BERITA

YLKI: SNI Produk Tembakau Bisa Jadi Bahan Tertawaan Internasional

""Produk hasil tembakau (rokok) adalah produk substandar, jadi dari sisi apapun, apalagi dari sisi kesehatan, tidak pantas dan tidak logis jika dibuatkan SNI.""

Petugas merazia rokok tanpa cukai, produk tembakau,
Petugas merazia toko yang menjual rokok tanpa cukai di Boyolali, Jawa Tengah, Kamis (19/8/2021). (Foto: ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho)

KBR, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak keras rencana pengenaan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk hasil tembakau.

Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menilai hal ini tak masuk akal dan tidak pantas.

Ia mendesak Badan Standarisasi Nasional (BSN) membatalkan proses perumusan SNI untuk produk hasil tembakau tersebut.

"Apalagi dengan alasan melindungi konsumen. Kenapa? Karena produk hasil tembakau (rokok) adalah produk substandar, jadi dari sisi apapun apalagi dari sisi kesehatan sehingga tidak pantas dan tidak logis jika dibuatkan SNI," kata Tulus dalam keterangannya, Senin (6/9/2021).

Tulus mengatakan jika alasan adalah untuk melindungi konsumen dari bahaya produk hasil tembakau, maka instrumen kebijakannya sudah ada. Di antaranya peringatan kesehatan bergambar pada bungkus rokok, melarang iklan dan promosi rokok, menaikkan cukai dan harga rokok, pemberlakuan kawasan tanpa rokok, dan melarang penjualan pada anak anak dan remaja.

Kata Tulus, instrumen kebijakan ini sudah dijamin oleh regulasi di Indonesia, seperti UU Kesehatan, UU Perlindungan Konsumen, dan sudah menjadi menjadi standar internasional.

Baca juga:

Melanggar UU

Menurutnya, pembuatan SNI untuk produk tembakau bertentangan dengan UU tentang Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen, serta berlawanan dengan bench marking internasional.

Tulus bahkan menyebut pembuatan SNI produk hasil tembakau akan menjadi bahan tertawaan internasional.

Untuk itu YLKI mendesak BSN untuk segera membatalkan proses penggodokan SNI untuk produk hasil tembakau tersebut.

Tulus mengatakan perumusan SNI untuk produk tembakau merupakan kebijakan yang sesat pikir, absurd dan tidak masuk akal. YLKI juga mendesak agar Kemenkes untuk menolak rencana tersebut.

"Jika pemerintah memang bermaksud melindungi konsumen dari bahaya produk tembakau, caranya bukan membuat SNI, tetapi: naikkan cukai rokok, larang iklan dan prmosi rokok, perbesar peringatan kesehatan pada bungkus rokok, dan larang penjualan rokok pada anak anak dan remaja. Untuk mewujudkan hal itu, segera laksanakan amandemen PP No. 109/2021 tentang Pengamanan Produk Tembakau sebagai Zat Adiktif bagi Kesehatan," pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Standardisasi Nasional (BSN) tengah merumuskan standar bagi produk hasil pengolahan tembakau lainnya (HTPL).

Rencana itu muncul seiring bertambahnya ragam produk yang berkembang, seperti e-liquid, chewing tobacco, dan lain-lain. SNI tersebut dibuat dengan alasan untuk memberikan aspek perlindungan kepada konsumen.

Undang Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menyebut tujuan SNI adalah memberikan perlindungan terhadap konsumen, selain untuk menjamin perdagangan yang adil dan meningkatkan daya saing.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman

  • Cukai Rokok
  • YLKI
  • produk tembakau
  • bahaya rokok
  • perlindungan konsumen
  • SNI
  • BSN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!