BERITA

KNPB: Ibadah Kami Dianggap Mengancam Negara

KNPB: Ibadah Kami Dianggap Mengancam Negara

KBR, Jakarta - Ibadah yang dilakukan ratusan anggota organisasi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) di Timika, dianggap mengancam negara dan membuat Polres Timika melakukan tindakan represif berupa pengusiran, serta pengambilalihan sekretariat KNPB Timika, akhir tahun kemarin.

Ketua KNPB Timika, Yanto Awerkion mengungkapkan, dalam proses pengusiran dan pengambilalihan kantor KNPB itu, Polres Timika mengikutsertakan TNI.

Aparat gabungan ini melakukan penganiayaan dalam bentuk pemukulan dan menendang lebih dari 10 orang yang hendak beribadah saat itu.  

"Mereka melarang kami melakukan kegiatan ibadah. Karena ibadah yang kami lakukan mengancam negara. Itu menurut pihak TNI Polri," kata Yanto ketika dihubungi KBR di Jakarta, Rabu (2/1/2019).

Yanto pun menjelaskan kronologis hingga dilakukan pengambilan paksa, di mana kegiatan peribadahan di sekretariat KNPB Timika yang dipersiapkan dengan matang itu juga telah dilaporkan kepada kepolisian setempat dengan mengirimkan surat pemberitahuan, bahwa akan ada kegiatan di kantor KNPB dan melibatkan banyak orang.

Aparat gabungan TNI dan Polri ini menggeruduk, mengusir dengan penganiayaan, serta mengambilalih kantor KNPB Timika ketika persiapan ibadah selesai sekitar pukul 08.00 WIT. Sementara ibadah rencananya akan dimulai pada pukul 11.00 WIT.

"Tiba-tiba pihak keamanan dipimpin oleh Kapolres Timika datang mengacaukan kegiatan kami dengan penyerobotan kantor," kata Yanto.

Enam orang anggota organisasi damai KNPB pun ditangkap polisi termasuk dirinya dan sempat terjadi perlawanan dari anggota KNPB ketika penangkapan tersebut.

"Kami sempat melakukan perlawanan baku tarik. Sampai pihak keamanan mereka tendang bagian rusuk saya," kata dia. Teman saya dipukul dan diinjak, sambungnya.

Yanto melanjutkan, penggerudukan yang dilakukan aparat gabungan itu semula dengan maksud membubarkan kegiatan peribadahan. Namun yang terjadi, aparat mengokupasi, menguasai, dan mengalihfungsikan kantor itu menjadi pos keamanan.

Pengacara yang fokus mendalami isu Hak Asasi Manusia di Papua, Veronica Koman, mengecam tindakan represif pemerintah melalui aparat keamanannya tersebut.

Menurut Veronica, pengambilalihan sekretariat KNPB Timika tidak memiliki dasar hukum.

"Ini organisasi damai yang dijamin kebebasan berkumpulnya. Justru tindakan kepolisian hari ini yang mengokupasi tempat tersebut, itu yang ilegal. Kebebasan berkumpul KNPB itu hak konstitusional," kata Veronica.

Ia juga membantah narasi yang dibuat polisi mengenai ilegalitas KNPB, karena KNPB tidak bisa disebut organisasi ilegal hanya karena tidak terdaftar di pemerintah. Sebab, semua orang punya hak untuk berkumpul yang dijamin oleh konstitusi. Lagi pula, KNPB berkegiatan tanpa menggunakan senjata, karena merupakan organisasi damai.

"KNPB itu tidak ilegal. Wacana KNPB tidak didaftarkan di Kesbangpol atau Kemenkumham, itu sifatnya tidak wajib. Itu hanya pendaftaran," kata dia.

Veronica juga mengutuk tindakan aparat yang menghancurkan kantor KNPB Timika dan mencorat-coret dindingnya.

"Polisi tidak berhak menghancurkan properti pakai palu gada, kemudian corat coret slogan alay 'NKRI harga mati', itu kepolisian yang melakukan tindakan ilegal," kata dia.

Baca juga: Bongkar dan Bubarkan Kegiatan, KNPB Kecam Tindakan TNI dan Polri

Sebelumnya, Polda Papua menyatakan pengambilalihan kantor KNPB Timika itu adalah tindakan tegas terhadap organisasi yang hendak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam keterangan tertulisnya, Juru Bicara Polda Papua, Ahmad Mustofa Kamal menyebut Polda Papua menerima surat pemberitahuan aktivitas peribadahan KNPB, dan menganggapnya sebagai kegiatan yang melawan NKRI.

"Mulai hari ini, tidak diperbolehkan menggunakan atribut KNPB ataupun Bintang Kejora jika itu terjadi maka kami akan sita semuanya," katanya.

Sedangkan, Juru Bicara Komando Daerah Militer Papua Muhammad Aidi mengatakan, KNPB bukanlah organisasi yang memiliki legalitas. Karena itu, sudah semestinya KNPB tidak memiliki sekretariat.

"Kalau namanya KNPB ya tidak ada legalitasnya. KNPB sendiri tidak legal, apalagi kalau ada sekretariat. KNPB itu kan ingin membebaskan Papua dari NKRI, berarti ke arah separatis. Tidak ada legalitasnya," kata Aidi.

Dipaksa dan Difitnah

Enam aktivis KNPB yang ditangkap polisi dalam peristiwa pengambilalihan kantor KNPB Timika dua hari lalu, mendapat paksaan sebelum dibebaskan.

Mereka ditahan sejak Senin (31/12/2018) sekitar pukul 08.00 WIT, dan dibebaskan pada Selasa sekitar pukul 16.00 WIT, atau lebih dari 24 jam.

Yanto mengklaim, selama penahanan dia tidak mendapat makan, bahkan, mereka dipaksa polisi untuk menandatangani sepucuk surat pernyataan.

Isi surat pernyataan itu, berupa keharusan mencintai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, ada pula pernyataan untuk tidak melakukan kegiatan aktivisme.

"Kami dibebaskan setelah kami menandatangani surat pernyataan yang dipaksa oleh Kasatreskrim. Kami dipaksa untuk harus mencintai NKRI. Kedua kami tidak boleh terlibat dalam setiap aktivitas perjuangan," kata dia.

Menurut pengacara yang fokus pada isu HAM di Papua Veronica Koman, surat pernyataan itu tidak sah. Surat tersebut batal demi hukum karena mengandung unsur paksaan.

Selain dipaksa, Yanto juga difitnah. Polisi menuduhnya telah mengedarkan surat edaran melalui aplikasi perpesanan WhatsApp yang bernada provokasi.

Yanto mengungkapkan surat yang tidak pernah ia tulis, namun mencantumkan namanya itu, berisi pernyataan TNI-Polri telah melakukan pembunuhan di atas tanah Papua.

"Tapi surat itu bukan kami yang buat," tegasnya.

Klaim Kepemilikan Kantor KNPB Timika

Wakil Ketua KNPB Timika Yanto Awerkion menjelaskan status kepemilikan kantor KNPB Timika yang diokupasi aparat. Ia mengklaim, kantor itu adalah milik salah satu anggota, Yoner Oaga.

Dulu, KNPB Timika mendapat izin menjadikan rumah itu sebagai sekretariat. Mulanya, tempat itu seperti gubuk.

KNPB Timika kemudian sepakat untuk gotong royong merenovasinya sehingga bisa menjadi sekretariat.

"Kami pengurus KNPB parlemen sama-sama sepakat untuk harus membangun, makanya kami kumpulkan bahan-bahan untuk membangun dan menjadikan kantor sekretariat," kata dia.

Juru Bicara Polda Papua, Suryadi Diaz mengklaim, kantor KNPB Timika adalah milik Pemerintah Daerah setempat yang kemudian diberikan kepada seorang warga Papua. Oleh KNPB, rumah tersebut dirampas untuk dijadikan kantor.

"Kita bukan pembiaran. Tapi kita koordinasi dulu supaya jangan ribut. Karena Pemda sini kan agak sedikit mendukung (KNPB). Jadi kita pelan-pelan, kita koordinasi segala macam, baru kita ambil tindakan pengambilalihan itu," kata Suryadi.

Menurutnya, kegiatan di Sekretariat KNPB di Timika itu, Suryadi mengatakan, memang layak untuk dibubarkan. Selain karena KNPB adalah organisasi ilegal, aktivitas di sana dianggap telah memengaruhi masyarakat. Nantinya, kantor itu akan dikembalikan ke pemiliknya, yaitu Pemda. 

Pada 2003 di Jayapura, Suryadi menjelaskan, pernah ada peristiwa serupa. TNI-Polri waktu itu mengambilalih Gedung Kesenian yang dijadikan markas Organisasi Papua Merdeka pimpinan Theys Hiyo Eluay.

Pengacara yang fokus menangani isu HAM di Papua Veronica Koman mengungkapkan, tindakan represif TNI-Polri terhadap KNPB itu bukan yang pertama. Selama dua bulan terakhir, dia mencatat, aparat juga membakar kantor KNPB Asmat, merusak kantor KNPB Jayapura, dan KNPB Sorong.

"Kantor KNPB di Jayapura dirusak semua kuali, panci makanan saja, dirusak sama polisi," kata dia.

Sampai saat ini, para anggota KNPB Timika masih berada di sekitar sekretariatnya. Mereka berada sekitar 20 meter dari kantornya, sementara puluhan aparat masih menduduki kantor mereka.


Editor: Kurniati

  • KNPB
  • Sekretariat KNPB
  • Papua
  • Timika
  • Polisi
  • TNI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!