BERITA

Menguak Mitos Seputar Kantuk dan Gangguan Tidur

Menguak Mitos Seputar Kantuk dan Gangguan Tidur

KBR, Jakarta - Anda sering mengantuk atau sesekali saja? Atau merasa tidur selalu cukup, hingga tak pernah merasa mengantuk? Kalau bagi Dokter Andreas Prasadja, semua orang Indonesia itu, mengantuk.

"Orang Indonesia itu kurang tidur, dan orang Indonesia semua mengantuk. Saya berani berkata  ini, dan beberapa kali membuat tagar #IndonesiaMengantuk," ucap dr. Andreas Prasadja kepada Host Anan Prananca di Ruang Publik KBR, Kamis (19/4/2018).

Ini karena, kata dia, banyaknya iklan produk di pelbagai media yang mengklaim bisa membikin konsumennya melek.

"Artinya produsen melihat peluang pasar yang besar pada orang mengantuk. Artinya orang Indonesia mengantuk, sehingga untuk beraktivitas saja membutuhkan vitamin atau stimulan," tambahnya.

Padahal, solusinya bukan itu.

Selama ini kita mengira, tanda-tanda mengantuk adalah menguap atau ketiduran di tengah bekerja. Lantas kita mengatasinya dengan mencari makanan atau minuman dengan rasa tertentu.

"Ketika mengantuk, otak kita akan mencari zat-zat yang rasanya asin, manis, gurih. Dan ini tentu tidak sehat. Selain itu, karena kantuk, kadar gula dan kolesterol meningkat, sehingga menyebabkan gangguan metabolisme," jelas dokter spesialis penanganan masalah gangguan tidur tersebut.

Padahal, ia menjelaskan, kedua faktor tersebut bukanlah indikator untuk mengetahui seseorang dikatakan kurang tidur.

"Orang yang mengantuk bisa dilihat dari konsentrasinya yang jelek, kreativitas buruk dan emosi yang tidak stabil," papar Andreas.

red

Dokter Andreas Prasadja saat menjelaskan soal pola tidur berkualitas. (Foto: KBR/Eka Jully)

Kebutuhan tidur manusia dewasa berkisar antara 7-9 jam. Penelitian di Inggris menunjukkan, perempuan dengan durasi tidur kurang dari 7 jam setiap hari berisiko kanker payudara hingga 47 persen. Selain itu, menurut Andreas, daya tahan tubuh manusia hanya bekerja ketika tidur.

Jadi, mau menambah suplemen macam apapun, jika tidur tidak diperbaiki maka mustahil berpengaruh terhadap konsentrasi atau kesegaran tubuh. Atau, seberapapun Anda menjaga pola makan dan berolahraga, kalau tak dibarengi dengan menerapkan pola tidur sehat maka akan sulit pula menurunkan berat badan.

Andreas juga meluruskan anggapan orang, bahwa terlalu capek berolahraga bisa mengakibatkan tidur lebih enak dan cepat.

"Itu salah. Karena setelah olahraga, adrenalin kita naik dan tubuh akan terasa segar. Upayakan 3 jam setelah olahraga baru tidur," jawabnya.

Soal mengantuk ini, Dokter Andreas juga mewanti. Bagi Anda yang sedang mengantuk untuk tak mengemudi. Sebab menurutnya, menyetir dalam kondisi mengantuk itu 15 kali lebih berbahaya dibanding saat mabuk. Karena, mengantuk berlebihan mengakibatkan konsentrasi, kewaspadaan dan respon reflek pengemudi menurun.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/intermezzo/08-2015/ini_cara_untuk_hindari_insomnia/75245.html">Cara untuk Menghindari Insomnia</a><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/01-2015/anda_masuk_angin__perhatikan_hal_ini/34943.html">Anda Masuk Angin? Coba Perhatikan Hal Ini</a>&nbsp;</b><br>
    

Itu tadi yang kurang tidur, bagaimana jika ada orang yang tidurnya berlebihan atau kelebihan tidur?

Menurut Andreas, istilah kebanyakan tidur itu tidak ada. Ibarat makan, kalau sudah merasa cukup maka tubuh akan menolak. Begitu juga dengan tidur. Orang yang kelewat lama tidur biasanya karena kantuk berlebih.

Masih berkaitan dengan tidur, Anda jangan sekali-kali meremehkan dengkuran, lho. Karena menurut Andreas, bagi kesehatan jantung, mendengkur itu lebih berbahaya dibanding orang yang menderita kolesterol tinggi dan merokok. Sebab mendengkur terkait dengan gangguan napas. 

"Jika mendengkurnya sudah parah, maka napasnya akan terhenti sejenak saat mendengkur. Karena itu, orang tersebut akan terbangun sementara tanpa menyadarinya, lalu kembali tertidur. Maka tidurnya akan terpotong-potong dan ini menyebabkan kualitas tidur tidak maksimal. Bangun pagi jadi tidak segar dan sering mengantuk."

Menurut catatan dunia kedokteran, paling lama enam hari orang bisa hidup tanpa tidur. Bahkan menurut lembaga pemerhati HAM Amnesty Internasional, pengurangan tidur (misalnya begadang) menjadi salah satu bentuk penyiksaan yang paling kejam.

Orang bisa menahan makan atau tak minum tapi tak bisa tanpa tidur, karena akan ambruk.

Maka jika Anda ingin lelap tidur, Andreas menyarankan: naiklah ke tempat tidur kalau sudah mengantuk. Dan sebelum tidur, silakan berelaksasi salah satunya dengan mendengarkan musik.




Editor: Nurika Manan

  • Kesehatan Tidur
  • kesehatan
  • DOkter Andreas Prasadja

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!