RAGAM

40,5 Persen Anak SD di Jakarta Alami Rabun Jauh, Baru 6 Persen yang Menggunakan Kacamata

"Ditemukan bahwa hampir separuh anak SD yang menderita rabun jauh merupakan anak usia 9 - 10 tahun. Pada pemeriksaan awal diketahui baru 6% subjek sudah memakai kacamata."

Daryl Arshaq

40,5 Persen Anak SD di Jakarta Alami Rabun Jauh, Baru 6 Persen yang Menggunakan Kacamata
Pengabdian Masyarakat dan Survei Kesehatan Mata Anak di Jakarta.

KBR, Jakarta – Merujuk pada survei yang dilakukan Perhimpunan Dokter Mata Indonesia, disebutkan bahwa 40,5 persen anak-anak SD di Jakarta mengalami gangguan penglihatan rabun jauh.

Data collection dan skrining kelainan refraksi ini dilakukan di dua Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Jakarta meliputi 269 anak SD kelas 4 hingga SD kelas 6, dengan rentang umur antara 6 - 12 tahun. Ditemukan bahwa hampir separuh anak SD yang menderita rabun jauh merupakan anak usia 9 - 10 tahun. Pada pemeriksaan awal diketahui baru 6% subjek sudah memakai kacamata.

Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek SpM (K) selaku Pimpinan Tim Pengabdian Masyarakat untuk Kesehatan Mata menegaskan, bahwa temuan kasus rabun jauh pada anak SD di Jakarta ini lebih tinggi dari beberapa data survei dan studi gangguan penglihatan sebelum masa pandemi COVID-19.

Menurut Dr. Nila, hasil survei ini menunjukkan adanya potensi masalah kualitas hidup jangka panjang di Indonesia.

"Hasil survei menunjukkan bahwa terdapat potensi masalah kesehatan dan kualitas hidup jangka panjang bagi negara," Ungkap Eks Menteri Kesehatan Republik Indonesia dalam Media Briefing tentang Hasil Survey Kesehatan Mata Anak 2023 yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Mata Indonesia pada Selasa, 21 Maret 2023.

"Statistik empat dari 10 anak SD mengalami rabun jauh atau mata minus menunjukkan bahwa adanya potensi besaran masalah yang serius yang berdampak langsung terhadap kualitas hidup, kegiatan belajar hingga proses tumbuh kembang anak," lanjutnya.

Hasilnya mendapati kalau bahwa 54 persen siswa kesulitan membaca tulisan di papan tulis karena gangguan penglihatan yang dialami, 24 persen siswa mengalami kesulitan belajar karena kesulitan melihat dan membaca, dan sebanyak 38 persen siswa mengaku sulit berolahraga karena gangguan melihat saat beraktivitas fisik.

“Temuan ini menunjukkan, dari aspek analisis penelitian kesehatan adanya distorsi subjektif dari kondisi gangguan kesehatan yang kalau dibiarkan akan berpotensi mengganggu prestasi akademik, perkembangan fisik dan psikologis anak,” ujar Dr. Nila.

Menurut Dr. Nila, hasil yang ditunjukkan survei di atas, memperlihatkan jelas adanya potensi masalah kesehatan dan kualitas hidup jangka panjang bagi negara.

“Adanya potensi besaran masalah yang serius yang berdampak langsung terhadap kualitas hidup, kegiatan belajar hingga proses tumbuh kembang anak,” tambahnya.

Harus dipahami, bahwa penglihatan adalah salah satu modalitas penting untuk membentuk kualitas sumber daya manusia yang baik,” tegas Dr. Nila.

Disebutkan lebih lanjut, tim peneliti juga sempat melakukan pendalaman persepsi dari data survei ini kepada beberapa guru dan orangtua. Hasil survei menunjukkan, sehari-hari guru memang kerap mendapati murid-murid harus berjuang keras karena kesulitan membaca tulisan di papan tulis, memicingkan mata, hingga mendekatkan buku bacaan ke arah mata agar bisa melihat lebih jelas.

Sebagai solusi, telah dilakukan pemberian kacamata gratis bagi para murid yang terdiagnosis. Namun Dr. Nila mengingatkan, sekedar hanya memberikan kacamata sebagai alat bantu melihat saja belumlah cukup.

“Dukungan edukasi juga wajib dilakukan, terutama untuk memastikan agar anak tetap patuh pakai kacamata dan tidak malu (pakai kacamata) karena ada stigma atau potensi perundungan di sekolah,” pungkasnya.

Baca juga: Melihat Lebih Terang Lewat Gerakan Sejuta Kacamata Untuk Indonesia - kbr.id

  • advertorial
  • mata
  • rabun

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!