RUANG PUBLIK

Mewaspadai Meningkatnya Kejahatan Siber Terhadap Anak

"Salah satu pengaduan terkait pornografi dan kejahan siber terhadap anak pada 2018 yang terbilang modus baru adalah Sextortion. "

Foto: Margaret Aliyatul Maimunah Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan An
Foto: Margaret Aliyatul Maimunah Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). (Foto: KBR)

KBR, Jakarta – Jumlah kasus pelanggaran hak anak, setiap tahun terus meningkat. Salah satu pelanggaran yang angkanya terus naik dari tahun ke tahun adalah kasus pornografi dan kejahatan siber pada anak yang tahun 2018 angkanya mencapai 679 pengaduan. 

Margaret Aliyatul Maimunah Komisioner Bidang Pornografi dan Cyber Crime Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengatakan saat ini anak bukan hanya menjadi korban tapi juga menjadi pelaku. “Dulu anak-anak menjadi korban kejahatan seksual akibat orang dewasa yang terpapar pornografi. Alasan mereka menjadikan anak-anak sebagai korban adalah karena anak kecil tidak bisa melawan, menolak dan belum mengerti. Tapi mirisnya, sekarang ini justru pelaku adalah anak kecil itu sendiri akibat paparan pornografi,” jelasnya.

Dia mengatakan saat ini hal-hal yang bersifat pornografi bisa dengan mudah diakses menggunakan gadget atau gawai. Ini terjadi baik secara sengaja maupun tidak. “Awalnya mungkin mereka tidak mengerti, tapi lama-lama jadi penasaran dan melihat. Akhirnya ingin bisa mempraktikkan yang ia lihat. Dalam kondisi tertentu, mereka bisa menjadi pelaku kejahatan seksual akibat terpapar pornografi,” papar Margaret dalam Talkshow Ruang Publik KBR pada Kamis (10/1).

Salah satu pengaduan terkait pornografi dan kejahan siber terhadap anak pada 2018 yang terbilang modus baru adalah Sextortion. Ini adalah jenis kriminal yang berhubungan dengan kegiatan pemerasan seksual. “Kasus ini adalah tentang pemerasan dari pelaku kepada korban melalui media online dengan bentuk ancaman menyebarluaskan foto atau video yang mengarah pada pornografi tentang korban,” ujar Margaret.

Maka kata dia penting bagi anak untuk diberi pemahaman soal orang-orang yang baru mereka kenal lewat media sosial. “Kalau misalnya anak-anak berkenalan di dunia maya, ya harus terus waspada. Ya sekedarnya, jangan kemudian betul-betul semuanya dikeluarkan. Seperti misalnya alamat rumah dikasih, ini bahaya. Maka anak-anak harus diberi pemahaman soal ini,” tambah Margaret.

Selain itu Margaret juga mengingatkan ada hal yang harus diingat oleh orangtua ketika memutuskan untuk memberikan smartphone atau gadget kepada anak-anaknya. “Memberikan ini harus disertakan dengan pengawasan dan aturan penggunaan, karena di dalam gadget itu terdapat banyak konten negatif yang bisa mengancam anak,” kata dia.

Dia mencontohkan aturan penggunaan gawai itu meliputi usia anak ketika diberikan gawai, konten apa saja yang bisa dilihat anak, sebisa mungkin anak bermain gadget di lokasi umum sehingga bisa terkontrol oleh orangtua, dan orangtua harus memiliki komunikasi yang baik dengan anak. 

Selain orangtua, sekolah juga memiliki peran yang tak kalah penting. Sekolah kata dia harus membuat aturan soal penggunaan gadget saat di sekolah dan tidak boleh digunakan semaunya. 

Untuk anak yang menjadi korban dan pelaku kejahatan pornografi langkah rehabilitasi merupakah langkah yang harus dilakukan. “Menurut penelitian, jika tidak dilakukan rehabilitasi secara tuntas terhadap anak yang pernah menjadi korban kekerasan seksual semasa kecil, bisa memiliki potensi yang besar untuk menjadi pelaku kejahatan seksual,” ujar Margaret.

Dia mengaku khawatir pengaduan tentang kasus kejahatan siber terus meningkat. Penyebabnya karena masih banyak masyarakat yang belum paham kalau pemakaian gadget dan akses internet oleh anak tanpa pengawasan orangtua bisa menimbulkan berbagai dampak negatif.

Editor: Vitri Angreni

 

  • Pornografi anak
  • kejahatan siber pada anak
  • sextortion
  • KPAI
  • Nurhayati

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!