OPINI

KPK vs DPR

Ketua KPK Agus Rahardjo menerima kaos dukungan untuk KPK.

Publik di tanah air benar-benar dibuat geger, mengikuti persidangan perdana kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik, kemarin. Dalam surat dakwaan KPK tergambar jelas bagaimana para politisi, pejabat negara dan pengusaha berjamaah melakukan persekongkolan untuk menggarong uang negara.

Selain mendakwa dua orang pejabat negara, KPK dengan jelas menyebut nama-nama orang besar yang menerima dana haram dari proyek e-KTP, sebagian besar adalah anggota Komisi II DPR periode lalu.

Beberapa nama itu kini menjadi gubernur hingga menteri, seperti Ganjar Pranowo, Olly Dondokambey, hingga Yasonna Laoly. Nama-nama itu terpampang jelas di media massa.

Meski nama-nama itu tidak atau belum berstatus tersangka, keberanian KPK memunculkan nama-nama itu menempatkan publik pada posisi yang jelas; semakin tidak percaya terhadap kredibilitas DPR: lembaga paling korup di Indonesia saat ini. 

Sebagian besar dari nama-nama yang disebut itu membantah menerima aliran dana korupsi e-KTP, sebagian lagi tidak terdengar suaranya. KPK menyebut ada 50 orang anggota Komisi II DPR periode lalu yang menerima uang haram itu.

Ketika KPK membongkar skandal perampokan dana negara sebesar Rp2,3 triliun itu, kita sedih sekaligus senang. Sedih, karena begitu banyak orang yang tersangkut, bahkan termasuk nama-nama populer itu. Tapi kita juga senang, karena KPK terus memberi harapan pada publik dalam keseriusan mereka memberantas korupsi. 

Saatnya kini publik berdiri memberikan dukungan penuh kepada KPK, yang sedang berhadap-hadapan dengan politisi dan pejabat korup. Jangan biarkan KPK sendirian melawan para koruptor. Apalagi, kasus korupsi besar yang ditangani KPK bukan hanya proyek e-KTP, tapi juga masih ada kasus-kasus lain. 

  • korupsi e-ktp
  • KPK
  • DPR
  • Ganjar Pranowo
  • yasona laoly
  • olly dondokambey

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!