ASIACALLING

Perawat Bermotor Beri Perawatan Paliatif Dari Rumah ke Rumah di Jakarta

Susi Susilawati, salah satu perawat Rachel House Jakarta. (Foto: Nicole Curby)


Di daerah kumuh di kawasan Jakarta Utara, angka orang dengan HIV dan AIDS cukup tinggi.

Beberapa anak mengidap penyakit ini sejak lahir dan telah kehilangan orangtua mereka akibat penyakit itu.

Hidup dengan HIV / AIDS kadang bisa berarti hidup dengan rasa sakit dan ketidaknyamanan karena obat penghilang rasa sakit dan dukungan medis sulit didapat. 

Tapi sebuah tim kecil perawat dari LSM Rachel House berupaya mengisi kesenjangan dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah bagi anak-anak yang membutuhkan.

Koresponden Nicole Curby menyusun kisahnya dari Jakarta.

Di sebuah ruangan di puskesmas di Jakarta Utara, perempuan setengah baya berjilbab warna-warni memenuhi ruangan. Mereka hangat dan kuat - tipe perempuan yang menjadi tulang punggung keluarga.

Mereka sedang membandingkan catatan tentang peran terbaru mereka, yaitu membantu para pasien dengan penyakit kronis dan terminal.

Seorang perempuan bertanya siapa yang bisa dia kontak, karena pekan lalu seorang tetangganya harus ke rumah sakit secepatnya tapi tidak ada yang bisa membantu.

Yang lain bercerita tentang seorang anak yang sakit yang membutuhkan banyak popok. Keluarga anak itu tidak mampu membelinya dan dia bertanya apa yang bisa kelompok ini lakukan.

Kelompok ini dilatih oleh Susi, satu dari enam perawat dari LSM Rachel House. Susi memberikan pelatihan untuk rumah sakit, puskesmas, dokter, perawat dan relawan.

Dan juga dia sering berhubungan langsung dengan masyarakat, mengajarkan mereka cara merawat pasien dengan penyakit kronis dan terminal.

“Rachel House adalah home based care. Community based. Makanya kita perlu lihat beberapa dukungan, selain keluarga masyarakat sekitar, entah itu relawan, tenaga profesional yang ada di primary health centre, atau bahkan instansi pemerintah, jelas Susi. 

“Apa yang bisa mereka dukung untuk si pasien? Pasien termasuk kategori kurang mampu. Buat beli beras pun nggak ada. Buat makan pun nggak ada. Ada tidak bantuan pemerintah yang bisa disalurkan untuk pasien ini?”

Apa yang Susi lakukan disebut perawatan paliatif, di mana para perawat membantu pasien dan keluarga mereka mulai dari sejak didiagnosis penyakit sampai ajal menjemput.

Biasanya Susi mengunjungi anak-anak dengan HIV/AIDS dan kanker di rumah mereka. Tujuannya untuk memastikan mereka menerima perawatan medis yang tepat dan tidak merasakan sakit.

Di tengah panas yang menyengat dan hembusan angin musim hujan, Susi mengemas stetoskop dan peralatan lainnya lalu pergi dengan sepeda motornya.

Kami tiba di deretan rumah-rumah  kecil yang tersembunyi di antara labirin gang yang kadang saking sempitnya hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki.

Biasanya Susi mengunjungi dua atau tiga pasien sehari, menghabiskan waktu beberapa jam dengan pasien dan keluarga mereka.

red

Ketika saya bertemu Susi, kami mengunjungi Rian, bukan nama sebenarnya. Rian, yang berusia sembilan tahun, adalah pasien dengan HIV positif. Dia tinggal dengan nenek, bibi, dan keluarganya di Jakarta Utara. 

Ibunya meninggal karena AIDS empat tahun lalu dan menurut Susi ini bukan cerita baru.

“Untuk beberapa kasus HIV itu justru yang jadi perawatnya adalah si grandma. Bukan ibunya. Karena orang tuanya biasanya dua-duanya sudah meninggal, atau ibunya atau ayahnya meninggal duluan. Jadi yang paling berperan di sini caregivernya biasanya nenek,” jelas Susi.

“Nah bagaimana kita bisa mengedukasi si nenek ini dengan segitu banyak permasalahan? Dari mulai kepatuhan obatnya, pain management, hygiene NGT, exercisenya. Hal seperti itu kan berarti si grandma perlu support.”

Rachel House membantu menjaga anak-anak tetap nyaman dan tetap berada di rumah bersama keluarga mereka - bukan di rumah sakit - selama mungkin.

“Asuhan paliatif itu pendekatan yang secara holistik untuk pendampingan pasien-pasien yang dengan kategori penyakit kronis atau penyakit seperti life threatening condition atau life threatening illness yang salah satunya adalah untuk membantu meringankan gejala untuk meningkatkan kualitas hidup,” jelas Susi.

“Di sini kalau dilihat dari awal sampai akhir asuhan paliatif di situ memang sangat besar sekali peranannya. Dari mulai diagnosa ditegakkan sampai si pasien mendapatkan perawatan dan pengobatan, sampai dia menjelang ajal dan setelah kematian pun kita tetap memberi pendampingan asuhan paliatif.”

Rachel House telah melakukan kunjungan ke rumah-rumah ini selama 10 tahun terakhir. Mereka telah mengunjungi lebih dari dua ribu keluarga di seluruh Jakarta. 

Bila ini menjadi bagian penting dari sistem kesehatan di dunia barat, perawatan paliatif hampir tidak dikenal di Indonesia.

Prita adalah manajer program di Rachel House.

“Perawatan paliatif di Indonesia bisa saya katakan mulai tumbuh. Belum banyak orang yang tahu soal ini. Materi soal ini juga belum ada di kurikulum inti dalam pelatihan dokter, perawat dan petugas kesehatan lainnya. Mereka yang tahu soal ini pun cenderung salah memahami dan akhirnya enggan melakukannya,” kata Prita.

Jadi LSM kecil seperti Rachel House mengambil tugas besar untuk menyediakan perawatan paliatif di penjuru Jakarta.

Dan meski mereka mulai dari merawat anak-anak dengan HIV / AIDS, Prita mengaku ada kebutuhan yang lebih luas.

Kata Susi, tugas ini mungkin terlihat hebat tapi visi mereka sebenarnya sederhana.

“Kalau tidak ada Rachel House mungkin anak-anak yang menderita kesakitan di rumah tidak terbantu atau tidak terlayani. Artinya mereka bisa menderita kesakitan, bahkan mungkin menjelang kematian pun dia bisa meninggal dengan penderitaan, kesakitan. Maka kami dari Rachel House punya visi misi yang mana tidak ada lagi anak2-anak yang meninggal dengan kesakitan,” harap Susi.

 

  • Nicole Curby
  • Rachel House Jakarta
  • Perawatan Paliatif
  • Indonesia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!