RAGAM

Mandi Bubuk Kayu Manis: Tradisi Unik Kaum Jomblo di Denmark

Beberapa kota di dunia melarang penduduknya untuk meninggal dunia dan menerapkan penalti bila melanggar. Namun, alasannya layak untuk diperhatikan

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Tanya

EDITOR / Nabila Alfariza

Mandi Bubuk Kayu Manis: Tradisi Unik Kaum Jomblo di Denmark
Sumber: 9gag.com & barnorama.com

Siapa sangka, menjadi jomblo yang belum menikah di usia 25 tahun bisa kena penalti?

Di Denmark ada tradisi unik bagi para jomblo yang sudah berusia 25 tahun. Ketika mereka mencapai usia tersebut dan belum menikah, mereka akan dilempari bubuk kayu manis oleh teman-teman bahkan keluarga mereka.

Tidak hanya ditaburi 1-2 sendok saja, mereka akan “dimandikan” sampai seluruh tubuh mereka tertutup bubuk kayu manis. Bahkan terkadang air dan telur ditambahkan ke adonan agar bubuk kayu manis bisa menempel dengan baik di tubuh para jomblo. Tidak heran, jalanan di Denmark sering dikotori oleh bekas bubuk kayu manis. Tradisi ini tidak akan berhenti di usia 25 tahun. Justru, ketika ulang tahun ke-30 dan masih jomblo, yang dilempar bukan lagi bubuk kayu manis, melainkan lada.

Tradisi ini telah ada sejak ratusan tahun lalu. Dahulu, pedagang rempah-rempah harus bepergian dari satu kota ke kota lainnya. Alhasil mereka tidak pernah menetap cukup lama di satu tempat untuk dapat menikah. Hal ini membuat mereka jomblo sampai tua. Mereka kemudian dijuluki “Pebersvends” yang berarti “Pemuda Lada” dan “Pebermø” yang berarti “Pemudi Lada”.

Adapun, tradisi ini bukan bermaksud sebagai penalti sungguhan ataupun hukuman sosial. Berbanding terbalik dengan alasan hadirnya tradisi ini, rata-rata usia menikah di Denmark adalah 34 tahun bagi pria dan 32 tahun bagi wanita. Tradisi ini hanya berlaku sebagai keisengan saja.

Sumber: thelocal.dk, independent.co.uk, detik.com


Baca juga: Dilarang Meninggal Dunia: Ketika Hidup & Mati Diatur Undang-Undang

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!