BERITA

Pasien Tak Jujur, Tenaga Medis Makin Waspada

Pasien Tak Jujur, Tenaga Medis Makin Waspada

KBR, Semarang - Jessica kini makin disiplin menggunakan alat pelindung diri (APD) saat bekerja. Perawat di salah satu rumah sakit rujukan Covid-19 di Semarang, Jawa Tengah ini tak ingin bernasib sama seperti rekannya yang tertular virus Corona dari pasien yang tidak jujur. Pasien itu berbohong tentang riwayat kontak dan perjalanannya saat datang ke rumah sakit.

"Temenku tidak tahu kalau itu (pasien) positif. Sampai sekarang dia masih dirawat inap. Parahnya, dia juga positif. Dari pelajaran teman-temanku yang sering dibohongi pasien, kita semakin takut sih, iya. Tinggal bagaimana pakai tameng kita sendiri-sendiri," ujar Jessica.

Tiap protokol kesehatan dipatuhinya untuk menekan risiko penularan. Ia tak memungkiri ikut cemas saat menangani pasien penyakit apapun. Apalagi setelah kejadian 46 tenaga medis di Rumah Sakit Kariadi positif Covid-19 setelah menangani pasien yang tidak jujur. 

"Di rumah sakit, kita diwajibkan mandi sampai dua kali. Setelah habis shift, kita lepas APD, kita mandi. Terus nanti kalau keluar dari ruangan itu, kita mandi lagi," kisah Jessica.

Rutinitas ini menyebabkan kulit dan rambut para tenaga medis menjadi kering. 

"Mandi keramas benar-benar dua kali. Sampai kulit kita, rambut kita, yang habis jaga itu sudah kering semua, sudah sampai pada potong pendek-pendek semua," ucapnya sambil tersenyum.

Selepas pulang kerja, Jessica tetap memperketat kontak dengan orang-orang terdekat, termasuk dengan kekasihnya. 

"Aku sendiri ketemu sama pacar itu hampir dua minggu lebih dan itu pun ketemunya cuma satu jam," tuturnya.

Begitu tiba di rumah, ia langsung mengisolasi diri di dalam kamar. 

"Sampai rumah aku sudah kayak mengisolasi diri, masuk kamar. Untuk alat makan, alat minum itu aku sendiri. Menjaga keamanan untuk keluarga kita  masing-masing itu sih beratnya kita," ungkap dia. 

Di Jawa Tengah, kasus ketidakjujuran pasien yang membawa petaka bagi tenaga medis terjadi di Semarang dan Grobogan. 

Hal serupa juga muncul di Cirebon, Jawa Barat. Sebanyak 21 petugas medis Rumah Sakit Ciremai diisolasi setelah merawat pasien berstatus dalam pengawasan. Menurut Kepala RS Ciremai, Andre Novan, pasien itu mengeluhkan gangguan pernafasan, tetapi keluarganya berbohong tentang riwayat kontaknya. 

"Pasien tersebut sebelumnya pernah kontak, dengan keluarga yang PDP positif dan meninggal. Sudah kita tanyakan berkali-kali, keluarga menyangkal. Akhirnya itu baru kita dapatkan pada saat pasien masuk ICU," kata Novan. 

Wajib APD bagi tenaga medis

Bercermin dari beberapa kejadian ini, tenaga medis maupun karyawan lain di rumah sakit diminta memberlakukan protokol kewaspadaan tinggi. 

Ahli Epidemologi dari Universitas Indonesia, Pandu Riono mengatakan, seluruh petugas yang bekerja di rumah sakit harus menggunakan APD saat menangani semua pasien.

"Jadi dengan demikian mereka juga terlindung, jangan menyalahkan pasiennya. Kecuali di rumah sakit itu nggak ada alat pelindung. Harusnya kan setiap dari layanan RS itu, dari petugas kebersihan, satpam, harus pakai pelindung," ujar Pandu. 

Pandu juga mendorong rumah sakit memberikan edukasi tentang krusialnya keterbukaan dan kejujuran dari pasien. Edukasi semacam ini, menurutnya, masih minim diberikan kepada publik. 

“Harus bersikap ramah. Harus ada informasi. Kalau bersikap jujur, itu akan membantu pelayanan dan melindungi semuanya. Ada nggak poster-poster yang menyatakan katakan jujur apa adanya? kalau ada kan bagus,” pungkasnya.  

Editor: Ninik Yuniati

  • COVID-19
  • pandemi covid-19
  • Coronavirus
  • alat pelindung diri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!