BERITA

Cegah Stunting dengan Rokok Mahal

"Selain malnutrisi, stunting bisa disebabkan oleh paparan secara langsung atau tidak asap rokok dan zat kimia lain yang terkandung dalam rokok - Dr. Bernie Endyarni Medise,SpAK MPH, Ketua Satgas IDAI"

Cegah Stunting dengan Rokok Mahal
https://pxhere.com/id/photo/1325750

KBR, Jakarta - Stunting atau kekerdilan masih menjadi persoalan di tanah air. Bahkan Presiden Joko Widodo saat bertemu dengan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim bulan lalu menyebut ini masalah yang sangat penting. 

Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) belum lama ini meluncurkan hasil penelitian yang membuktikan bahwa konsumsi rokok pada orang tua dapat mengakibatkan anak stunting. Penelitian terhadap data sepanjang 1997 – 2014 dari Indonesian Family Life Survey (IFLS) menunjukkan perilaku merokok telah berdampak pada kondisi stunting anak-anak mereka, yang ditunjukkan pada tinggi dan berat badan.

Dr. Bernie Endyarni Medise,SpAK MPH, Ketua Satuan Tugas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengatakan ada metode untuk melihat apakah seorang anak mengalami stunting atau tidak.

“Itu biasanya kita kalau ibu bingung ya memang sebaiknya ke tenaga kesehatan. Karena memang ada standar kurva yang kita gunakan, yaitu di bawah -2 SD ( Minus 2 Standar Defiasi) atau kalau yang severes stuntingnya itu di bawah -3,” jelasnya. 

Bernie mengingatkan stunting tidak hanya soal perawakan yang pendek tapi juga terhambatnya perkembangan otak. 

“Karena di awal kehidupan perkembangan otak itu terjadi sangat pesat, dan malnutrisi kronis ini menyebabkan gangguan dari perkembangan otak, sehingga kecerdasan otaknya di bawah rata-rata, dan biasanya bersifat permanen,” lanjutnya. 

Dia menambahkan angka stunting di Indonesia cukup tinggi, dimana tahun 2017 sekitar 37%.

Menurut Bernie selain malnutrisi, stunting bisa disebabkan oleh paparan secara langsung atau tidak asap rokok dan zat kimia lain yang terkandung dalam rokok.

“Ada dua cara. Pertama memang dana dan biaya yang seharusnya digunakan orangtuanya beli makanan dipakai untuk beli rokok. Dan kedua, asap rokok itu sendiri juga berpengaruh pada penyerapan asupan makanan,” papar Bernie.

Teguh Dartanto, PhD, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ilmu Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia mendukung apa yang dikatakan Bernie. 

Dia menemukan anak-anak yang orangtuanya perokok kronis, berat badannya 1,5 kilo lebih rendah dibandingkan dengan anak-anak dari keluarga yang memiliki orangtua bukan perokok. 

“Ada data yang menunjukkan bahwa anak-anak dari keluarga perokok atau orangtua merokok, juga memiliki tinggi badan 0,34 cm lebih rendah dibandingkan anak-anak dari keluarga bukan perokok,’ tambahnya. 

Dia mengatakan selama 20 tahun, 1993 - 2014, terjadi peningkatan pengeluaran rokok, yang awalnya hanya 3,6% dari pengeluaran rumah tangga menjadi 5,6% dari total pengeluaran rumah tangga. 

“Yang menarik lagi, bukan masalah ini naik proporsinya. Tetapi yang terjadi adalah kenaikan pengeluaran rumah tangga terhadap rokok ini dibarengi oleh penurunan pengeluaran rumah tangga terhadap makanan, khususnya hal-hal yang terkait dengan gizi, yaitu pengeluaran tentang daging, telur, susu, yang itu terkait protein. Dan itu terkait dengan kondisi stunting,” ungkapnya.

Jadi secara statistik kata Teguh terbukti bahwa orang tua perokok kronis itu memiliki kecenderungan anak-anaknya lebih stunting dibandingkan dengan anak-anak yang dilahirkan dari orangtua dan keluarga bukan perokok. 

Kata Teguh masalah stunting ini bukan hanya persoalan kesehatan tapi juga ekonomi dan tidak hanya akan mempengaruhi masa depan sang anak tapi juga masa depan negara. 

“Isunya gak hanya rokok, gak hanya stunting, gak hanya orang miskin, tetapi juga masa depan bangs. Artinya dengan kecerdasan lebih rendah, bangsa kita ini mau dibawa kemana?” ujarnya. 

Teguh memaparkan dari tahun 1993 hingga 2014 usia perokok 11 - 20 tahun naik hampir empat kali lipat, dimana tahun 2014 ada sekitar 7,7%. Sementara perokok usia produktif (21-30 tahun) mengalami peningkatan dari 14,5% pada 1993 menjadi 23, 6% di 2014. 

“Ini kan artinya generasi ini adalah generasi yang gak sehat itu loh,” ujarnya. 

Karena itu Teguh sangat mendukung rokok harus mahal agar prevalensi perokok terutama perokok anak berkurang dan agar orangtua perokok bisa mengalihkan belanja rokoknya untuk kebutuhan dasar, termasuk makanan bergizi bagi anak-anaknya.  

  • stunting

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!