karena negara saya bermasalah (konflik perang-red). Negara saya banyak masalah, itu juga yang saya yakin pemerintah kami takkan bisa membantu kami. Di sini saya mendapatkan uang dari teman-teman dan juga termasuk UNHCR,” sambung Ibrahim.
Dan karena tak ada kejelasan mengenai penempatan di negara ketiga, para pengungsi tak bisa beraktivitas apa pun. Sebab segala kegiatan semisal bekerja atau sekolah, dilarang.
“Saya tak peduli mau ditempatkan di negara mana saja. Yang saya inginkan adalah perubahan nasib bagi diri saya. Tapi pihak UNHCR selalu meminta kami menunggu dan menunggu. Pilihan lainnya, mereka bersedia memulangkan kami ke negara asal kami. Bagi kami, itu bukan solusi,” pinta Ibrahim.
Dari catatan UNHCR Januari 2016, jumlah pengungsi sebanyak 6000 orang dan pencari suaka sekira 7.600 jiwa. Paling banyak dari Afghanistan yakni 14 ribu orang –baik yang sudah berstatus pengungsi ataupun pencari suaka. Mereka ditempatkan di rumah detensi ataupun penampungan, tetapi ada juga yang memilih tinggal di rumah sendiri.
Belakangan pada Desember 2016, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri. Dalam beleid itu tercantum lima hal penting; penemuan, penampungan, pengamanan, dan pengawasan keimigrasian.
Dari situ, maka setiap kapal yang membawa pengungsi tak boleh lagi ditolak, namun harus diarahkan ke lembaga yang mengurusi pengungsi semisal TNI, Polri, atau kementerian terkait. Kemudian, mereka akan diidentifikasi lalu dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi.
Hanya saja, meski status pencari suaka sudah dikantongi, tak lantas hidup mereka lancar. Sebab mereka harus menunggu sekira tiga tahun atau lebih untuk ditempatkan di negara ke tiga. Tapi sial, karena tak ada jaminan bahwa mereka lolos dari UNHCR.
Juru Bicara UNHCR Jakarta, Mitra Salima Suryono, membantah jika disebut menolak menemui para pendemo.
"UNHRC bersedia berbicara dengan mereka. Tapi kami berharap itu dilakukan dengan prosedur yang aman. Kami menawarkan mereka menemui kami melalui pintu samping. Tidak bisa berhadap-hadapan dengan para demonstran,” ucap Mitra Salima.
Mitra juga mengatakan, lamanya proses penempatan di negara ketiga atau resettlement, bukan dikarenakan lembaganya yang pilih kasih. Akan tetapi, negara ketiga itulah yang belum bersedia menerima pengungsi.
"Jadi begini, relokasi itu kan memang pada prinsipnya bukan hak untuk seorang pengungsi. Relokasi, hanya salah satu opsi dari serangkaian solusi yang mungkin bisa possible diberikan ke pengungsi," tambahnya.
Kesialan bisa terjadi jika, permohonan pencari suaka ditolak. Sebab ujungnya mereka bakal dipulangkan secara sukarela atau dideportasi. Ketentuan itu sudah diatur di Perpres tentang Penanganan Pengungsi Dari Luar Negeri.
Kembali ke Abdul Khalid dan Ali Khan. Mereka –para pengungsi, hanya ingin diberi kejelasan dimana dan kapan ditempatkan ke negara ke-tiga. Agar hidup bisa berjalan normal seperti sedia kala.
“Kami membutuhkan penjelasan. Kami ingin salah satu pejabat UNHCR turun dan berbicara kepada kami. Di depan seluruh awak jurnalis. Berapa lama kami harus menunggu. Apakah waktu selama empat tahun lebih masih belum cukup bagi kami untuk menunggu. Bagaimana masa depan kami, bagaimana nasib kami selama di sini?" harap Abdul Khalid.
“Bagi kami yang lajang, prosesnya sangat lamban. Mereka datang ke sini sendiri, meninggalkan keluarganya di negara asalnya. Proses untuk mereka yang berstatus keluarga memang lama. Tapi lebih lama lagi untuk proses yang berstatus lajang. Saya tidak pernah tahu jawabannya,” tutup Ali Khan.
Editor: Quinawaty
[SAGA] Pengungsi Afghanistan: Bagaimana Masa Depan Kami?
"Apakah waktu selama empat tahun lebih masih belum cukup bagi kami untuk menunggu. Bagaimana masa depan kami?"

Jumat, 24 Feb 2017 17:03 WIB

![[SAGA] Pengungsi Afghanistan: Bagaimana Masa Depan Kami? [SAGA] Pengungsi Afghanistan: Bagaimana Masa Depan Kami?](https://kbr.id/media/?size=730x406&filename=pencari-suaka-demo-unhcr-jakarta-foto-bambang-kbr.jpg)
Para pengungsi dan pencari suaka berdemo di depan kantor UNHCR, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Foto: Bambang Hari/KBR.
Berita Terkait
BERITA LAINNYA - SAGA
Kampung Liu Mulang Teladan Hidup Selaras dengan Alam
Tradisi menjaga lingkungan dilakoni dan diwariskan antargenerasi
Sampah Makanan Penyumbang Emisi
Badan Pangan Dunia FAO bahkan menyebut sistem pangan global sebagai pendorong terbesar kerusakan lingkungan
Menangkal Asap Rokok dan Covid-19 dengan Kampung Bebas Asap Rokok
Momentum pandemi jadi sarana efektif untuk edukasi bahaya asap rokok
Kesehatan Bumi dan Mental
Organisasi psikiater di Amerika Serikat, the American Psychiatric Association, menjelaskan bagaimana krisis iklim ini mengganggu kesehatan mental
Bendrong Menuju Dusun Mandiri Energi dan Pangan
Program rintisan biogas dikembangkan menjadi sistem pertanian terpadu. Ekonomi meningkat dan lingkungan terjaga.
Make Up Baik Untuk Iklim
Tren pemakaian make-up alias dandanan tak pernah mati. Tengok saja YouTube dan media sosial, di sana bertabur aneka konten tutorial berdandan.
Kulon Progo Terus Melawan Asap Rokok
Kebijakan antirokok tetap berlanjut meski ganti pemimpin
Bahaya E-Waste untuk Iklim
Sampah elektronik atau e-waste juga menjadi sumber emisi, sehingga bumi makin panas
Jernang Emas Rimba yang Terancam Punah
Jernang bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga bagian dari tradisi Orang Rimba menjaga lingkungan
Most Popular / Trending
Recent KBR Prime Podcast
Kabar Baru Jam 7
Kesiapan Mental sebelum Memutuskan Menikah
Kabar Baru Jam 8
Setahun Pandemi dan Masalah "Pandemic Fatigue"
Kabar Baru Jam 10