NASIONAL

Cukai Naik Sedikit, Prevalensi Perokok Masih Banyak

"Manajer Program Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi bahkan menyebut, persentase kenaikan tarif cukai tembakau masih cukup rendah."

cukai rokok
Petugas Satpol PP menata rokok ilegal sitaan di Batu, Jawa Timur, Selasa (18/4/2020), yang tanpa dilengkapi pita cukai. (Foto: ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

KBR, Jakarta - Kebijakan pemerintah menaikkan tarif cukai tembakau dinilai tidak efektif mengurangi jumlah perokok pemula. Manajer Program Komnas Pengendalian Tembakau, Nina Samidi bahkan menyebut, persentase kenaikan tarif cukai tembakau masih cukup rendah.

"Catatan kami adalah tahun 2023 dan 2024 yang disebutkan oleh Menkeu Sri Mulyani itu 10%, sayangnya sangat kecil. Itu tidak akan berpengaruh pada prevalensi perokok di luar, karena target kita harusnya 20% sampai 25% kenaikan cukai per tahun. Kalau 10% ini tidak jauh dari inflasi. Jadi sama halnya seperti kenaikan berdasarkan inflasi saja, bukan untuk menurunkan prevalensi perokok. Menurut kami ini sangat tidak efektif jika kenaikannya hanya 10%," tutur Nina (7/11/2022).

Berapa seharusnya persentase cukai tembakau untuk sekaligus menekan prevalensi perokok pemula?

"Ada dua hal supaya prevalensi perokok itu turun. Melalui kenaikan cukai, adalah menaikkan cukai rokok 20% sampai 25% per tahun. Melihat kondisi prevalensi perokok di Indonesia saat ini. Lalu, memberlakukan penyederhanaan golongan tarif cukai. Karena tarif cukai kita sekarang adalah delapan golongan, harusnya kalau seumpamanya kita mau efektif, harus ada penyederhanaan golongan pembagian tarif cukai di Indonesia. Karena tarif yang sekarang delapan golongan itu membuat perokok jadi mudah berpindah-pindah ke harga rokok yang lebih murah, kelompok rokok yang cukainya kecil," urainya.

Menurut Nina, regulasi atau kebijakan yang harus dilakukan pemerintah untuk mengurangi prevalensi perokok aktif adalah konsisten menaikkan cukai rokok 20% sampai 25% per tahun.

"Bahkan kalau memang pemerintah takut menaikkan cukai yang tinggi berakibat pada dinamika ekonomi di Indonesia, mereka punya hitungan, bahwa sampai 45% kenaikan cukai dilakukan Indonesia itu tidak akan mempengaruhi ekonomi di Indonesia secara makro. Karena yang justru bagus adalah ketika semakin tinggi cukainya maka perokok akan semakin turun.

Baca juga:

- Pemerintah Naikkan Cukai Rokok 10 Persen

- Edukasi Bahaya Rokok kepada Anak-Anak di Bantaran Kali Ciliwung

Kebijakan cukai ini paling efektif dan paling tepat dampaknya karena perilaku merokok ini dipengaruhi oleh akses. Dan akses itu juga dipengaruhi oleh harga yang murah. Ketika perokok mendapatkan produknya itu tinggi dan mahal maka mereka cenderung akan mengurangi dan itu sudah dibuktikan," ujarnya lagi.

Nina menyatakan khawatir, dengan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024, maka prevalensi perokok akan tetap tinggi.

"Bahkan, itu juga berpotensi menggagalkan prevalensi perokok dari 9,1% menjadi 8,7%, karena harga rokok yang masih sangat murah dan bisa dijual dan dibeli batangan," ujarnya.

Pekan kemarin, pemerintah menaikkan tarif cukai rokok. Pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2023 dan 2024. Keputusan itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat.

"Presiden telah menyetujui untuk menaikkan cukai rokok sebesar 10 persen untuk tahun 2023 dan 2024. Karena cukai rokok merupakan rata-rata tertimbang dari berbagai golongan, maka 10 persen tadi akan diterjemahkan menjadi kenaikan bagi kelompok dari mulai sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek pangan (SKP), yang masing-masing memiliki kelompok atau golongan tersendiri," kata Sri Mulyani, Kamis (3/11/2022).

Sri menambahkan, rata-rata 10 persen akan ditunjukkan dengan SKM I dan II yang nanti rata-rata meningkat antara 11,5 persen hingga 11,75 persen. Kemudian SPM I dan SPM II naik di 12-11 persen, sedangkan SKP I, II, dan III naik 5 persen.

Editor: Fadli Gaper

  • cukai rokok
  • prevalensi perokok anak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!