RUANG_PUBLIK

Mendorong Diakhirinya Kekerasan Berbasis Gender Online

Komisioner Komnas Perempuan, Indriyani Soeparno. (Foto: KBR)

KBR, Jakarta – Kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) atau kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis online marak terjadi dalam beberapa tahun belakangan ini. Indriyani Soeparno Komisioner Komnas Perempuan memaparkan sepanjang 2017, Komnas Perempuan menerima 98 pengaduan terkait KBGO. 

Indriyani mengatakan bentuk-bentuk pengaduannya beragam. Mulai dari pendekatan untuk memberdaya (cyber grooming), pelecehan secara Online (cyber harassment), dan peretasan (hacking). Juga ada konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), hingga pencemaran nama baik (online defamation). Dia menjelaskan hal ini dalam Talkshow Ruang Publik KBR Rabu (30/1). 

Saat ini kasus KBGO belum memiliki perangkat hukum khusus yang memadai kata Indriyani. Jadi jika ada laporan dengan kategori kasus pelecehan seksual secara online akan sulit untuk diproses secara hukum.

“Karena biasanya kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan itu bernuansa seksual. Maka sebetulnya belum cukup ada peraturan yang mengatur tentang kekerasan seksual baik offline maupun online. Jadi offline aja belum cukup, apalagi yang online,” tuturnya.

Bila kasus tersebut dilaporkan kepada kepolisian melalui jalur hukum lanjutnya, biasanya yang digunakan adalah UU ITE terkait kesusilaan.

“Tapi UU ITE inikan dibangun bukan berdasarkan latar belakang peristiwa-peristiwa ketidakadilan terhadap perempuan. Jadi memang nuansa substansi di dalamnya tidak banyak berbicara tentang hak perempuan. Hampir tidak ada,” tambahnya.

Indriyani menjelaskan Komnas Perempuan tengah mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk mengisi kekosongan perangkat hukum ini.

“Nah di situ yang bisa digabungkan soal kekerasan seksualnya dengan UU PKS, soal transmisinya dengan ITE,” jelas Indriyani.

Meski dalam kasus di dunia maya aparat penegak hukum telah menghadirkan unit khusus cyber crime tapi korban masih dipersulit ketika melapor kepada pihak berwajib, katanya lagi.

Salah seorang korban kasus KBGO adalah Ken. Dia bercerita kasus yang dialaminya berupa teror atau penyalahgunaan data oleh pelaku. Ini terjadi setelah dia mengumumkan akan membuat film dokumenter tentang Ahok.

“Motif pelaku memasukkan nomor saya nya ke situs-situs karena perbedaan pandangan politik. Pelaku mengaku tidak suka kepada orang-orang yang mendukung Jokowi maupun Ahok,” jelas Ken. 

Pelaku, kata Ken, menyebarkan nomor ponsel pribadinya di aplikasi percakapan sebagai penyedia jasa prostitusi. Bercermin dari pengalaman temannya yang mengalami hal yang sama tapi kasusnya mangkrak di kepolisian, dia pun berinisiatif melakukan sesuatu.

Dia menghubungi aplikasi tempat nomornya disebar untuk menemukan orang yang mendaftarkan nomornya, baru melapor ke polisi. Pelakunya, akhirnya telah ditangkap akhir Desember lalu. 

Ken pun mengatakan meski nomor teleponnya telah disalahgunakan dan dia telah memblokir ribuan nomor yang mengganggunya, tapi dia tetap mempertahankan nomor ponselnya itu. 

Komnas Perempuan, menurut Indriyani, juga terus melakukan upaya pencegahan terjadinya kasus KBGO.  Salah satunya dengan mengedukasi masyarakat soal kekerasan terhadap perempuan berbasis online, dan  mendorong perundang-undangan yang dapat melindungi korban dari kasus kekerasan terhadap perempuan baik online maupun offline. Serta  mengkampanyekan perlindungan data pribadi.


Editor: Vitri Angreni 

  • Korban Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO)
  • Komnas Perempuan
  • RUU PKS

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!