BERITA

Diversi untuk Anak Tersangka Demo UU Cipta Kerja

"Penyelesaian di luar pengadilan atau diversi sesuai dengan sistem peradilan anak"

Diversi untuk Anak Tersangka Demo UU Cipta Kerja
Puluhan pelajar ditangkap petugas Mapolrestro Tangerang Kota, Kamis (8/10/2020) ketika hendak ke Jakarta mengikuti demo UU Cipta Kerja. ANTARA/FAUZAN

KBR,Jakarta - Naniek tak sabar menunggu kabar kepulangan anaknya, AM dari Panti Sosial Marsudi Putra, Surabaya. AM, merupakan salah satu pelajar yang ditangkap aparat saat demonstrasi menolak UU Cipta Kerja, 8 Oktober lalu. AM dituduh merusak fasilitas umum saat unjuk rasa.

Naniek tak menyangka anaknya harus berurusan dengan polisi. Pasalnya, hari itu AM masih mengerjakan ulangan tengah semester di rumah. AM lalu keluar tanpa pamit. Sehari setelahnya Naniek mendapat kabar tentang keberadaan AM dari polisi.

"Pertama saya ditelepon dari Polrestabes (Surabaya) pagi hari Jumat jam 8. Awalnya tidak bisa langsung ketemu sih karena dia agak bermasalah jadi ditunda. Setelah proses anak-anak dipindah ke dinas sosial. Setiap Sabtu atau Minggu kita bisa ke sana," kata Naniek saat dihubungi KBR, Selasa (27/10/2020).

Kepada Naniek, AM bercerita mendapat kekerasan dari aparat saat penangkapan. AM ditendang di bagian tubuh, sedangkan temannya di bagian wajah. Selain itu, AM juga digunduli aparat.

"Katanya waktu turun dari mobil itu ada yang diinjak ada yang ditendang. Kata anak saya, itu badannya yang ditendang. Kata Bapas (Balai Pemasyarakatan) seharusnya itu nggak terjadi, karena mereka bukan kriminal dan masih anak-anak," kisahnya

Naniek tengah menunggu keterangan bebas dari kepolisian. Pengadilan sudah mengabulkan permohonan penyelesaian di luar pengadilan atau diversi. Namun, belum ada kepastian kapan AM bisa pulang.

"Ini sudah ada kesepakatan masih tunggu berkas ketetapan. Masih tunggu berita lagi," tutur Naniek.

Selain AM ada dua anak lain mendapat pendampingan dari LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Ketiganya berstatus tersangka karena merusak mobil patroli milik Polres Gresik. Mereka dijerat tiga pasal yakni kekerasan, penyerangan aparat dan penghasutan. Hal itu diungkap Koordinator Kontras Surabaya, Fathul Khair.

"Cuma prosesnya nggak sampe pengadilan, karena diversinya dikabulkan. Kemarin proses mediasi berhasil, artinya kedua belah pihak bersepakat tidak melanjutkan proses ini ke pengadilan, karena usia masih anak-anak" kata Fathul Khair lewat sambungan telepon, Selasa (27/10/2020).

Menurut Fatkhul, selama tiga pekan berada di panti rehabilitasi, anak-anak itu diperlakukan dengan baik. Hak-hak mereka juga terpenuhi. Kontras mendesak ada pengusutan terhadap pelaku tindak kekerasan.

"Terpenuhi semua (haknya), termasuk akses pendidikan. Jadi keluarga diberikan untuk misalnya tiap pagi mendampingi anaknya untuk daring di sekolah. Jadi mereka diperlakukan dengan baik," ujarnya.

Polisi klaim tangani sesuai aturan

Belum ada data rinci tentang jumlah anak yang berurusan dengan hukum usai ikut demo UU Cipta Kerja. Di Jakarta saja, masih ada 31 anak yang ditahan dan berstatus tersangka, berdasarkan data Polda Metro Jaya.

Dikutip dari Antaranews, Kapolda Metro Jaya Nana Sudjana menegaskan anak tidak terbebas dari hukum dan tetap bisa dipidana. Menurutnya, hal itu dapat menimbulkan efek jera.

"Terkait dengan seolah-olah anak-anak tidak bisa dipidana, anak-anak bisa dipidana dengan aturan tertentu," kata Nana di Mako Polda Metro Jaya, Senin (26/10/2020).

Kata Nana, ada beberapa perlakuan khusus kepada anak yang berhadapan dengan hukum. Di antaranya, anak hanya ditahan 7 hari, sedangkan orang dewasa 20 hari. Kemudian, selama proses hukum, anak boleh didampingi orangtua.

Kepolisian juga mengklaim proses penanganan akan selalu merujuk pada sistem peradilan anak. Menurut Kepala Unit Pelayanan Perempuan dan Anak PPA Bareskrim Polri, Ema Rahmawati, polisi pasti memulangkan anak yang tidak terbukti melakukan tindak pidana. Prosesnya pun dijalankan sesuai prosedur.

"Diserahkan secara resmi di kantor kepolisian, tidak begitu saja disuruh pulang. Ini sebagai pertanggungjawaban kepolisian bahwa telah mengamankan si anak," kata Ema saat konferensi pers virtual, Kamis (15/10/2020).

Terkait tindak kekerasan terhadap anak yang terlibat demo, Juru Bicara Polri Awi Setiyono berkilah bahwa hal itu bentuk penindakan karena unjuk rasa berlangsung anarkis. Kata dia, kekerasan dilakukan secara terukur sesuai prosedur lapangan. Namun, jika ada petugas yang melanggar batasan, maka bakal ditindak.

"Namun kalau yang bersangkutan sudah dipiting, sudah diborgol, itu batasnya. Sudah tidak boleh lagi adanya pemukulan. Kalau ada pemukulan lagi ya itu sudah melakukan pelanggaran. Dan tentunya selama ini kalau ada pelanggaran demikian, kita juga akan tindak," kata Awi di Mabes Polri, Senin (26/10/2020).

Larangan pelajar ikut demo

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia LPAI, Seto Mulyadi mengkritik cara kepolisian menangani anak yang terlibat dalam aksi demo. Hak-hak mereka kerap diabaikan saat menjalani proses hukum. Menurut Seto, kepolisian semestinya juga memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah hingga pusat untuk mencegah anak-anak terlibat demo.

"Anak-anak harus tetap terlindungi dan tetap ada pengarahan kerja sama antara kepolisian dengan dinas pendidikan atau Kementerian Pendidikan supaya betul-betul anak-anak bisa menyalurkan energinya dengan cara yang lebih tepat dan positif," kata Seto kepada KBR, Selasa (27/10/2020)

Larangan pelajar terlibat demo didukung Pengamat Pendidikan Donny Koesoema. Ia mengingatkan unjuk rasa bukan lah kewajiban pelajar. Donny menduga mereka dimanipulasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu. Orangtua dan sekolah perlu mencegah anak-anaknya turun ke jalan.

"Kemendikbud harus berkoordinasi dengan pemda dan pemda berkoordinasi dengan kepala sekolah. Jangan sampai ada anak-anak yang ikut demo. Kalau ada anak ikut demo yang tanggung jawab itu kepala sekolahnya. Karena di sekolah-sekolah tertentu ada pembiaran," tutur Donny kepada KBR, Kamis (15/10/2020).

Editor: Ninik Yuniati

  • Demo Tolak UU Cipta Kerja
  • pelajar
  • Pendidikan
  • Mabes Polri
  • diversi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!