OPINI

Menghargai Tiap Titik Air

Ilustrasi: Warga kesulitan air bersih

Selama beberapa hari terakhir, puluhan warga desa di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah harus antre berjam-jam untuk mengakses sumber air yang cukup jauh dari rumah. Musim kemarau panjang membuat sumur warga mengering. Mereka terpaksa berjalan kaki atau mengendarai motor sambil membawa jeriken air. Setiap hari.

Pemandangan serupa juga terjadi di berbagai daerah lain di Indonesia. Memasuki musim kemarau, air menjadi barang langka. Yang biasanya gratis, kini harus beli. Tidak hanya untuk minum atau memasak, tapi juga untuk mandi cuci kakus. Belum lagi lahan pertanian mulai banyak mengering. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika BMKG jauh-jauh hari memperkirakan musim kemarau dimulai Mei dan Juni lalu. Sedangkan puncak musim kemarau diperkirakan terjadi Agustus hingga September mendatang. Di beberapa tempat, BMKG bahkan memperkirakan ada yang tak kebagian hujan selama 60 hari.

Rutinitas tahunan pun kembali terulang; pembagian air melalui mobil tanki jadi solusi jangka pendek. Tetapi apakah ini yang bakal terus dilakukan? Apakah warga harus terus antre air setiap kemarau tiba? Mengapa tak membuat embung atau kolam penampungan air, waduk kecil, sumur resapan atau biopori untuk mengatasi persoalan?

Sayangnya, isu kekeringan tidak 'seksi' sebagai materi kampanye pilkada lalu. Pemerintah daerah sepertinya memilih menunggu selesainya proyek pembangunan 30 ribu embung dari pemerintah pusat. Padahal pemerintah daerah atau desa bisa berinisiatif membuat embung-embung kecil penampung air hujan dengan anggaran daerah atau anggaran dana desa. Harus ada gerakan bersama agar rutinitas warga mengantre air bersih bisa teratasi.

  • problem air bersih
  • kekeringan
  • Kotawaringin Barat
  • embung air
  • pilkada

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!