SAGA

Pesantren Ngruki dan Terorisme

Pesantren Ngruki dan Terorisme

Sejumlah pelaku terorisme di tanah air pernah mondok atau lulusan Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Surakarta. Benarkah pesantren itu mengajarkan kekerasan atas nama agama dan anti pemerintah?

Kumandang adzan terdengar dari sebuah pondok pesantren.  Suasana masih terlihat sepi. Satu, dua laki-laki berbaju koko muslim dan berpeci serta perempuan berkerudung hilir mudik di dalam kompleks ponpes. Inilah Ponpes  Al Mukmin Ngruki Sukoharjo. Pesantren yang berlokasi di Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah ini kerap dituding sebagai pencetak teroris. Maklum beberapa pelaku teror yang berhasil dibekuk atau tewas ditembak oleh  Detasemen Khusus Anti Teror Kepolisian Indonesia lulusan pesantren itu. Misalnya    Farhan Mujahidin dan Muchsin Tsani yang ditembak mati karena  dituding terlibat aksi teror di Solo September silam.

Dua terduga teroris itu tewas dalam penggerebekan di Jalan Veteran Kota Surakarta. Kapolri Timur Pradopo menuturkan,”Kita berusaha menangkap hidup-hidup, para petugas berusaha melumpuhkan mereka. Tapi mereka melakukan perlawanan..namun nyawa mereka tak tertolong..ada dua orang yaitu inisial F dan M. keduanya berusia 19 tahunDari hasil itu dapat kita temukan bahwa yang dilakukan salah seorang dari mereka berperan sebagai pemasok senjata dari Filipina. Mereka menyelundupkan berbagai senjata api, amunisi, dan lainnya dari Filipina.”

Direktur Pesantren Al Mukmin Ngruki,  Wahyuddin membenarkan kedua orang itu pernah mondok di sana.“Yang tertembak itu adalah Farhan dan Mukhsin kemudian dikaitkan dengan ponpes ini.kami langsung mencari data keduanya, dan ternyata mereka pernah bersekolah di sini. Farhan berasal dari SD swasta di Sebatik Kalimantan meneruskan MTs atau setingkat SMP dan  Mukhsin yang berasal dari SMP 126 Jakarta melanjutkan tingkat mualimin atau setingkat SMA...Ijasah kelulusan mereka masih ada di sini, tertahan karena masalah administrasi..Kita tidak tahu perilaku mereka selama ini karena mereka tidak lagi menempuh pendidikan di ponpes ini,” terangnya.

Farhan dan Muchsin  menambah daftar panjang bekas santri pesantren itu yang terlibat aksi terorisme. Tudingan menguat pasca pengasuh Ponpes Al Mukmin Ngruki, Abu Bakar Baasyir, divonis pengadilan selama 15 tahun. Vonis hakim menyatakan Baasyir terbukti terlibat aksi terorisme. Kini ia mendekam Penjara Nusakambangan, Cilacap Jawa Tengah.

Kerap dituduh sebagai sarang teroris, Pesantren Al Mukmin Ngruki mengundang sejumlah media termasuk KBR68H. Tujuannya agar media bisa mengenal lebih dekat aktifitas di dalamnya. 

Saat memasuki pesantren ini, pengunjung akan menemui sebuah pintu gerbang berwarna hijau yang tertutup rapat. Tamu biasanya lewat pintu kecil –di samping pintu gerbang— yang hanya bisa dilewati satu orang.  Seorang satpam akan  mencatat dan memeriksa setiap orang yang keluar-masuk lokasi ini.  Saat masuk ke dalam pesantren, suasana masih terlihat sepi. Hanya ada satu atau dua orang berjalan hilir mudik.

Enam jurnalis yang diundang meliput ke dalam pesantren  didampingi  Juru Bicara Ponpes Al-Mukmin Ngruki, Hamim.  Suara sayup-sayup ketukan palu terdengar dari bangunan seberang masjid ponpes.

KBR68H: Ini bangunan apa ?
Hamim  : oh ini masjid di ponpes ini..sedang direnovasi, dirombak total..ya kita robohkan secara  manual..soalnya kita kan nggak punya bom untuk merobohkannya…he.he..”

Sejumlah tulisan bertuliskan Iman, Hijrah, dan Jihad terpasang di luar gedung yang sedang dipakai untuk kuliah umum.

Sekitar 100 orang, perempuan berjilbab dan bercadar dan laki-laki berpeci duduk terpisah tampak serius mengikuti acara tersebut. Sesekali mereka menulis dan membaca dilembaran makalah yang berada di pangkuan.

Sekitar 50 meter dari tempat seminar, berdiri sebuah bangunan megah. Di atapnya bertuliskan Pondok Al-Mukmin Ngruki. Ada sekitar 40-50an kamar berupa ruangan yang digunakan untuk para santri menginap atau berfungsi sebagai asrama. Tampak tikar atau kasur busa tergulung rapi dan diletakkan di sekeliling dinding dalam kamar. Tampak beberapa lemari pakaian.

Di sebelah gedung tersebut, berdiri bangunan bertingkat 3. Isinya puluhan kelas. Di sinilah tempat para santri putra belajar.  Kata-kata mutiara Islam atau terjemahan petikan ayat-ayat Al Qur’an menghiasi dinding bangunan. Seperti: “Masuk pondok untuk belajar, keluar untuk berjuang”.

Menurut Juru Bicara Ponpes Al Mukmin Ngruki, Hamim di pesantren ini santri belajar pengetahuan agama dan pengetahuan umum secara seimbang. Sementara Direktur Ponpes Al Mukmin Ngruki, Wahyuddin, menimpali pesantrennya kini mulai mengajarkan santri melek internet.

“Kami sudah menetapkan ada 7 unggulan dan ini kami jadikan fokus sebagai pengelola maupun para santri..pertama, kuat dalam beribadah, kuat dalam akhlak, kemudian mempelajari Al Quran secara benar dan hafalan. Selain itu kita juga perkuat kemampuan multi bahasa yaitu Arab dan Inggris, lalu pencapaian nilai akademik, kelulusan ujian negara tingkat SLTP dan SLTA kita upayakan 100 persen, dan yang terakhir penguasaan teknologi multimedia, “ jelas Wahyuddin.

Simbol Negara

Lazimnya di setiap ruangan kelas sekolah akan terpajang foto Presiden dan Wakil Presiden. Tapi jangan harap di dinding  kelas  pesantren Al-Mukmin Ngruki pengunjung akan  melihat foto  Susilo Bambang Yudhoyono dan  Budiono.  Termasuk simbol negara seperti Garuda Pancasila dan bendera Merah Putih.

Direktur Ponpes Ngruki, Wahyuddin berkilah. “Semua yang kita arahkan pada pesantren ini adalah sebuah lembaga pendidikan dan dakwah, ya kami tidak akan bergeser pada visi misi itu..kami tetap pada prinsip kami. Mendidik kader Islami yang sholeh/sholehah, cerdas, dan mandiri..itu yang selalu kami tanamkan…,” jelasnya.

Di sudut kompleks bangunan  santri putri, tampak terlihat papan majalah dinding. Di sana ditempel berbagai artikel seputar terorisme. Misalnya berita tentang aksi Densus Anti Teror yang menembak mati 2 terduga teroris di Solo. Foto terduga teroris yang bersimbah darah juga ikut diumbar.

Tapi anehnya seluruh santri di Ponpes Al Mukmin Ngeruki kompak mengunci mulut saat ditanyai wartawan. Seperti Farid  yang hanya menggelengkan kepala ketika disodorkan pertanyaan. Sementara santri lainnya, Fauziah memilih menghindar dan berpindah dari tempat duduknya.

Direktur Ponpes Al Mukmin Ngruki, Wahyuddin, berdalih santri tak diperkenankan berbincang dengan wartawan  untuk menjaga kondisi kejiwaan pasca aksi teror di Solo yang menyeret dua bekas santri di sana.  “Setiap selasa itu, anak-anak di sini ada kegiatan di luar ponpes..ya terpaksa besok kami tahan (batalkan) dulu..kami khawatir nanti akan berpengaruh secara psikologis terkait aksi kemarin..ini untuk mengkondisikan..kami khawatir psikologis para santri akan terganggu dan berpengaruh pada konsentrasi mereka dalam pelajaran,” ungkapnya.

Sebagian kalangan kadung percaya jika pesantren Al Mukmin Ngruki ikut menyemai benih-benih pelaku teror.  Benarkah demikian?

Sosok Baasyir

Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki tak bisa lepas dari sosok tokoh Islam garis keras, Abu Bakar Baasyir. Ribuan santri ponpes ini sering berdemonstrasi menuntut pembebasan Baasyir yang terjerat hukum dalam kasus terorisme.

Santri ponpes ini misalnya pernah  ikut serta dalam aksi 100 pemuda Solo yang siap mati jihad  membalas tewasnya gembong teroris dunia, Osama Bin Laden. Mereka tergabung dalam Aliansi Komando Anti Israel Dan Amerika atau AL KAIDA. Para santri tersebut menjadi bagian dari aksi ini dengan menamakan diri Laskar Santri Ponpes Al Mukmin Ngruki. Berpakaian hitam-hitam dan putih-putih, ratusan santri  berlari dan berjalan mengikuti aksi tersebut.

“Kami 100 Pemuda Solo Berbai’at Kepada Allah Siap Mati Untuk Menuntut Balas Atas Kematian Usamah Bin Ladin Kapanpun,” janji mereka.
Lembaga kajian terorisme, International Crisis Group (ICG) maupun kepolisian pernah melansir data jaringan teroris di Indonesia. Sebagian pelaku terror, jebolan atau pernah mengenyam pendidikan di Pesantren Al Mukmin Ngruki.

Mereka diantaranya   Indrawarman alias Toni Togar, alumni 1990 yang terlibat bom Natal tahun 2000. Nama lainnya Gufron alias Muklas, kakak kandung  terpidana mati Amrozi, pelaku Bom Bali. Termasuk
Pelaku penyerangan polisi di Solo September silam. Farhan Mujahidin, Muchsin Tsani, dan Firmansyah. Ketiganya jebolan  Ngruki 2005-2008.

Ini tanggapan Direktur Pesantren Al Mukmin Ngeruki Wahyuddin, “Kita tidak tahu perilaku mereka selama ini karena mereka tidak lagi menempuh pendidikan di ponpes ini..mereka bukan tanggung jawab kami lagi.. Kami mohon maaf seandainya alumni jebolan kami itu melakukan hal-hal yang merugikan masyarakat..itu bukan keinginan dan bukan pola pendidikan kami..”

Wahyuddin menilai tindakan densus anti teror menembak mati para terduga teroris justru tak selesaikan masalah brantas aksi terorisme.  “Menurut pendapat saya sesuai yang dipelajari di ponpes ini, munculnya aksi terorisme karena tindakan aparat yang sering menembak mati anggota kelompok mereka..di dor tanpa prosedural..kalau dalam ajaran Islam, kan ada istilah Qishas, atau hutang nyawa ya harus dibayar dengan nyawa…akhirnya mereka akan membalas dendam kematian anggota kelompoknya..kita juga bertanya-tanya, kenapa musti didor anggota kelompok mereka, kan justru lebih baik kalau bisa ditangkap hidup-hidup..bisa dikorek lebih banyak informasi tentang kelompok mereka..Jadi penyelesaian itu bukan ke eksesnya tapi justru ke akar pemicunya,” imbuhnya.

Tokoh agama di Kota Surakarta berpendapat seputar tudingan pondok pesantren Al-Mukmin Ngruki yang terkait dengan  kasus terorisme. Kepala Kementerian Agama wilayah Jawa tengah, Imam Haromain  menegaskan, “Begini ya, jangan digeneralisasi ponpes mengajarkan aksi terorisme..pondok pesantren kan lembaga pendidikan agama tertua, terutama untuk membina akhlaq atau perilaku, kalau ada satu atau dua orang lulusan ponpes terlibat terorisme itu kan hanya oknum..yang namanya oknum kan bisa saja terjadi di berbagai tempat, tidak hanya dari ponpes..Indonesia sejak dulu kan mengajarkan bagaimana bersaudara, ketika ada gangguan yang mengancam keberadaan negara ya kita harus bela negara, cinta tanah air dan bangsa..hisbul wathon..ya mudah-mudahan dengan pendekatan silaturahmi akan mampu mengingatkan satu dengan yang lain, menjalin persaudaraan yang baik, memahami ajaran agama yang benar, hubungan antar umat beragama pun akan tercipta ketentraman, perdamaian, dan sebagainya..”

Tapi bagi  Ketua Nahdlatul Ulama setempat, Hilmi Sakdilah  perlu langkah tegas kepada  pondok pesantren yang mengajarkan kekerasan atas nama agama.   “Pondok pesantren kan sebenarnya untuk membentengi dari hal-hal negatif atau buruk..peran ponpes sangat penting..kalaupun ada misal kemarin sampai kecolongan jebolan ponpes Ngruki atau ponpes lain terlibat terorisme itukan karena personalnya sendiri..Ponpes itu tidak mengajarkan hal-hal seperti itu..Nah kalau sampai ada ponpes yang mengajarkan hal-hal buruk ya seharusnya ditutup saja..mengajarkan makar, apalagi terkait aksi terorisme…teroris itu bukan hanya musuhnya Indonesia saja, tetapi juga musuh Islam dan dunia..Jadi bagaimana kita belajar di pondok itu untuk mendalami agama yang benar,” pungkasnya.

Masalahnya apakah pemerintah berani mengambil langkah tegas seperti yang diusulkan Hilmi?

  • pesantren
  • ngruki
  • terorisme

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!