"Perayaan keberagaman kemanusiaan perlu digaungkan sebagai tanda untuk membangun kesadaran tentang pentingnya menghargai dan menerima keberagaman."
Meski beda katong basayang
Selasa, 26 Juli 2022
KBR, Jakarta - Empat penari berbalut kain berwarna merah dan hiasan kepala berwarna emas, memasuki area depan panggung dengan memainkan gendang yang biasa disebut Bibiliku oleh orang Malaka, Nusa Tenggara Timur. Mereka menghentakkan dan menggerakkan kaki mengikuti irama Bibiliku yang dibawa masing-masing penari.
“Mereka membawakan tarian Liku Ra'i, tarian tradisional Masyarakat Kabupaten Belu dan Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur. Tarian ini biasanya dipentaskan oleh perempuan, maka dari itu di acara kali ini, empat transpuan yang menarikannya,” kata Neni, Ketua Komunitas Transpuan, FITUN Malaka - Nusa Tenggara Timur.
Tarian Liku Ra'i yang dibawakan empat transpuan dari Kabupaten Malaka, NTT
Tarian Liku Ra'i biasa dipentaskan pada saat acara-acara gereja, adat sebagai penyambutan tamu-tamu penting yang hadir, tarian biasa diakhiri dengan pengalungan terhadap tamu yang datang atau pengundang.
Temaram senja di Pantai Pasir Panjang Kupang, Nusa Tenggara Timur, menjadi latar serta pelengkap rasa persaudaraan dan kekeluargaan yang memenuhi tempat penyelenggaraan Festival Katong Basodara Satu Hati yang diinisiasi Independent Man Of Flobamora atau IMoF dan beberapa komunitas keberagaman identitas gender dan seksualitas. Festival ini diselenggarakan pada hari Sabtu (16/7) di Sotis Hotel Kupang.
gladi bersih menjelang pelaksanaan Festival Katong Basodara Satu Hati.
Festival Katong Basodara Satu Hati diisi dengan diskusi, pemutaran film pendek, musik, tarian dan orasi oleh perwakilan dari beberapa organisasi atau komunitas serta gereja di kota Kupang. Festival yang diselenggarakan kali pertama ini menggandeng gereja dan pemangku kepentingan lainnya seperti pemerintah daerah setempat, komunitas berbasis kemanusiaan, kesetaraan, disabilitas dan lainnya, untuk ikut merayakan keberagaman dan persaudaraan.
Pdt. Ibu Aplonia Mbau-Lidda dari Forum Pelangi Kasih, kelompok orang tua dengan anak yang memiliki orientasi seksual non-hetero dan non-cisgender, menyambut baik festival ini. "Bagi saya festival ini sangat baik, terutama bagi anak dan orang tua untuk lebih mengenal satu dengan yang lain," katanya.
Orasi oleh perwakilan komunitas berbasis kemanusiaan, kesetaraan, dan gereja.
Hal tersebut sesuai dengan salah satu tujuan dibikinnya festival ini, IMoF melihat keluarga sebagai pondasi utama untuk merangkul dan menjadi support system yang sangat baik bagi pertumbuhan jasmani maupun spiritual komunitas kelompok rentan.
Koordinator IMoF NTT, Ridho Herewila dalam orasinya menyampaikan perayaan keberagaman kemanusiaan perlu digaungkan sebagai tanda untuk membangun kesadaran tentang pentingnya menghargai dan menerima keberagaman agama atau ajaran atau kepercayaan, suku dan budaya, gender, orientasi seksual, bahkan kelompok berkebutuhan khusus. Sehingga, lebih banyak orang memahami bahwa setiap manusia itu sepadan demi membangun ruang yang aman dan nyaman bagi setiap kelompok rentan.
Baca juga : Perkara Spiritualitas dan Penerimaan Hindu Terhadap LGBTIQ+