RAGAM

Masyarakat Adat Malamoi Tolak Kehadiran Sawit di Wilayah Mereka

Masyarakat Adat Malamoi Tolak Kehadiran Sawit di Wilayah Mereka

Sekitar 70 orang perwakilan masyarakat adat Moi, orang-orang tua dan pemilik tanah dan hutan adat, mengikuti acara sidang adat yang diadakan LMA Malamoi pada 14 Ooktober 2021. sekitar 70 orang perwakilan masyarakat adat Moi, orang-orang tua dan pemilik tanah dan hutan adat, asal dari daerah Distrik Seget, Distrik Bagun, Distrik Klamono, Distrik Segun, Distrik Konhir, Distrik Klayili dan Distrik Sayosa, mengikuti acara sidang adat yang diadakan LMA Malamoi.

Sidang dibuka dengan mendengar kata sambutan dari LMA Malamoi Bapak Silas Kalami dan ritual adat. Namun sayang, dalam sidang adat ini, pihak perusahaan yaitu PT. Inti Kebun Lestari ; PT. Papua Lestari Abadi ; dan PT. Sorong Agro Sawitindo, yang juga turut diundang tetapi tidak hadir tanpa informasi.

Menurut Anggota MRP Papua Barat, Matias Komegi, sidang adat ini diakui oleh negara melalui Undang Undang Otonomi Khusus Papua. Matias yang juga Ketua Pansus MRPB untuk permasalahan kelapa sawit di Kabupaten Sorong dan aktif mendorong peradilan adat untuk menyelesaikan permasalahan hak-hak masyarakat adat.

Hasil sidang adat tersebut memutuskan bahwa menolak kehadiran ketiga perusahaan kelapa sawit, bahwa keputusan yang dihasilkan hari ini adalah keputusan tertinggi dan mengikat bagi semua pihak; dan pengadilan PTUN Jayapura haruslah mempertimbangkan keputusan dan hukum adat yang telah diputuskan sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat.

Pada hari ini, juga telah dilaksanakan penyerahan Surat Keputusan Bupati Sorong, Dr Johny Kamuru, SH., M.Si, dengan nomor 593.2/KEP.345/IX/TAHUN 2021, tentang Pengakuan Hak Gelek Malak Kalawilis Pasa, salah satu marga Suku Moi yang berada di Distrik Sayosa, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Keputusan ini berisi pengakuan Hak Gelek Kalawilis Pasa atas tanah dan hutan adat seluas 3.247 hektar.

Menurut Silas Kalami, Ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA) Malamoi, keputusan bupati ini pertama di Sorong. Dengan pengakuan ini masyarakat adat akan lebih kuat untuk menjaga hutan dan tanah adat guna keberlangsungan hidup.

Keputusan Bupati Sorong ini merupakan bentuk komitmen untuk melindungi masyarakat adat. Pengakuan hak kepada Marga Gelek Malak agar tidak disia-siakan untuk mengelola ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada.

SK tersebut akan diserahkan Bupati kepada Badan Pertanahan Nasional untuk ditindaklanjuti.

Pada saat yang sama, Ketua LMA juga menyerahkan hasil sidang adat Masyarakat Hukum Adat Moi Pemilik Hak Ulayat Terhadap Kehadiran tiga Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT Sorong Agro Sawitindo, PT Papua Lestari Abadi, PT Inti Kebun Lestari kepada Bupati Sorong yang memutuskan mendukung Keputusan Bupati yaitu mencabut izin perkebunan kelapa sawit dan menolak kehadiran perkebunan kelapa sawit di daerah wilayah adat Moi. Bupati mengatakan akan meneruskan keputusan sidang adat kepada Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai bukti dipersidangan.

Menurut Nico Wamafma, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, pengakuan ini merupakan model solusi yang bisa diaplikasikan di seluruh wilayah ada Indonesia. Pengakuan hak masyarakat adat untuk mengelola tanah dan hutan adat mereka merupakan salah satu upaya untuk menjaga hutan alam yang tersisa.

Baca juga: Menteri LHK: Pelepasan Hutan Adat ke Masyarakat Terkendala Perda

  • adv
  • greenpeace
  • masyarakat adat
  • tanah adat
  • LMA
  • papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!