RAGAM

BKKBN Mengecam Promosi dan Provokasi Perkawinan Anak

"Menurut dokter Hasto, secara biologis, perempuan siap untuk menikah di usia 21 tahun dan laki-laki di usia 25 tahun. Terdapat 5 hal yang menjadi dampak negatif ketika ada perkawinan anak."

Paul M Nuh

BKKBN Mengecam Promosi dan Provokasi Perkawinan Anak
Kepala BKKBN, DR. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K)

Jakarta - Beberapa hari ini viral unggahan jasa penyelenggara pernikahan Aisha Weddings untuk menikah di usia yang sangat muda. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengecam keras wedding organizer (WO) Aisha Weddings yang mempromosikan nikah siri, poligami, dan pernikahan anak dalam bisnis mereka.

Kepala BKKBN, DR. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K) menegaskan bahwa provokasi terhadap perkawinan anak adalah bentuk kejahatan kemanusiaan karena melakukan tindak kekerasan terhadap anak sekaligus melanggar Undang Undang karena merupakan praktik yang melanggar hak-hak dasar anak. Perkawinan anak juga merupakan bencana nasional. Itu terjadi karena perkawinan anak memiliki dampak negatif seperti tingginya kasus kematian ibu, kematian bayi, kurang gizi pada anak, juga berdampak pada ekonomi.

BKKBN mencatat, angka perkawinan anak atau remaja hampir mendekati dua juta yang terdaftar setiap tahunnya. Dan dari waktu ke waktu, angka perceraian mengalami peningkatan hingga berisiko menyebabkan masalah baru yaitu masalah anak terlantar.

Pemerintah sendiri menetapkan usia minimal menikah adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi Undang-undang pada 2019 lalu.

Indonesia juga telah memiliki UU Perlindungan Anak, UU Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan juga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang sedang didorong untuk segera disahkan, yang bersama-sama diharapkan dapat mendorong peningkatan kualitas dan sekaligus melindungi sumber daya manusia Indonesia, terutama kaum perempuan.

Ada dua hal yang perlu dipersiapkan sebelum menikah yaitu faktor biologis dan psikologis. Dua hal yang kerap diabaikan, namun menjadi kunci awetnya sebuah pernikahan. Faktor biologis merupakan kesiapan fisik untuk membina rumah tangga yang berkaitan dengan kehamilan dan melahirkan.

Menurut dokter Hasto, secara biologis, perempuan siap untuk menikah di usia 21 tahun dan laki-laki di usia 25 tahun. Terdapat 5 hal yang menjadi dampak negatif ketika ada perkawinan anak.

Yang pertama adalah Saat perempuan muda ini mengandung bayi, sang bayi akan mengambil kalsium dari tulang ibunya. Lantaran masih dalam masa pertumbuhan, akibatnya, sang ibu akan berhenti mengalami pertumbuhan. Tidak hanya sang ibu yang mengalami pertumbuhan yang terganggu, si bayi pun, imbuhnya mengalami hal yang sama. "Jika pertumbuhan bayi juga terganggu, maka banyak terjadi stunting karena janin tumbuh lambat yang dikenal dengan intra uterine growth tetardation.

Yang kedua, saat melahirkan, diameter panggul ibu yang masih remaja itu umumnya belum mencapai 10 cm. Padahal diameter kepala bayi normal itu hampir 10 cm, maka bisa terjadi persalinan macet dan komplikasi persalinan yang banyak menimbulkan kematian pada bayi maupun pada ibu. "Bisa terjadi pendarahan karena robeknya jalan lahir," lanjut Hasto.

Yang ketiga Perempuan yang hamil di usia terlalu muda berpotensi mengalami robek mulut rahim dan pendarahan. Perempuan yang hamil di usia kurang dari 20 tahun juga berisiko mengalami preeklamsia atau tekanan darah tinggi, ditandai dengan kaki bengkak dan kejang saat persalinan.

Yang keempat pada usia anak mereka belum siap melakukan proses reproduktif karena mulut rahim pada usia anak perempuan masih ektropion (menghadap keluar)sehingga batas antara luar mulut rahim dan dalam mulut rahim yang apabila mengalami sexual intercourse atau hubungan seksual pada usia kurang dari 20 tahun maka akan beresiko mengidap kanker di 15 hingga 20 tahun kedepan.

Dan yang kelima, bagi perempuan yang telah melakukan proses persalinan, maka postur badannya akan mengalami perubahan. Pertumbuhan tulang wanita akan terhenti, mudah keropos, dan menjadikan usia tua tidak produktif.

"Perempuan yang hamil pada usia pertumbuhan maka tulangnya berhenti tumbuh dan cenderung keropos osteoporosis. Di usia menopause menjadi bungkuk mudah patah tulang dan menjadikan usia tua tidak produktif, ”lanjut Hasto

Dokter Hasto turut menjelaskan, usia yang sehat untuk wanita melahirkan adalah di atas 20 tahun dan di bawah 36 tahun. Di usia 20 tahun, diameter panggul wanita sudah mencapai 10 cm, yang idealnya proporsional untuk melahirkan bayi dengan diameter kepala 9 - 10 cm.

  • adv
  • nikah siri
  • nikah muda
  • gizi anak
  • kematian bayi
  • dampak ekonomi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!