RUANG PUBLIK

Berikut Hasil Cek Fakta dalam Debat Capres 2019

"Debat Capres 2019 putaran pertama baru saja digelar. Apakah semua pernyataan yang muncul di sana benar-benar mengandung fakta? Ternyata tidak juga."

Adi Ahdiat

Berikut Hasil Cek Fakta dalam Debat Capres 2019
Pasangan calon presiden dan wakil presiden bersiap untuk debat, Kamis (17/01/2019). Foto: Antara

KBR- Debat Capres 2019 putaran pertama baru saja digelar, Kamis (17/01/2019). Dalam ajang tersebut, para pasangan calon saling lempar pernyataan terkait tema hukum, HAM, korupsi dan terorisme.

Apakah semua pernyataan yang muncul dalam debat itu benar-benar mengandung fakta? Tidak juga.

Menurut lansiran CekFakta.com, sebuah proyek pengecekan fakta yang digawangi Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan berbagai media yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Debat Capres kemarin juga diwarnai pernyataan-pernyataan yang “salah”.

Mari kita lihat pernyataan mana saja yang bernilai “fakta” dan mana yang bukan.

Jokowi: 6 Caleg Gerindra Bekas Napi Koruptor

Pasangan calon Jokowi – Ma’ruf menyebutkan bahwa ada 40 caleg mantan napi korupsi yang menjadi peserta Pemilu 2019. Enam orang di antaranya berasal dari Partai Gerindra.

Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), hal tersebut adalah fakta. ICW juga mencatat ada enam caleg dari Gerindra yang pernah menjadi napi dalam kasus korupsi, yakni Mohamad Taufik (Dapil DKI 3), Herry Jones Kere (Dapil Sulut), Husen Kausaha (Dapil Malut), Al Hajar Syahyan (Dapil Tanggamus), Ferizal (Dapil Belitung Timur), dan Mirhammuddin (Dapil Belitung Timur).

Prabowo: Jawa Tengah Lebih Luas dari Malaysia

Saat bicara soal kesejahteraan gubernur, Capres nomor urut 2, Prabowo Subianto berkata bahwa wilayah Jawa Tengah lebih luas dari Malaysia.

Sebagaimana dilansir CekFakta.com, pernyataan itu bukanlah fakta. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat luas wilayah Jawa Tengah adalah 32.544 km persegi. Sedangkan menurut data Britanica, luas wilayah Malaysia sekitar 10 kali lipat lebih besar dari Jawa Tengah, yakni 330.323 km persegi.

Hal ini juga dikonfirmasi oleh data dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur, yang menyebutkan luas wilayah Malaysia sebesar 329.847 kilometer persegi.

Prabowo: Gaji Gubernur Kecil

Prabowo Subianto mengatakan bahwa gaji gubernur hanya Rp8 juta, terhitung kecil sehingga memicu korupsi.

Setelah dicek, pernyataan itu tidak sepenuhnya benar. Dalam Kepres RI Nomor 68 Tahun 2001 memang diatur bahwa gaji pokok gubernur sebesar Rp3 juta ditambah tunjangan jabatan sebesar Rp5,4 juta. Namun demikian, pendapatan total gubernur tiap bulan bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Pendapatan tambahan gubernur itu berasal dari gaji pokok yang dilipatgandakan serta tunjangan operasional berdasarkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Hal ini diatur dalam PP No. 109 Tahun 2000.

Fakta tersebut dikonfirmasi oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA). Pada 2013, FITRA pernah merilis data pendapatan gubernur dan wakil gubernur dalam sebulan dan hasilnya mencengangkan.

Sebagaimana dilansir CekFakta.com, di tahun 2013 Gubernur DKI mendapat penghasilan per bulan hingga Rp1.759.303.048; Gubernur Jawa Barat Rp710.026.578; Gubernur Jawa Timur Rp670.843.873; Gubernur Jawa Tengah Rp489.701.560; Gubernur Kalimantan Timur Rp395.644.500; Gubernur Sumatera Utara Rp376.185.564; Gubernur Banten Rp299.222.125; Gubernur Kalimantan Selatan Rp239.185.623; Gubernur Sulawesi Selatan Rp228.940.362; dan Gubernur Riau Rp217.271.662.

Jadi meskipun gaji pokoknya kecil, tapi pendapatan total gubernur per bulan sangatlah besar.

Prabowo: Pegawai Negeri Korupsi karena Penghasilan Rendah

Masih dalam Debat Capres 2019, Prabowo Subianto mengatakan korupsi di badan pemerintahan Indonesia terjadi karena penghasilan yang rendah. Karena itu, Prabowo menyatakan penghasilan Aparatur Sipil Negara (ASN) perlu dinaikkan.

Jika melihat data dari Kemenpan RB, pernyataan itu layak diragukan. Pasalnya, sejak tahun 2006 sampai sekarang para ASN menikmati kenaikan gaji hampir setiap tahun. Sebagaimana dilansir CekFakta.com, gaji hakim di Indonesia juga sudah tergolong tinggi.

Hakim pemula sudah bisa mendapat gaji sekitar Rp12 juta. Menurut Perpres nomor 5 tahun 2013, hakim ad hoc juga telah mendapat tunjangan sekitar Rp20,5 juta sampai Rp40,5 juta.

Sandiaga Uno: Disabilitas Susah Mendapat Kerja

Cawapres pasangan Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, mengatakan bahwa para penyandang disabilitas sulit mendapat kerja, dan ini adalah fakta.

Hal ini dikonfirmasi oleh Koordinator Wilayah Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Surabaya, Ignatius Mardjono, yang juga mengatakan serapan pekerja dari kelompok penyandang disabilitas masih rendah.

Menurut laporan International Labour Organization yang dilansir CekFakta.com, tingkat partisipasi penyandang disabilitas ringan dalam angkatan kerja hanya sebanyak 56,72%, sementara penyandang disabilitas berat 20,27%. Persentase ini jauh di bawah tingkat partisipasi non-penyandang disabilitas yang mencapai 70,40%.

Kesulitan penyandang disabilitas untuk mendapat kerja disebabkan oleh banyak hal, mulai dari diskriminasi kelembagaan, diskriminasi lingkungan fisik, serta diskriminasi sosial.

Padahal Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas sudah mengatur bahwa dari setiap 100 pekerja, perusahaan wajib mengambil 1%-nya dari kelompok difabel.

(Sumber: CekFakta.com)

 

  • debat capres
  • Jokowi-Maruf Amin
  • Prabowo-Sandi
  • caleg gerindra
  • korupsi
  • Disabilitas
  • KPU

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!