HEADLINE

Begini Sinopsis Film Pulau Buru Tanah Air Beta

Hersri Setiawan, bekas tapol Pulau Buru dalam pemutaran film perdana Pulau Buru Tanah Air Beta di Ko

KBR, Jakarta - Film "Pulau Buru Tanah Air Beta" karya sutradara Rahung Nasution ini bercerita soal bekas tahanan politik (tapol) Pulau Buru.  Cerita berpusat pada seorang sastrawan anggota LEKRA (Lembaga Kebudayaan Rakyat) bernama Hersri Setiawan yang bernostalgia kisahnya hidup di Pulau Buru sebagai tapol. Ia adalah sastrawan yang saat itu karyanya tak diakui pemerintah. Di sepanjang film, kita juga akan sekaligus menikmati puisi-puisi karya Hersri - yang baru menerima pengharagaan "Inspirasi Perjuangan HAM bagi Generasi Muda" dari Universitas Gadjah Mada. Penghargaan ini bersamaan dengan bedah buku "Memoar Pulau Buru" yang ia tulis. 

Di Pulau Buru, selama jadi tahanan politik, Hersri tak pernah berniat kabur. Pilihan yang ia tetapkan untuk dirinya adalah dibebaskan atau mati dipenjara - dengan tetap merawat harapan untuk pulang. Baginya Pulau Buru merupakan pengharapan. Yang ia harapkan hanyalah umur yang sepanjang-panjangnya supaya ia dapat merasakan rasanya pulang suatu saat. 

"Harapan saya adalah bertahan lebih lama supaya bisa pulang," katanya di dalam film.  

Gayung bersambut, tahun 1977-1979 tahanan Buru dibebaskan.

Dalam film tersebut diceritakan interaksi antara warga lokal, pendatang dan juga para tahanan politik. Para transmigran menyebut bahwa mereka mengenal para tahanan politik dan menyebut mereka warga yang baik. 

Di dalam film, kita dibawa menikmati Pulau Buru dengan langit yang biru, sekaligus menyaksikan perjalanan Hersri juga teman sesama eks tapol Pulau Buru, Tedjabayu. Mereka mengunjungi suatu gedung kesenian yang dibangun oleh para tapol semasa berada di Pulau Buru. "Sekarang jelek," kata Tedjabayu mengeluh. 

Sepanjang mata memandang, tak ada jejak penyiksaan tapol di sana. Yang ada hanyalah sawah membentang. Setelah pemutaran film, sutradara Rahung Nasution mengaku sempat bingung ketika pertama kali menjejakkan kaki di Pulau Buru. 

"Kalau baca buku-bukunya Pramoedya (Ananta Toer, red), ada cerita tragedi kemanusiaan di sana. Tapi tidak ada. Seperti dihilangkan. Hanya ada sawah di sana!"

Satu-satunya monumen yang tersisa adalah sebuah monumen kecil di Desa Savanajaya. Di situ tertera nama-nama tentara yang bertugas di sana, termasuk membangun lahan sawah di Pulau buru. "Padahal yang bikin tapol," ungkap Tedjabayu sembari memandang monumen kecil tersebut. 

Meski begitu, ia ingin monumen tetap dipertahankan. "Sebagai pengingat," kata dia. 

Film ditutup adegan Hersri Setiawan menyambangi makam rekan sesama tahanan politik seperjuangannya bernama Heru yang dimakamkan ke Pulau Buru. Suasana haru langsung membekap di sana - ketika doa dipanjatkan dan nisan yang terlantar ditengok. 

Hersri Setiawan dan Tedjabayu punya keinginan yang sama dengan film ini: supaya sejarah ditampilkan dengan jelas. Di ujung film, tampak Hersri bicara di depan warga Pulau Buru. Di situ, ia juga 'menggugat' Pemerintahan yang saat ini dipimpin Presiden Joko Widodo: "Apakah pernah bicara soal kawan-kawan?"

Editor: Dimas Rizky

  • film
  • Tanah Air Mata Beta

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • fira8 years ago

    saya sangat terharu dan beberapa kali menitikkan air mata ketika membaca buku Nyayi Sunyi Seorang Bisu. saya sangat sedih ketika menyadari bahwa generasi sekarang, yang bisa jadi saya sendiri terlampau apatis terhadap sejarah bangsa ini. saya pernah mendengar kabar bahwa film Pulau Buru Tanah Air Beta akan ditayangkan di Surabaya, dan ternyata tidak jadi ditayangkan. saya menyesali hal itu. tapi yang pasti, saya hanya ingin film2 berbau sejarah seperti ini, apalagi sejarah yg tdk pernah dicantumkan dalam buku pelajaran sekalipun, terus dikembangkan. terima kasih :)