BERITA

Kementerian Agraria Ungkap Sebab Kesulitan Tangani Konflik Lahan

Kementerian Agraria Ungkap Sebab Kesulitan Tangani Konflik Lahan

KBR, Jakarta -Program reforma agraria yang sepanjang tiga tahun ini dijalankan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, menuai catatan.

Sejumlah LSM agraria menyebut, Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) atau lahan yang hendak dibagi-bagikan pemerintahan Joko Widodo ke masyarakat ternyata sebagian di antaranya masih berstatus konflik. Selain itu, penerima program pun dianggap belum tepat sasaran. Reforma agraria yang menjadi program prioritas Jokowi ini menargetkan pembagian 9 juta bidang lahan ke para petani yang belum memiliki lahan.


Salah satu contoh kasus ditemukan di Papua, oleh Yayasan Pusaka sebuah lembaga riset dan advokasi hak masyarakat adat. Direktur Yayasan Pusaka Franky Samperante menyebutkan, dari 1,7 juta hektare lahan yang jadi objek kebijakan, sebagian besar justru masih dalam status konflik dengan masyarakat adat.


Ditambah lagi, penetapan lahan untuk reforma agraria menurutnya juga sama sekali tak melibatkan masyarakat adat pemilik tanah ulayat.


"Akan ada perampasan tanah secara legal, mengatasnamakan program reforma agraria yang seolah-olah populis. Padahal objek yang dimaksud belum clear and clean. Masih dikuasai masyarakat adat, yang diklaim pemerintah sebagai objek reforma agraria," kecam Franky, Minggu (31/12).


Direktur Yayasan Pusaka Franky Samperante khawatir, apabila hal ini dibiarkan maka justru menimbulkan konflik baru antara pemilik tanah ulayat dengan penerima program reforma agraria.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/12-2017/presiden__hati_hati_gadaikan_sertifikat_tanah/94203.html">Presiden: Hati-hati Gadaikan Sertifikat Tanah</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/06-2017/program_perhutanan_sosial__ini_15_lokasi_yang_disiapkan_pemerintah/90526.html">Program Perhutanan Sosial, Ini 15 Lokasi yang Disiapkan Pemerintah</a></b> </li></ul>
    

    Dia juga menyoroti, program ini digembar-gemborkan bakal menyasar orang yang belum memiliki tanah, sementara permasalahan yang kini dihadapi Orang Asli Papua justru soal perampasan dan penyingkiran akses terhadap lahan mereka. Yayasan Papua juga mencatat selama tiga tahun ini program pemerataan kepemilikan lahan bergeser hanya pada legalitas aset belaka.


    Melenceng dari Tujuan Awal


    Catatan Serikat Petani Indonesia (SPI) memperkuat temuan Yayasan Pusaka. Pemantauan SPI menunjukkan, pemerintah selama ini terpaku pada program bagi-bagi sertifikat lahan dan pembentukan bank tanah. Sementara konflik agraria seperti penggusuran dan perampasan lahan petani masih terus berlangsung.


    Dikutip dari laman SPI, pada 2017 tercatat ada 125 kasus konflik agraria di 17 kabupaten di Indonesia. Kasus terakhir diantaranya penggusuran lahan petani di Kendal Jawa Tengah untuk pembangunan jalan Tol Batang-Semarang. Ratusan warga terusir dengan ganti rugi yang tidak sesuai. Sebelumnya penggusuran juga terjadi di Kulon Progo untuk proyek pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta (NYIA).


    Konflik lahan lainnya menurut catatan SPI, juga terjadi di Desa Mekar Jaya, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara antara petani dengan PT Perkebunan Nusantara II dan PT Langkat Nusantara Kepong (LNK) Malaysia. Padahal, lahan tersebut termasuk Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/12-2017/investigasi_konflik_bandara_kulon_progo__ombudsman__sudah_90_persen_datanya/94148.html">Investigasi Ombudsman soal Sengketa Lahan Proyek Bandara Kulon Progo</a></b> </li>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/07-2017/lsm_konsorsium_agraria_minta_presiden_jokowi_ganti_menteri_sofyan_djalil_/91128.html">LSM Konsorsium Agraria Minta Presiden Ganti Sofyan Djalil</a></b> </li></ul>
      

      Lembaga Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) juga menemukan sasaran objek reforma agraria yang tidak tepat. Aktivis KPA Syamsuddin bahkan menyebut, masih ada petani yang tak memiliki lahan namun luput dari sasaran TORA. Kata dia, temuan ini menguatkan dugaan bahwa program Reforma Agraria jauh dari harapan.

      "Tiga tahun kepemimpinan Jokowi-JK ini dalam perspektif reforma agraria dinilai masih belum sebagaimana mestinya. Justru reforma agraria pemerintah Jokowi-JK ini dibayangi dengan pembangunan yang malah menyingkirkan atau mengusir. Terutama pembuatan infrastruktur, properti dan juga yang lain," papar Syamsuddin saat dihubungi KBR.


      "Di satu sisi pemerintah melakukan redistribusi 9 juta sertifikat lahan tapi di sisi lain tanah masyarakat digusur dan masyarakat diusir dari tanahnya atas nama infrastruktur," tambahnya lagi.


      Syamsuddin melanjutkan, Kementrian Agraria sebagai bagian dari tim reforma agraria tak berkerja maksimal. Lembaganya menemukan, sejumlah lahan yang dibagikan masih dalam status sengketa. Bahkan jika menurut catatan Serikat Petani Indonesia (SPI), lebih dari 90 persen data usulan lahan dari masyarakat masih dalam status sengketa.



      Pemetaan Lahan Objek Reforma Agraria


      Kementerian Agraria dan Tata Ruang mengaku masih kesulitan menekan angka sengketa lahan, termasuk pada lahan-lahan yang akan dibagikan ke masyarakat. Direktur Jenderal Penyelesaian Masalah Kementerian Agraria, Agus Wijajanto mengungkapkan, kesulitan itu disebabkan perbedaan pandangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menentukan status lahan.


      "Kami harus melakukan debottle-necking-nya. Komunikasi antarlembaga perlu ditingkatkan. Utamanya dengan rekan-rekan yang ada di kepolisian, di kejaksaan, atau di kehutanan. Bahwa penuntasan sengketa lahan itu tidak semata-mata dilihat dari aspek hukumnya. Melainkan ada penyelesaian masalah sosial lainnya," kata Agus pada KBR.


      Agus Wijajanto menambahkan, pemerintah akan memetakan kembali lahan-lahan objek reforma agraria yang masih bersengketa pada tahun ini.

      Baca juga:

        <li><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/kebut_reforma_agraria__pemerintah_bentuk_sekretariat_di_lima_kementerian/90216.html">Kebut Reforma Agraria, Pemerintah Bentuk Sekretariat di 5 Kementerian</a></b> </li>
        
        <li><b><a href="http://kbr.id/berita/08-2017/petani_cilacap_gugat_perhutani_rp10_miliar/91857.html">Petani Cilacap Gugat Perhutani Rp10 Miliar</a></b> </li></ul>
        

        Hingga akhir November 2017 pemerintah mengklaim sudah melakukan sertifikasi terhadap lebih dari 3 juta bidang lahan. Sementara tahun 2018 ini, pemerintah menargertkan bisa melakukan sertifikasi total 7 juta bidang lahan. Sehingga hingga 2019 nanti tercapai target 9 juta bidang lahan.




        Editor: Nurika Manan

  • reforma agraria
  • Kementerian Agraria
  • redistribusi lahan
  • 9 juta hektare
  • SPI
  • Serikat Petani Indonesia SPI
  • Yayasan Pusaka
  • Masyarakat Adat Papua
  • konflik lahan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!