OPINI

Mengawasi Peradilan

Kursi Hakim
Ilustrasi. (Antara)

Hari ini rencananya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akan memutuskan gugatan praperadilan yang diajukan Ketua DPR Setya Novanto. Kuasa Hukumnya beralasan penetapan Setnov sebagai tersangka dugaan korupsi KTP elektronik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) keliru dan tidak sah. Mereka menilai penetapan tak melalui pemeriksaan sebagai saksi dan tidak berdasar alat bukti yang cukup.

KPK jelas membantah dan percaya diri akan memenangkan gugatan tersebut. Dalam persidangan kemarin KPK menyerahkan hampir dua ratus bukti yang menguatkan penetapan tersangka. Termasuk di dalamnya dokumen, kesaksian ahli juga  rekaman percakapan. Sayangnya hakim tunggal Cepi Iskandar menolak memutar rekaman dengan alasan kuatir ada nama Setnov disebut sehingga akan melanggar hak asasinya sebagai manusia.

Sejumlah kalangan lantas menyinyalir sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Di antaranya Hakim Cepi yang menolak eksepsi KPK, mempersoalkan status penyelidik dan penyidik, serta seperti memasuki pokok perkara kasus. Model ini sebelumnya berhasil menggagalkan kerja KPK yang kalah di praperadilan dalam kasus penetapan Wakapolri Budi Gunawan dan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Purnama sebagai tersangka korupsi.

Itu sebab lantas muncul pesimisme KPK akan menang. Apalagi dalam pokok perkara kasus yang sudah divonis nama Ketua DPR Setya Novanto dan sejumlah nama anggota DPR hilang. Padahal belasan nama  itu muncul dalam dakwaan dan sejumlah fakta persidangan.

Meski begitu optimisme kemenangan melawan kejahatan luar biasa bernama korupsi harus terus dibangun. Kalaupun kali ini KPK kembali kalah, masih ada upaya lain untuk memastikan para garong uang negara itu mempertanggungjawabkan perbuatannya di balik terali besi. Tentu setelah melalui proses pengadilan yang bersih dan independen. 

  • praperadilan
  • pengadilan
  • KPK
  • Setya Novanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!