RAGAM
Mengatasi Ancaman Phishing di Era Digital: Tantangan dan Upaya di Indonesia
Dampak phishing di Indonesia kian meningkat. Pelajari ancaman, teknik penipuan, dan solusi kolaboratif untuk melindungi masyarakat dari kejahatan siber.
DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Auzan Farhansyah
-
EDITOR / Paul M Nuh
KBR, Jakarta - Pertumbuhan digital yang pesat di Indonesia memberikan dampak juga terhadap kelemahan pada phising, bentuk dari kejahatan siber yang dimana pengguna ditipu untuk memberikan data sensitif pribadinya.
Anti-Phishing Working Group, sebuah koalisi Internasional yang berfokus menangani kejahatan siber, memberikan data pada kuartal kedua pada tahun 2024 sendiri adanya 877,536 kejadian phishing di seluruh dunia. Badan Siber dan Sandi Negara Indonesia melaporkan adanya peningkatan sebesar 70 persen pada kasus phising selama 2024 dibandingkan pada tahun 2023, dan banyaknya orang Indonesia yang terkena finansial dan emosional sebagai dampaknya.
Keadaan Phishing di Indonesia
Phishing, sebuah bentuk penyerangan siber yang umum, menggunakan bahasa-bahasa yang menipu di media sosial, email, atau situs web untuk mengumpulkan data pribadi.
Penjahat dunia maya, biasa memanfaatkan sisi lemah manusia melalui manipulasi individu untuk mengungkapkan informasi yang sensitif atau data keamanan. Para penipu biasa melakukannya melalui interaksi yang bersifat menipu melalui telepon atau mengirim pesan sebagai orang yang terpercaya, seperti perwakilan dari pihak bank atau anggota keluarga, untuk membuat para korban mempercayai bahwa mereka mempunyai masalah dalam keuangan dan menjebak mereka untuk memberikan data yang bersifat sensitif pada akun mereka seperti PIN, sandi, atau OTPs (One-Time Password).
Dengan menggunakan rasa percaya seseorang, ketakutan, penasaran, dan urgensi, mereka mempersuasi korban untuk melalui langkah-langkah keamanan dan memperlihatkan detail kartu kredit, sandi atau hal-hal yang bersifat sensitif lainnya melalui interaksi manipulatif menggunakan telepon atau pesan.
Beberapa tipuan phishing memanfaatkan rasa kekeluargaan yang dimiliki oleh keluarga Indonesia dan komunitas, memanipulasi seseorang dengan rasa bertanggung jawab dan percaya. Di banyak kasus, sering sekali para penipu berperan sebagai keluarga atau teman dekat yang dalam kesulitan, seperti membutuhkan bantuan uang dadakan atau membayar biaya rumah sakit, menghasilkan para korban ini bertindak secepat mungkin tanpa mempertanyakan masalah lebih lanjut.
Teknik Phishing lainnya memanfaatkan kecenderungan yang melekat pada masyarakat Indonesia yang mempercayai orang yang dianggap bisa dipercaya, seperti dari ketua komunitas yang diikuti ataupun yang mengatakan dari anggota keluarga.
Sebuah penelitian dari Universitas Gadjah Mada menemukan Phishing yang bersifat bagi-bagi hadiah, seperti para penipu mengaku menjadi lembaga yang terpercaya dan mengarahkan korban untuk klik sebuah tautan yang dapat mencuri data pribadi dan finansial mereka itu untuk mendapatkan hadiah, menjadi hal yang biasa digunakan di Indonesia, hal ini mempengaruhi 36,9 persen responden, diikuti oleh malware (33,8 persen) dan penipuan krisis keluarga (26,5 persen).
Dilaporkan dari Anti-Phishing Working Group menunjukan media sosial menjadi target utama untuk penyerangan siber secara global, menyumbang sebesar 37.6 persen di Q1 dan 32.9 persen di Q2 pada tahun 2024.
Laporan PBB baru-baru ini menyorot dari dampak finansial yang besar dari kejahatan dunia maya di seluruh dunia, dengan kerugian mencapai miliaran dolar pada tahun 2023.
Menurut laporan data, penipuan siber yang terjadi di Asia bagian timur dan tenggara mengakibatkan kerusakan finansial berkisar dari 18 miliar dolar hingga 37 miliar dolar di tahun 2023. Di Indonesia, para penipu ini menargetkan kalangan menengah hingga rendah yang dimana harus lebih diperhatikan dari sisi keamanan digital dan data-data pada rekening perbankan mereka.
Para korban mengalami bukan saja kehilangan finansial tetapi juga tekanan emosional yang signifikan di dalam praktek phishing. Penipuan yang menghabiskan tabungan telah menyebabkan krisis keuangan bagi banyak keluarga, yang mengakibatkannya masalah kesehatan mental dan kehancuran pada keluarga mereka sendiri.
Upaya untuk ke depannya
Upaya Indonesia untuk meningkatkan kesadaran terhadap phishing umumnya terfokus pada pelatihan kelembagaan dan juga di tempat kerja, namun belum berhasil menjangkau masyarakat umum.
Untuk melindungi masyarakat Indonesia dengan lebih baik, serangkaian solusi dapat diterapkan untuk mengatasi berbagai faktor yang mendorong pertumbuhan penipuan siber ini.
Meningkatkan literasi digital dapat membantu memberikan perlindungan yang lebih luas dan memungkinkan masyarakat mengidentifikasi dan bereaksi terhadap upaya phishing dengan bijak.
Program pendidikan yang mengajarkan keamanan siber dengan kursus literasi digital. Menyarankan untuk lebih melindungi masyarakat dari risiko phishing, mereka menyarankan untuk melibatkan pemerintah dan otoritas keamanan siber dalam upaya ini dan menggunakan berbagai saluran komunikasi, seperti media sosial, untuk kampanye kesadaran, juga dapat membantu.
menciptakan upaya kolaboratif antara pemerintah, perusahaan, dan platform teknologi sangatlah penting. Kolaborator harus bekerja sama dan mendorong kebiasaan digital yang aman, seperti membuat kata sandi yang kuat dan memperbarui perangkat lunak secara berkala. Dengan menerapkan strategi yang terdiversifikasi ini secara komprehensif, Indonesia dapat melindungi warganya dengan lebih baik dari meningkatnya ancaman kejahatan dunia maya.
Sumber: 360info.org
Penulis: Ivan Sebastian Edbert dan Alexander Agung Santoso Gunawan
Baca juga: Pakar: Banyak Instansi Belum Miliki Tata Kelola Keamanan Siber yang Baik
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!