RUANG PUBLIK

Di Era Jokowi, Indeks Ketahanan Pangan Naik 7 Peringkat

Di Era Jokowi, Indeks Ketahanan Pangan Naik 7 Peringkat

Akhir tahun 2014 lalu Indeks Ketahanan Pangan Indonesia berada di peringkat ke-72 dunia. Kemudian setelah empat tahun pemerintahan Jokowi, nilai indeksnya naik tujuh poin hingga mencapai peringkat ke-65 di tahun 2018.

Ini tentu bisa dianggap prestasi. Tapi Indonesia belum layak berpuas diri. Sebab, biarpun naik peringkat, ketahanan pangan nasional masih menghadapi berbagai tantangan.

Tantangannya beragam mulai dari lonjakan harga, tingginya korupsi, minimnya pengembangan pertanian, sampai kualitas makanan yang masih di bawah rata-rata dunia.

Hal itu tercatat dalam Global Food Security Index 2018, laporan kondisi ketahanan pangan dunia yang dirilis Economist Intelligence Unit (EIU).

EIU adalah unit penelitian khusus dari The Economist Group, perusahaan media asal Inggris yang berfokus membuat analisa bisnis internasional.

Sejak tahun 2012 EIU melakukan studi terkait ketahanan pangan di 113 negara termasuk Indonesia.

EIU kemudian menyusun indeks penilaian berdasarkan tiga faktor, yakni keterjangkauan harga pangan (affordability), ketersediaan bahan pangan (availability), serta kualitas dan keamanan bahan pangan (quality and safety).

Berikut adalah penilaian EIU untuk Indonesia:


Harga Pangan: Bersiap Hadapi Perubahan Iklim

Meski telah menunjukkan perbaikan peringkat, ketahanan pangan Indonesia masih berada di kisaran rata-rata dunia.

Global Food Security Index 2018 menyebut bahwa tingkat affordability pangan Indonesia mendapat skor sebesar 55,2 dari 100.

Ukuran affordability meliputi kemampuan masyarakat dalam membeli makanan, kesiapan menghadapi lonjakan harga, serta kebijakan negara yang terkait pemenuhan pangan nasional.

Berdasarkan data EIU, tingkat affordability Indonesia masih perlu diperbaiki melalui peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) per kapita.

Hal itu diperlukan agar masyarakat siap menghadapi lonjakan harga pangan akibat perubahan iklim.


Stok Pangan: Stop Korupsi, Kembangkan Penelitian

Dalam hal availability atau ketersediaan bahan pangan, Indonesia mendapat skor 58,2 dari 100. Artinya, tingkat ketersediaan pangan Indonesia masih tergolong rata-rata dan masih memiliki berbagai tantangan.

Dalam laporan EIU, tantangan pertama adalah korupsi. EIU menilai bahwa korupsi bisa mengakibatkan inefisiensi dalam pengelolaan sumber daya alam dan menganggu ketersediaan bahan pangan.

EIU menilai bahwa korupsi di Indonesia memiliki risiko tinggi untuk mengganggu besaran stok dan distribusi bahan pangan, dengan skor risiko sebesar 3 dari total 4 poin.

Minimnya perhatian pemerintah untuk riset pertanian juga menjadi tantangan mendesak. Menurut data EIU, upaya pengembangan pertanian Indonesia sangat rendah, hanya mendapat skor 1 dari total 9 poin.


Kualitas Pangan: Protein Masih di Bawah Rata-Rata

Dalam hal quality and safety, Indonesia mendapat skor yang cukup rendah yakni 44,5 dari 100.

EIU mencatat bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat baik dalam beberapa hal, seperti dalam pembuatan standar nutrisi nasional, publikasi panduan menu sehat, serta pemantauan kondisi gizi masyarakat.

Namun demikian, kualitas protein yang dikonsumsi masyarakat Indonesia masih berada di bawah rata-rata dunia.

EIU menggunakan metodologi Protein Digestibility Corrected Amino Acid Score (PDCAAS) untuk mengukur kualitas protein dalam bahan pangan.

Dan hasilnya, Indonesia baru mencapai skor 39,3 dari 100. Padahal negara lain rata-rata sudah mampu mencapai skor PDCAAS sebesar 58 poin.

Di samping protein, kualitas vitamin A serta keragaman menu pangan Indonesia juga dinilai masih di bawah rata-rata.

(Sumber: Global Food Security Index 2018)

 

  • pangan
  • pertanian
  • korupsi
  • perubahan iklim

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!