BERITA

KPK 'Coaching' Anggota DPR Isi Laporan Harta Kekayaan

KPK 'Coaching' Anggota DPR Isi Laporan Harta Kekayaan

KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirim petugas ke gedung DPR untuk membantu melatih anggota dewan mengisi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Tahun ini batas waktu pengisian LHKPN berakhir 31 Maret 2019 yang berbarengan dengan hari terakhir pengisian laporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak penghasilan.


Pelatihan atau coaching clinic itu dilakukan di Gedung Nusantara III DPR, Rabu (20/3/2019).


Ketua DPR, Bambang Soesatyo mengatakan, pelaporan LHKPN bersamaan dengan pelaporan SPT untuk menyelaraskan laporan.


Bambang mengklaim rendahnya tingkat kepatuhan anggota DPR dalam melaporkan LHKPN karena para wajib lapor kerap menghadapi kendala.


"Pelaporan LHKPN dibarengi SPT karena laporan LHKPN itu harus sesuai dengan pelaporan pajak. Memang pengetahuan kami sebelumnya anggota DPR itu hanya wajib melaporkan LHKPN di awal dan akhir jabatan. Ternyata, itu setiap tahun. Apalagi nanti dibarengi dengan pelaporan pajak. Maka akan lebih mudah, tinggal displit angka-angka yang terjadi perubahan ke LHKPN," kata Bambang di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (20/3/2019).


Bambang Soesatyo menambahkan ada kemungkinan anggota DPR tidak melapor karena kekayaan yang dimiliki tidak mengalami perubahan signifikan.


"Nanti pada akhir jabatan juga pasti penuh yang lapor. Jadi kalau mau diuber-uber, eksekutif lah dengan anggota DPR terus," kata Bambang.


Salah satu anggota DPR Tabrani Maamun mengklam secara rutin mengisi LHKPN sejak tahun 2014 atau semenjak ia menjadi anggota DPR.


Tabrani mengatakan LHKPN-nya cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal itu didasarkan pada perhitungan aset yang dimiliki berupa rumah, tanah, kendaraan roda empat, dan aset tak bergerak lainnya.


Menurut Tabrani, meningkatnya laporan harta itu dilatari nilai tanah dan bangunan yang setiap tahunnya meningkat. Meski begitu, juga terdapat harta yang nilainya turun, yakni kendaraan roda empat.


"Karena kan dari pajak PBB kita kan naik, harga tanah kita itu kan naik. Kalau yang turun itu hanya kendaraan. Dulu kita beli tinggi, lama-lama nilai jualnya turun. Jadi kita tulis mengikuti harga pasaran kendaraan saja," kata Tabrani saat mengikuti pelatihan pelaporan LHKPN.  

Kesulitan

Meski mengaku rutin mengisi LHKPN, Tabrani kadang mengalami kesulitan. Kesulitan itu antara lain lokasi tempat tinggal yang jauh, pelayanan kelengkapan data-data di daerah yang cukup terbatas hingga terpencarnya harta bergerak maupun tak bergerak.

"Kita kan dari daerah, seperti saya dari Rokan Hilir. Kadang-kadang di sana pelayanannya sangat susah, terutama untuk surat menyurat, untuk PBB. Kadang-kadang keluarnya lama. Jadi sulitnya itu. Sulitnya karena harta kita terpencar," kata Tabrani.


Salah satu staf KPK yang ditunjuk sebagai 'pelatih' anggota DPR adalah Denny Setianto. Denny merupakan Spesialis Muda LHKPN KPK.


"Kegiatan hari ini berjalan cukup baik. Beberapa staf DPR hadir. Ada juga beberapa anggota DPR ikut, dan mereka bisa langsung mengisi LHKPN. Mereka menceritakan kendalanya kenapa mereka belum lapor (LHKPN)," kata Denny.


Denny mengatakan mayoritas kendala yang disampaikan para anggota DPR adalah sulit login atau mengakses masuk ke sistem pelaporan.


"Paling umum itu itu mereka tidak bisa login atau masuk ke sistem. Kemudian dalam menggunakan aplikasi ada beberapa anggota DPR yang mengaku gaptek. Ada yang mengakui begitu, sedikit gagap teknologi. Tapi secara umum ada beberapa tahapan yang mereka lewatkan. Misalnya, mereka lupa mengaktivasi login. Jadi belum diaktivasi sehingga tidak bisa masuk aplikasi," kata Denny.


Denny Setianto mengatakan jumlah total pelapor LHKPN dari DPR baru dapat diketahui Kamis (21/3/2019) atau 12 jam setelah selesainya proses pelaporan LHKPN di gedung DPR.  


Dari data KPK, waktu pelaporan LHKPN berakhir pada 31 Maret 2019. Hingga saat ini, tingkat kepatuhan anggota DPR, merupakan yang paling rendah dibanding lembaga legislatif lainnya. Dari 546 wajib lapor, baru 75 orang yang melaporkan atau 13,74 persen.


Untuk MPR, dari 8 orang wajib lapor, baru 4 orang melapor atau 50 persen. Untuk DPD, dari 133 wajib lapor sebanyak 82 orang sudah melapor. Untuk DPRD, dari total 16.661 wajib lapor sebanyak 3.123 atau 18,74 persen sudah melapor.


Editor: Agus Luqman 

  • KPK
  • LHKPN
  • DPR
  • SPT Pajak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!