RAGAM

Talkshow Ruang Publik KBR: Stop Adiksi Rokok pada Anak Indonesia

"Usia perokok anak semakin tahun juga semakin muda, bahkan ada yang belum usia sekolah tetapi sudah sangat mahir merokok seperti kecanduan. "

Talkshow Ruang Publik KBR: Stop Adiksi Rokok Pada Anak Indonesia

KBR, Jakarta – Meningkatnya prevalensi perokok muda di Indonesia disinyalir disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari harga rokok yang masih sangat murah dan bisa dibeli secara eceran, masifnya iklan, promosi, dan sponsor, serta lingkungan yang masih sangat lumrah merokok di sekitar anak-anak.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menyatakan bahwa terjadi peningkatan prevalensi perokok anak, yaitu usia 10 - 18 tahun sebesar 1,9% dari tahun 2013 (7,2%) ke tahun 2018 (9,1%).

Pada talkshow Ruang Publik KBR dengan tema “Stop Adiksi Rokok Pada Anak Indonesia”, Jumat, 5 Agustus 2022, Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) selaku narasumber dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengungapkan keprihatinannya dengan adanya peningkatan prevelensi perokok anak di Indonesia yang signifikan dari tahun ke tahun.

Dia mengatakan “Semakin tahun bukannya semakin menurun jumlah anak yang merokok, bahkan semakin banyak dan semakin muda usianya”. Menurutnya, merokok merupakan pintu utama masuknya zat adiktif lain.

Usia perokok anak semakin tahun juga semakin muda, bahkan ada yang belum usia sekolah tetapi sudah sangat mahir merokok seperti kecanduan. Itu merupakan sebuah cerminan bahwa kita harus lebih serius dalam melindungi anak - anak di Indonesia.

Satu-satunya harapan penekanan prevalensi perokok anak ada pada regulasi Peraturan Pemerintah (PP) 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan.

Pada sesi talkshow yang sama, narasumber berikutnya, dr. Benget Saragih, M.Epid, Ketua Tim Kerja Penyakit Paru Kronis dan Gangguan Imunologi, Kementerian Kesehatan RI mengungkapkan bahwa ada poin - poin yang masih harus direvisi pada (PP) 109 Tahun 2012.

“Urgensinya bahwa (PP) 109 Tahun 2012 sudah tidak mampu mengakomodir perkembangan zaman dan tidak mampu lagi memberikan perlindungan kesehatan masyarakat yang maksimal karena kita ketahui bahwa prevalensi perokok semakin tahun semakin meningkat. Kalau tidak dilakukan pengamanan, tidak ada upaya untuk menurunkan maka akan ada peningkatan”. Ujar dr. Benget.

Penjualan rokok eceran di daerah juga tidak diatur oleh pemerintah daerah ataupun aturan pemerintah. Selain itu, maraknya IPS (Iklan Promosi Sponsorship) juga tidak diatur dalam sosial media sehingga tidak mampu melakukan takedown, sementara hanya diatur dalam media televisi yang diatur penayangannya.

dr. Benget mengatakan, “Dengan meningkatnya perkembangan teknologi informasi di zaman sekarang ini, anak - anak bisa dengan mudah mendapatkan informasi tentang rokok melalui iklan – iklan, baik melalui Tiktok, Instagram, dan Facebook. Itu semua belum ada aturannya terkait iklan di media teknologi. Oleh karena itu, kita mengusulkan untuk melakukan revisi pada (PP) 109 Tahun 2012 dari tahun 2018 hingga saat ini masih belum ada titik temunya”.

dr. Benget menjelaskan, hingga saat ini, Kementerian Kesehatan telah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Lembaga untuk membicarakan hal ini, namun belum ada titik temunya. Karena dari pihak industri rokok mengatakan bahwa akan ada 24 Juta keluarga petani tembakau yang akan menjadi korban.

Hasil survei Gatsu Adult Tobacco (GATS), terdapat sekitar 34,6% perokok di Indonesia. Artinya ada 70,2 Juta orang yang merokok di Indonesia.

Menurut dr. Benget, ada beberapa hal yang harus dilakukan agar bisa menurunkan prevalensi perokok, antara lain :

  1. Peringatan gambar kesehatan dibungkus rokok yang sekarang hanya 40% diganti menjadi 90%
  2. Melakukan pelarangan iklan rokok di media sosial
  3. Turut mengatur rokok elektrik, seperti memberikan peringatan bergambar juga seperti pada rokok konvensional
  4. Pelarangan penjualan rokok pada anak - anak
  5. Perkuat pengawasan di daerah - daerah dengan pembuatan peraturan untuk kawasan tanpa rokok (KTR)

Hasil talkshow Ruang Publik KBR dengan tema “Stop Adiksi Rokok Pada Anak Indonesia” bisa anda simak di KBR Prime, Spotify dan kanal Youtube Berita KBR.

Talkshow Ruang Publik KBR ini juga didukung oleh Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), organisasi koalisi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah konsumsi produk tembakau, didirikan pada 27 Juli 1998 di Jakarta, beranggotakan 23 organisasi dan perorangan, terdiri dari organisasi profesi kesehatan, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli akan bahaya produk tembakau bagi kehidupan, khususnya bagi generasi muda dan keluarga miskin.

Baca juga: Perokok Anak dan Warisan Jokowi - kbr.id

Editor: Paul M Nuh

  • nativead
  • advertorial
  • adiksi
  • rokok
  • perokok anak
  • prevalensi
  • adiksi rokok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!