BERITA

2020-05-11T16:16:00.000Z

Ahli Epidemi: Data Covid-19 Indonesia Tidak Real-Time

""Intinya data yang dilihat sekarang adalah data masa lampau, kasus ini sudah menularkan, sehingga kebijakan yang diambil dari data pelaporan itu terlambat.""

Ahli Epidemi: Data Covid-19 Indonesia Tidak Real-Time
Petugas medis mengambil sampel lendir dari penumpang KRL saat tes swab Covid-19 di Stasiun Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta- Data penularan Covid-19 di Indonesia tidak real-time atau tidak sesuai dengan waktu kejadian sebenarnya. Hal ini disampaikan ahli epidemiologi dari Universitas Padjadjaran Panji Hadisoemarto.

Dari penelitiannya di Kota Bandung, Jawa Barat, Panji menemukan bahwa proses produksi data satu orang pasien saja bisa memakan waktu sekitar 15 hari.

Mulai dari pengambilan sampel pasien, pengiriman sampel, hingga sampelnya tiba di laboratorium bisa memakan waktu sekitar tiga hari.

Ketika sudah sampai di laboratorium, sampel itu harus menunggu antrean pemeriksaan sampel lain yang bertumpuk. Di tahap ini bisa terjadi penundaan pemeriksaan sampai tujuh hari.

Setelah pemeriksaan selesai, hasilnya pun baru dilaporkan sekitar sepekan kemudian.

"Kesimpulannya adalah, kurva yang kita lihat dari hasil pelaporan itu sebenarnya tidak real time. Orangnya sudah sakit dari beberapa hari yang lalu. Kemudian ini cukup menarik barangkali dari kurva (Covid-19), paparan itu ada periodesitas. Jadi (kurvanya) naik, turun, naik, turun. Kalau di level yang cukup besar, provinsi, nasional, itu cukup smooth. Tapi di level kota ini sangat berantakan (kurvanya)," kata Panji dalam konferensi pers daring, Senin (11/5/2020).

Panji menilai kurva Covid-19 yang naik turun itu tidak menggambarkan kondisi nyata di lapangan, tapi menunjukkan adanya keterlambatan pemeriksaan laboratorium, atau ada proses pelacakan kontak kasus infeksi (contact tracing) yang tidak berkesinambungan.

"Intinya data yang dilihat sekarang adalah data masa lampau, kasus ini sudah menularkan, sehingga kebijakan yang diambil dari data pelaporan itu terlambat," tandasnya lagi.


Berita Terkait:

    <li><a href="https://kbr.id/berita/05-2020/who__relaksasi_pembatasan_sosial_harus_berbasis_data_akurat/103065.html">WHO: Relaksasi Pembatasan Sosial Harus Berbasis Data Akurat</a></li>
    
    <li><a href="https://kbr.id/nasional/05-2020/kasus_baru_covid_19_turun_11_persen__ahli_epidemi_tidak_percaya/103067.html">Kasus Baru Covid-19 Turun 11 Persen, Ahli Epidemi Tidak Percaya</a>&nbsp;</li></ul>
    


    Kementerian Kominfo Punya Teknologi Data Real-Time?

    Ahli epidemiologi dari Universitas Padjadjaran Panji Hadisoemarto menilai keterlambatan data ini terjadi karena masalah koordinasi. Ada data yang dipegang oleh rumah sakit, ada yang dipegang laboratorium, ada pula yang dipegang pemerintah.

    Untuk solusinya, ia meminta pemerintah segera memperbaiki integrasi data Covid-19 antarlembaga.

    Di kesempatan sama, epidemiolog dari Eijkman-Oxford Clinical Research Unit Iqbal Elyazar menyarankan agar pembuatan kurva Covid-19 didasarkan pada tanggal pertama kali orang bergejala dan tanggal ia mulai diperiksa.

    Menurut Iqbal, data itu bisa menjadi acuan untuk melihat transmisi penyebaran virus, namun harus dibaca secara seksama dan hati-hati.

    "Kalau data real-time, secara teknologi (Indonesia) bisa. Dari sisi Kementerian Komunikasi dan Informasi mereka punya teknologi yang bisa bantu sebenarnya untuk membangun sistem real-time," tambah Iqbal.

    Editor: Rony Sitanggang

  • COVID-19
  • data COVID-19

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!