RAGAM

Speak the Unspoken: Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Siswa Berkebutuhan Khusus

"Remaja yang mendapat pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini diharapkan akan terhindar dari risiko kehamilan yang tidak diinginkan atau penyakit menular seksual."

KBR

Speak the Unspoken: Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Siswa Berkebutuhan Khusus
Speak the Unspoken : Pendidikan Kesehatan Reproduksi bagi Siswa Berkebutuhan Khusus (Tunanetra dan Tunarungu).

KBR, Jakarta - Pendidikan kesehatan reproduksi merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pembentukan generasi yang sehat dan cerdas. Pendidikan ini bertujuan untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang sistem reproduksi, perkembangan seksual, dan cara-cara menjaga kesehatan reproduksi agar dapat terhindar dari berbagai penyakit, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan.

Namun, bagi siswa berkebutuhan khusus seperti penyandang tunanetra dan tunarungu, terkadang pendidikan kesehatan reproduksi ini tidak dapat diakses dengan mudah. Padahal, pendidikan kesehatan reproduksi sangat penting bagi kesehatan reproduksi para siswa. Hal ini bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar mampu menghadapi masa pubertasnya dengan sehat, bahagia dan bebas dari rasa takut.

Mereka perlu memahami aspek seksualitas mereka, mulai dari perubahan emosi, mengenali perubahan tubuh, relasi sehat, perilaku berisiko, stigma dan diskriminasi juga hal-hal lain seputar kesehatan seksual dan reproduksi remaja. Remaja yang mendapat pendidikan kesehatan reproduksi sejak dini, baik remaja normal maupun berkebutuhan khusus, diharapkan akan mampu menavigasikan perasaan keingin-tahuannya dan dapat terhindar dari risiko kehamilan yang tidak diinginkan atau penyakit menular seksual.

Menurut Achmad Fathul Iman, S.Pd. Guru SLB Muhammadiyah Jombang serta Pendiri Suara Difabel Mandiri (SDM) Jombang, pendidikan kesehatan reproduksi tentunya sangat penting untuk siswa berkebutuhan khusus. Namun, tentunya memiliki tantangan yang berbeda dengan siswa normal. Metode yang digunakan tentunya juga berbeda, salah satunya diksi yang digunakan adalah diksi yang mudah dipahami oleh mereka. Dalam pendidikan kesehatan produksi melalui audio, video, atau buku memang dibutuhkan baik bagi siswa normal ataupun berkebutuhan khusus.

Namun, dukungan alat peraga itu sangat penting dalam pendidikan kesehatan reproduksi bagi teman-teman tunanetra. Salah satu contohnya ketika terdapat penyandang tunanetra sejak kecil, mereka tidak mengetahui bagian-bagian mana saja yang boleh disentuh dan tidak boleh disentuh. Maka dari itu, dibutuhkan alat peraga agar mereka bisa memahami lebih jelas. Hal ini berbeda dengan teman-teman tunarungu. Karena mereka memiliki kelebihan pada visual sehingga lebih mudah untuk memahami pendidikan kesehatan reproduksi.

Achmad Fathul Iman menjelaskan cara memberikan pendidikan tentang bagaimana cara menghindari penyakit menular seksual kepada siswa berkebutuhan khusus baik bagi tunanetra atau tunarunggu. Tentunya dalam memberikan pendidikan kesehatan produksi kepada teman-teman tunanetra atau tunarunggu diperlukan step by step dan disesuaikan dengan level dan kebutuhan mereka.

Selain itu, kami mengajar dengan cara berdiskusi misalkan ketika salah seorang teman tuli ada yang berpacaran. Maka kami memberikan pengetahuan untuk tidak boleh melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Karena mengakibatkan penyakit HIV atau terkena penyakit menular. Kami tidak hanya menjelaskan, kami juga menunjukkan gambar penyakit tersebut agar mereka lebih mengetahui lebih jelas penyakit tersebut.

Tertarik mengetahui lebih jauh soal pendidikan kesehatan reproduksi? Silahkan Anda simak kelanjutan obrolannya di KBR Prime, Spotify dan Youtube Berita KBR.

Baca juga: Rutgers Ajak Kampanye dalam Peringatan 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak - kbr.id

  • nativead
  • reproduksi seksual
  • kehamilan
  • penyakit seksual
  • tunanetra
  • tunarungu

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!