Article Image

SAGA

Pembuktian Penyandang Down Syndrome di Panggung Profesional

"Namira Zania membuktikan penyandang down syndrome bisa berdaya, lewat tari dan modeling ia berkarya."

Namira Zania bersama teman-temannya latihan menari untuk tampil di ulang tahun Gigi Art of Dance. (Dok: KBR/Valda)

KBR, Jakarta - Penyandang down syndrome masih lekat dengan stigma tak berdaya dan bergantung pada orang lain. Itu yang coba didobrak Namira Zania dengan terus berkarya.

“Nama saya Namira, saya umur 24 tahun,”

Penuh percaya diri, Namira memperkenalkan diri, saat menyambut kedatangan KBR ke studio tari Gigi Art of Dance, Jakarta, tempatnya rutin berlatih.

Kamis siang itu, Namira yang akrab disapa Adek, mengenakan kaos dan celana merah muda. Ia baru saja selesai berlatih bersama teman-teman penyandang down syndrome.

Mereka bakal tampil di acara ulang tahun Gigi Art of Dance.

“(Mau) dance lagu baru, mungkin dua lagu. Lagu dari Yura Yunita sama yang tadi ditarikan, Bruno Mars,” ujar perempuan 24 tahun ini.

Namira sudah bergabung dengan studio tari itu sejak 2013.

Sang ibu, Nini Andrini sudah melihat bakat putrinya sedari bocah.

“Dari kecil dia udah banci tampil, senang banget kalau difoto. Bahkan di sekolah, bisa dia tuh di tengah lapangan nari sendiri, ngikutin Cherry Belle, dari kecil udah kelihatan pede-nya,” cerita Nini.

Baca juga: Unjuk Gigi Anak Down Syndrome Melenggang di Catwalk

Bakat modeling Namira dipicu dari keluarganya yang sering menonton acara fashion di TV. (Foto: Dok pribadi)

Namira sempat mengenyam pendidikan formal di sekolah luar biasa hingga jenjang SMP. Namun, kegiatan akademik tak pernah menarik minatnya.

“Anak down syndrome ini kan intelektualnya yang bermasalah. Jadi memang kita ga bisa berharap anak ini secara akademis. Akhirnya saya ceburkanlah dia ke passion-nya yaitu nari,” kata Nini.

Saat ditanya, dari mana belajar menari, Namira menjawab Youtube dan Tiktok banyak menginspirasinya.

“Karena senang ada yang dubbing dan parodi gitu. aku followin public figure, lihat tutorial mereka,” ujar Namira.

Namira pun sering mengunggah konten dance-nya di Instagram. Misalnya saat grup idol Korea Selatan Blackpink comeback, ia menarikan lagu terbaru mereka. Sedangkan platform Tiktok dan Snack Video dimanfaatkan untuk mengunggah konten kesehariannya.

Jalan untuk berkarir profesional pun terbuka. Namira mulai mendapat perhatian. Pada 2018, ia tampil di berbagai pagelaran internasional. Misalnya, Asian Para Games di Jakarta dan workshop disabilitas Asian Youth Theater Festival di Singapura.

Ia tergabung dalam kelompok tari G-Star dan jadi satu-satunya anggota berkebutuhan khusus.

Baca juga: Sepeda Adaptif untuk Permudah Akses Difabel

Tahun 2018 Namira bersama teman-teman sesama down syndrome tampil di Singapura di acara workshop disabilitas. (Foto: Dok pribadi)

Di tahun yang sama, Namira menjajal panggung catwalk Jakarta Fashion Week. Ia terpilih jadi model setelah melewati audisi di British Council. Rancangan karya Sean Sheila, desainer asal Inggris sukses ia peragakan.

Meski tak punya latar belakang modeling, Namira tak kesulitan belajar. Sebab, tayangan fesyen sudah jadi tontonannya sedari kecil.

“Karena ayah aku kan sering lihatin di TV. Aku malah tertarik, apa boleh coba aku berbuat, apa boleh coba melakukan di TV itu,” cerita Namira.

Namira yang melek teknologi banyak memanfaatkan Youtube untuk belajar. Misalnya sikap berjalan model, dan mimik model di atas catwalk.

Nama Namira makin bersinar. Pada 2021, ia dikontrak brand skincare ElsheSkin untuk kampanye inklusivitas bertajuk #ImPerfectBeauty. Ini menjadikannya, model dengan down syndrome pertama di Indonesia untuk brand skincare lokal.

“Ada tawaran lewat HP nih. Dia nge-DM boleh ga brand ambassador kita? aku bilang ke bunda, pas aku tanya ke bunda, ini cocok nih, bisa dipakai,” ujar perempuan penggemar BTS ini.

Baca juga: Lewat Seni, Berdayakan Penyandang Skizofrenia

Namira Zania jadi model down syndrome pertama untuk produk skincare lokal. (Foto: Dok Elsheskin)

Namira enggan berpuas diri. Keponakan aktor senior, Tio Pakusadewo ini ingin merambah dunia akting.

“Kayaknya setiap kali aku nontonin di Youtube aku tertarik aja, kata om aku ada suatu saat kamu ikut sama om, aku pengin akting antagonis” katanya.

Karir Namira sebagai penari dan model down syndrome mendapat dukungan penuh keluarga. Sang ibu, Nini, ingin mendobrak stigma yang melekat pada penyandang down syndrome. Keterbukaan jadi kunci Nini.

“Kita punya anak berkebutuhan khusus karena itu juga pedenya kita akan menular menjadikan anak kita juga pede karena dia melihat orang tuaku aja pede kenapa aku nggak,” tutur Nini.

Baca juga: Resiliensi Komunitas Difabel Semarang untuk Berdikari

Nini Andrini mensupport penuh bakat dan kegiatan Namira, ia berharap orang tua lainnya melakukan hal yang sama. (Dok: KBR/Valda)

Pastinya banyak tantangan yang dihadapi Namira dan keluarga hingga sampai di titik ini. Nini berupaya menerapkan pola asuh yang tepat, agar Namira mandiri. Ia tak membedakan cara mendidik Namira dengan kakak-kakaknya.

“Saat dia salah, dia dimarahin, ya dimarahin, ga ada excuse. Tapi kalau dia melakukan suatu hal benar, kita puji dia,” katanya.

Nini berharap anaknya hidup berbahagia dan menginspirasi banyak orang.

“Dia bisa mencapai apa yang mimpi dia mau. Dia sudah menjadi inspirasi banyak orang dan dia sudah bisa menjadi yang terbaik bagi dirinya, itu sudah satu anugerah, sudah satu hadiah yang luar biasa dari Allah buat saya,” pungkasnya.

Penulis: Valda

Editor: Ninik Yuniati