RAGAM

Fenomena Pinjaman Online di Indonesia: Kemudahan, Risiko, dan Dampaknya

Analisis fenomena pinjaman online di Indonesia, dari kemudahan akses hingga risiko finansial, penyalahgunaan data, dan dampaknya pada masyarakat.

DIPERSEMBAHKAN OLEH KBR Media / Auzan Farhansyah

EDITOR / Paul M Nuh

Fenomena Pinjaman Online di Indonesia: Kemudahan, Risiko, dan Dampaknya

KBR, Jakarta - Jasa peminjaman online atau biasa yang dikenal “pinjol”, telah meningkat semenjak COVID-19, ketika pada masanya orang-orang mencari cara baru untuk mencari uang di masa sulit. Dengan kemudahannya, persetujuan yang mudah dan persyaratan yang relatif sedikit menjadi pinjaman online ini populer.

Pada juni 2024, menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), ada 19,5 juta akun aktif dari seluruh daerah, dengan total dana mencapai Rp. 66,79 Triliun atau (US$ 4.1 Miliar).

Ada dua tipe jasa pinjaman online di Indonesia: Legal dan Illegal.

Jasa peminjaman yang legal harus mengikuti regulasi yang ketat, termasuk pemeliharaan kantor, struktur organisasi yang transparan dan bunga yang jelas, serta praktik yang jelas dalam menghitung bunga dan cara menagih untuk para penggunanya.

Sedangkan jasa peminjaman yang illegal, biasanya mengeksploitasi para peminjamnya dengan uang administrasi yang berlebihan, bunga yang terlalu tinggi, denda yang tidak dibatasi dan praktik menagih yang mudah berubah menjadi pelecehan dan penindasan.

Jasa peminjaman illegal memiliki banyak resiko, seringkali melibatkan suku bunga yang tinggi, uang administrasi yang mahal, tenggat waktu pembayaran yang singkat dan berpotensi penyalahgunaan data pribadi.

Kemudahan akses untuk mendapatkan dana, di kombinasi dengan penyalahgunaan dan kelemahan data pribadi, berkontribusi kepada penipuan dan kejahatan dunia maya, menyisakan para peminjam dana terkena resiko keuangan dan data pribadi.

Meningkatnya Keluhan

Meskipun Otoritas Jasa Keuangan Indonesia mengatur platform pinjaman online yang sah, meningkatnya permintaan telah memicu pertumbuhan pemberi pinjaman ilegal yang tidak diatur oleh negara.

Dari Januari sampai Juli 2024, OJK menerima 9,596 keluhan tentang pinjaman ilegal. Banyak pengguna, sering kali tidak waspada terhadap resiko dan ketentuan, dan berlanjut mengandalkan kepada platform pinjaman online ilegal tanpa sepenuhnya memahami maksud dan tujuan para penyedia pinjaman ilegal.

Kemajuan teknologi, selain meningkatkan komunikasi dan akses konsumen, juga telah membuka jalan baru bagi kejahatan dunia maya.

Pencucian uang, pencurian PIN untuk transaksi bank, penipuan kartu kredit, eksploitasi kartu SIM dan akses tidak sah ke sistem komputer dan rekening bank, adalah hal yang sudah menjadi biasa.

Pelanggaran data merupakan masalah yang sangat besar. Informasi pribadi yang sensitif seperti kartu identitas, nomor pajak, foto, dapat diakses dan didistribusikan tanpa persetujuan. Distribusi data pribadi yang tidak sah ini merupakan pelanggaran privasi yang serius dan termasuk dalam kejahatan dunia maya.

Gaya hidup dan Hutang

Bukan hanya mereka yang memiliki permasalahan biaya hidup saja yang tergiur dengan jasa pinjaman online.

Daya tarik dari gaya hidup yang hedonis dapat membawa banyak orang untuk mengambil pinjaman meskipun mereka mengalami kesulitan keuangan dan resiko utang yang semakin besar.

Siklus ini menyoroti bagaimana mencari kesenangan sesaat, didukung oleh kredit online yang mudah diakses, sehingga pola pikir ini mempengaruhi cara mereka mengambil keputusan keuangan sehari-hari.

Gen Z sangat rentan terhadap pinjaman online karena kebiasaan belanja mereka yang seringkali mengutamakan gaya hidup dibandingkan menabung atau berinvestasi.

Fokus terhadap gaya hidup yang konsumtif mendorong banyak orang untuk mengandalkan kepada pinjaman online untuk membantu gaya hidup pilihan mereka. Menurut data, lebih dari 9,4 juta akun milik Gen Z dan milenial merupakan penerima aktif dari pinjaman online, berkaca dari bagaimana kebiasaan finansial ini berdampak terhadap generasi muda.

Mengetahui Resiko

Dengan banyaknya orang mengandalkan “pinjol”, kebiasaan menggunakan pinjol ilegal masih terus terjadi. Namun banyaknya para peminjam yang masih tidak sadar betapa seriusnya resiko finansial ini.

Tingginya suku bunga dan tenggat waktu yang singkat yang berarti para peminjam dapat dengan mudahnya menemukan dirinya memasuki siklus hutang, yang biasanya membayar satu pinjaman dengan meminjam kepada pinjaman yang lain atau yang biasa disebut “gali lubang tutup lubang”.

Di Beberapa kasus, adanya beberapa pinjaman yang tidak pernah dicairkan, tetapi para peminjam ini tetap mendapatkan tagihan dana, terkadang melakukan pelecehan dan penyalahgunaan data pribadi.

Beroperasi dari mana saja, membuat para pinjaman online ilegal ini sangat sulit untuk dilacak, dan dari 2017 hingga Juli 2024, OJK mengungkap 9,180 operasi pinjaman online ilegal di Indonesia.

Banyak rakyat Indonesia yang menjadi korban dalam skema pinjaman online ilegal karena ketidaktahuannya dalam pengelolaan uang yang baik. Beberapa orang melaporkan operasi peminjaman ilegal yang dimana orang tidak menyadari menerima uang hanya dengan mendaftarkan diri, sehingga menimbulkannya utang yang tidak pernah mereka niatkan untuk mengambilnya.

Para peneliti menyarankan masyarakat untuk menghindari mendaftar dengan platform pinjaman online yang ilegal, karena dengannya aktivitas yang dilakukan dapat menyebabkan ketidakstabilannya keuangan, penyalahgunaan data pribadi dan masalah hukum lebih lanjut.

Sumber: 360info.org

Penulis: Setiani Putri Hendratno

Baca juga: Generasi Z dan Milenial Dominasi Pinjol, Akibat FOMO?

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!