BERITA

Janji Presiden Membentuk Pengadilan HAM Adhoc Diapresiasi Keluarga Korban

"Tentu kami juga tidak mungkin berharap langsung besok terselesaikan."

Vitri Angreni

Janji Presiden Membentuk Pengadilan HAM Adhoc Diapresiasi Keluarga Korban
hari HAM, Wiji Tukul, pengadilan HAM Adhoc

Puluhan korban pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM masa lalu bertemu Presiden Joko Widodo saat memperingati Hari Hak Asasi Manusia.

Menurut adik penyair dan aktivis Wiji Tukul, Wahyu Susilo, dalam pertemuan itu Presiden berjanji untuk membentuk pengadilan HAM Adhoc dan juga komisi kebenaran dan rekonsiliasi.

Simak perbincangan Wahyu dalam Program Sarapan Pagi KBR (10/12) berikut ini.

Anda sudah bertemu dengan Presiden Jokowi ya?

“Iya kemarin (9/12) saya bersama Fitri Nganthi Wani anaknya Mas Thukul, puluhan korban pelanggaran HAM berat dan pelanggaran HAM masa lalu di peringatan Hari HAM.”

Apa yang disampaikan presiden kepada Anda dan keluarga?

“Saya kira pertama dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa akan berkomitmen menyelesaikan pelanggaran HAM baik masa lalu maupun pelanggaran HAM berat lainnya termasuk penghilangan paksa bisa dengan dua cara. Pertama adalah mungkin untuk pelanggaran HAM masa lalu pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Kedua adalah membuat roadmap untuk pengadilan HAM Ad Hoc.”

Apa ucapan yang Anda sampaikan waktu itu?

“Kami tidak hanya keluarga Thukul tapi juga korban pelanggaran HAM yang lain memang menagih janji dari beliau pada saat kampanye. Karena jelas janjinya ada di Nawa Cita bahkan Wani sendiri bilang secara khusus kepada Pak Jokowi, “Pak Jokowi tidak boleh ingkar janji untuk menemukan Thukul dan teman-teman lainnya baik hidup maupun mati” ya dia menanggapi dialog itu “iya saya akan memproses ini.”

"Tentu kami juga tidak mungkin berharap langsung besok terselesaikan, tapi yang kami tekankan disini adalah apa yang menjadi komitmen Presiden Jokowi harusnya dikonkretkan oleh bawahannya.”

“Saya kira kemarin apa yang disampaikan Menteri Hukum dan HAM relatif membuka jalan itu meskipun dia menyampaikan beberapa hal yang mentok. Misalnya disampaikan dalam pengantar proses politik di DPR menjadi salah satu menghambat ini. Kemudian juga menteri-menteri yang lain saya kira kontraproduktif seperti pernyataan Menkopolhukam, kalau ada usulan reshuffle saya usulkan dia yang di-reshuffle.” 

“Jadi yang penting sebenarnya menurut saya bahwa roadmap itu sudah ada di hadapan dan komitmen itu sudah ada saya kira tinggal pihak pemerintah. Misalnya kalau di parlemen teman-teman di PDIP dan Nasdem itu juga mendesak RUU KKR, proses pembentukan pengadilan HAM. Kemudian di eksekutif misalnya Jaksa Agung menyiapkan, karena bawahan-bawahan kemarin sudah disampaikan oleh teman-teman Komnas HAM.”       

Banyak yang menilai Presiden Jokowi komitmennya terhadap penuntasan kasus HAM dinilai rendah. Bagaimana menurut Anda?

“Dengan jangka waktu satu bulan saya kira saya belum berani menilai dia rendah atau tidak ya. Tapi memang komitmen dia sebenarnya dicerminkan dari bawahannya, Menkopolhukam yang tidak sensitif. Itu yang saya kira harus jadi peringatan bagi Pak Jokowi kalau dia ingin menjabarkan komitmen penegakan HAM di Nawa Cita itu menjadi program dia.”

“ Jadi saya kira terlalu dini kita menilai baru satu bulan kemudian kita membuat segunung penilaian itu. Tapi tetap posisi saya kita kritis, kita terus memantau itu, memastikan bahwa dia melaksanakan janji-janjinya.”

Jawaban apa yang disampaikan Pak Jokowi ketika Wani menagih Pak Jokowi untuk menemukan korban yang hilang akibat diculik?

“Beliau menjawab “iya saya masih ingat janji itu dan saya akan lakukan itu.” Memang singkat-singkat apa yang dia sampaikan seperti juga janji terhadap ibu-ibu korban 65 yang ingin mendapat akses keadilan.”

Ada target ketika itu disampaikan?

“Ya saya kira target kita adalah bahwa dia tidak lupa akan janji itu. Tentunya saya juga tidak egois hanya isu saya, kita juga harus berbagi dengan teman-teman. Saya juga kecewa Pak Jokowi tidak bilang secara eksplisit tentang apa yang terjadi di Papua apa penyelesaiannya, sekarang ada kontroversi soal apakah Indonesia harus moratorium hukuman mati atau tidak.”

“Jadi saya kira isu hak asasi manusia ini banyak sekali sektornya, elemennya. Menurut saya yang penting adalah kalau sudah ada roadmap penyelesaian itu kemudian dibutuhkan langkah-langkah Ad Hoc yang diberikan kepada keluarga misalnya ada kejelasan status itu. Itu yang sebenarnya juga seperti yang dituliskan Wani kemarin.”

Pak Jokowi bahas soal target pemerintahan dia akan membentuk pengadilan Ad Hoc dalam waktu setahun atau berapa lama begitu?

“Kalau kemarin dia tidak menyampaikan itu ya yang menyampaikan itu adalah Menteri Hukum dan HAM. Saya kira yang konkret disampaikan Pak Jokowi adalah akan memberikan grasi. Saya kira analisis saya dia belum berkoordinasi secara komprehensif dengan Jaksa Agung, Menkopolhukam, Panglima TNI, menteri-menteri di bawahnya.”

“Karena saya kira itu terkait dengan misalnya kalau kita bicara soal penyelesaian pelanggaran HAM masa lalu kasus penculikan itu terkait dengan TNI dan saya kira memang perlu menjadi agenda konkret. Kemarin adalah tapak awalnya dan hari-hari selanjutnya kita tunggu langkah penyelesaiannya, roadmap yang jelas, terukur ini saya kira jadi target keluarga korban.

Posisi mana di pemerintahan Jokowi yang teman-teman semua ragukan?

“Saya kira misalnya pelanggaran HAM masa lalu saya kira di institusi TNI banyak resistensi soal ini. Saya kira Pak Jokowi harus menyelesaikan soal itu. Hampir semua ya, di Jaksa Agung kita tidak tahu komitmennya seperti apa apalagi di Menkopolhukam saya kira jadi penentu karena dia koordinasi kementerian di bidang hukum. “

“Kalau di Menteri Hukum dan HAM saya tahu rekam jejak Pak Yasonna ya dengan dia juga memproses ini di DPR dalam beberapa periode. Saya kira dia punya komitmen ya tapi di Jaksa Agung, TNI, Menkopolhukam itu yang harus kita tekan terus.”  

  • hari HAM
  • Wiji Tukul
  • pengadilan HAM Adhoc

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!