BERITA

Seleksi Calon Hakim MK Tak Serius, Ini Jawaban DPR

Seleksi Calon Hakim MK Tak Serius,  Ini Jawaban DPR

KBR, Jakarta- Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah terlalu cepat melaksanakan proses seleksi calon hakim Mahkamah Konstitusi. Proses hanya 5 hari untuk  pendaftaran dan pembuatan makalah hingga akhirnya 11 orang akan mengikuti uji kepatutan dan kelayakan.  Anggota komisi 3 DPR RI Taufiqulhadi mengklaim penetapan calon hakim MK tersebut sudah sesuai prosedur dan tidak ada yang terburu-buru.

"Semua itu kan yang mendaftar adalah tokoh-tokoh nasional, sudah dikenal, sudah ada rekam jejak semuanya. Kemudian nanti kita akan memperdalam, akan mempertanyakan kepada mereka, kita wawancarai dan sebagainya. Jadi tidak ada yang kemudian itu adalah yang terburu-buru, menurut kita," kata Taufiq pada KBR, Selasa (5/2/2019).


Menanggapi penilaian bahwa seleksi hakim MK untuk persiapan sengketa Pemilu 2019, Taufiq mengatakan, hal tersebut adalah prasangka buruk dari orang yang kekanak-kanakan. Ia menjelaskan, seleksi harus dilakukan untuk menggantikan posisi dua hakim MK yang kosong pada Maret nanti.


"Orang yang mengatakan tersebut dia memiliki prasangka buruk, orang yang mengatakan itu pasti kekanak-kanakan. Itu kan kita seleksi karena 2 orang hakim MK itu kan sudah habis masa tugasnya. Nanti harus dilantik lagi pada  Maret, karena itu sekarang kita harus seleksi untuk hakim yang akan digantikan tersebut, kalau tidak kan kosong," imbuhnya.


Koalisi Masyarakat Sipil mencatat, 5 dari 11 calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK), belum menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Koordinator Hukum dan Advokasi ICW Tama Satrya Langkun menilai pelaporan harta  kekayaan para calon hakim MK, sebagai salah satu indikator penting untuk berkomitmen dalam pemberantasan korupsi.

Menurutnya, pelaporan LHKPN memiliki tiga fase utama bagi seorang pejabat negara, di antaranya fase sebelum menjabat, fase saat menjabat, dan fase setelah menjabat.

"Ini buat kita menjadi sangat penting (lapor LHKPN), agar kita bisa melihat sejauh mana sebetulnya calon hakim ini punya komitmen dan integritas terkait dengan isu-isu antikorupsi. Artinya dari publik memberikan catatan, ketika misal dia tidak melakukan (laporan) LHKPN, itu sudah menjadi poin bahwa kita mempertanyakan soal komitmennya, dalam pemberantasan korupsi, komitmennya menjalankan Undang-Undang, termasuk bicara soal komitmennya kepada integritas. Ini buat kita menjadi tatanan paling awal." kata Tama di Kantor LBH Jakarta, Jl Diponegoro, Jakarta Pusat, Selasa (5/2/2019).

 

Tama Satrya Langkun, yang juga merupakan anggota Koalisi Masyarakat Sipil enggan membeberkan lima nama calon hakim MK yang belum melapor LHKPN itu. Kata dia, koalisi masih fokus dalam posisi mempertanyakan proses waktu seleksi yang berlangsung relatif singkat. Menurutnya, kilatnya proses seleksi itu, membuat publik tidak memiliki waktu yang cukup, untuk memberikan masukan dan melihat rekam jejak secara detail.


"Beberapa hakim MK sudah pernah ditangkap karena perkara tindak pidana korupsi. Ketika misalnya dari publik dan DPR sebagai pihak yang mengusulkan, tidak memiliki kesempatan untuk melakukan penelusuran terhadap rekam jejak, maka kemungkinan-kemungkinan atau garansi kalau yang terpilih adalah orang-orang yang punya komitmen ini akan sangat sulit dan jauh dari harapan," jelas Tama.

Menanggapi seleksi ini, bekas ketua hakim Mahkamah Konstitusi periode 2003-2009 Jimly Asshiddiqie    berkeyakinan para calon adalah orang-orang yang berkompeten dan ahli dalam bidangnya masing-masing.

Ia mengingatkan, bagi hakim MK yang akan memperpanjang masa jabatan untuk kedua kali, dan gagal dalam uji kelayakan dan kepatutan, justru akan membawa preseden buruk bagi MK.

"Rupanya DPR menerapkan prosedur yang inklusif, semua diperlakukan sama. Itu bagus juga supaya tidak ada diskriminasi antarcalon, baik yang incumbent maupun yang baru itu semua punya hak yang sama. Itu saya kira lebih baik dari prosedur yang sebelum sekarang, tidak ada perlakuan khusus. Walaupun secara moral, orang yang incumbent kemudian dia tidak terpilih, itu kan merusak wibawa institusi," kata Jimly pada KBR, Selasa (5/2/2019).


Jimly  menilai proses seleksi  terkesan hanya untuk mempersiapkan persidangan sengketa hasil Pemilu 2019 saja. Jimly mengatakan, proses seleksi hakim MK yang dilakukan 5 tahunan, dinilai mengikuti agenda politik. 

Salah seorang calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Refly Harun menyatakan siap untuk untuk menyelesaikan sengketa pemilu dan perkara lainnya  jika  terpilih sebagai hakim MK. Ia mengatakan,   telah memiliki modal pengetahuan dasar yang dibutuhkan sebagai hakim MK yaitu pengetahuan soal konstitusi.

Kata Refly, tak ada persiapan khusus untuk menghadapi fit and proper test yang akan ia ikuti.

"Ya kalau sengketa Pemilu tentu kan memang harus disidangkan. Kita tahu bahwa MK kan banyak menerima sengketa Pemilu. Saya kira seorang hakim konstitusi  harus siap dua-duanya. Pengetahuan tentang kepemiluan dan fisik yang prima. Karena sengketa kan banyak terakhir kan 900 tahun 2014," kata Refly pada KBR, Selasa (5/2/19).


Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun mengatakan telah menyerahkan LHKPN.  

Refly mengatakan baru mendaftar pada saat-saat terakhir yaitu pada 25 Januari lalu dan diharuskan membuat makalah pada Rabu minggu lalu.


Sebelumnya  Koalisi Masyarakat Sipil untuk Selamatkan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terdiri dari LBH Jakarta, PBHI, Perludem, Kode Inisiatif, ICW, ILR, ICJR, dan YLBHI, mengkritik DPR RI. Salah satu Anggota Koalisi Masyarakat Sipil, Arif Maulana mengatakan, seleksi berjalan dalam waktu singkat dan tanpa membuka komposisi panel ahli. 


"Dalam hal proses, pada sisi ini koalisi menyoroti dua hal. Dua hal dalam proses seleksi MK hakim MK oleh DPR RI. Pertama, adalah soal jangka waktu tadi sudah disinggung bahwa jangka waktu untuk pendaftaran calon itu hanya lima hari. Kemudian, yang kedua adalah komposisi panel ahli, persoalan jangka waktu adalah persoalan yang serius karena akan mempengaruhi kuantitas dan kualitas hakim Mahkamah Konstitusi yang nantinya akan terpilih. Dalam sejarah seleksi MK, baru kali ini jangka waktu seleksi dilakukan dengan sangat pendek." kata Arif, Selasa (5/2/2019).

 

Arif, yang juga merupakan Direktur LBH Jakarta ini menuturkan dalam proses seleksi MK  selama ini dilakukan secara terbuka oleh ketiga lembaga negara, baik itu oleh DPR, Presiden, dan Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, waktu lima hari, merupakan rekor sendiri bagi proses seleksi hakim MK tersebut. Selain itu, dia menyebut minimnya waktu yang dibuka oleh DPR, membuat akses untuk mendapatkan calon yang bermutu atau berkualitas, menjadi kecil atau tertutup


"Karena banyak orang-orang baik dan juga berkompeten, itu tidak dapat menyiapkan berkas atau belum menyiapkan berkas yang dibutuhkan kemudian untuk mendaftarkan diri dengan waktu yang sangat singkat," terang Arif.


Arif menambahkan, koalisi menilai penggunaan panel ahli sebagai salah satu preseden ketatanegaraan yang positif, dalam menyeleksi hakim MK. Namun tanpa informasi kategori panel ahli yang ditunjuk, membuat proses seleksi berpotensi melanggar aspek transparansi dan partisipasi.


Daftar calon hakim konstitusi yang mengikuti  uji kepatutan dan kelayakan;

  1. Hestu Armiwulan Sochmawardiah

  2. Aidul Fitriciads Azhari

  3. Bahrul Ilmi Yakup

  4. M Galang Asmara

  5. Wahiduddin Adams

  6. Refly Harun

  7. Aswanto

  8. Ichsan Anwary

  9. Askari Razak

  10. Umbu Rauta

  11. Sugianto


Editor: Rony Sitanggang

  • MK
  • seleksi hakim mk

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!