BERITA

Yang Dipertimbangkan Pemerintah dalam Menyusun Peta Zonasi Rawan Bencana Palu

Yang Dipertimbangkan Pemerintah dalam Menyusun Peta Zonasi Rawan Bencana Palu

KBR, Jakarta - Gempa diikuti tsunami dan likuifaksi yang menerjang Kota Palu dan sejumlah daerah lainnya di Sulawesi Tengah telah mengubah bentang alam kawasan itu.

Karena itu, pemerintah pun menyusun ulang peta zonasi rawan bencana untuk provinsi tersebut. Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Abdul Kamarzuki mengatakan, pembuatan peta yang ditargetkan rampung November 2018 itu turut mempertimbangkan daerah-daerah yang berisiko bencana. Misalnya, terkena fenomena pencairan tanah atau likufaksi.

Pemetaan lokasi-lokasi dimaksudkan agar warga juga pembangunan fasilitas menjauh dari titik tersebut.

"Itu untuk mengatur daerah-daerah mana yang bisa dibangun dan tidak bisa dibangun lagi. Nanti akan ada arahan zonasi yang akan disepakati bersama antara menteri dengan pemerintah daerah, untuk menjadi landasan pelaksanaan rekonstruksi,"  kata Abdul di kantornya, Kamis (19/10/2018).

"Dikhawatirkan dalam rekonstruksi malah dibangun di tempat yang tadinya harusnya tidak bisa dibangun lagi. Hal ini diperlukan untuk Palu, karena bencana Palu mengubah bentang alam cukup luas,"

Abdul mengatakan, Perda Nomor 16 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palu masih tetap berlaku untuk mengatur peruntukan ruang. Meski begitu, menurutnya pembangunan tempat relokasi korban yang rencananya dimulai tahun depan tetap harus mengikuti pemetaan baru.

Baca juga:

Ia menerangkan, pemetaan dikerjakan empat kementerian antara lain Kementerian ATR untuk masalah tanah, Badan Geologi Kementerian ESDM untuk menetapkan zonasi rawan bencana, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk pembangunan kembali infrastruktur wilayah, dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas).  Abdul pun mencontohkan, kriteria tanah yang diizinkan sebagai tempat relokasi adalah jauh dari patahan. Dengan begitu menurutnya, pembangunan Kota Palu yang baru sudah mempertimbangkan aspek kebencanaan.

Selain itu, pemerintah juga memikirkan nasib lokasi tanah yang mengalami likuifaksi. Abdul berkata, di tanah bekas likuifaksi tersebut tak boleh lagi dibangun perumahan, tetapi bisa dipakai untuk lokasi pertanian.

Kata dia, hak kepemilikan atas tanah akan hilang jika tanahnya musnah. Namun, karena tanah likuifaksi di Palu itu hanya mengalami perubahan. Maka menurut Abdul, nantinya Kementerian Agraria dan Tata Ruang bakal membicarakan dan mengatur kelanjutan nasib tanah tersebut.



Editor: Nurika Manan

  • Sulteng
  • bencana Sulteng
  • gempa dan tsunami Sulteng
  • Relokasi
  • relokasi
  • Peta Rawan Bencana
  • Kementerian Agraria dan Tata Ruang
  • Palu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!